Keesokan harinya, setelah seluruh anggota The Seven Wolves pulang dan Aidan kembali sendiri. Aidan yang masih dalam cuti panjangnya kemudian memutuskan untuk merawat tanaman di depan halaman rumahnya. Setidaknya ia bisa melepaskan penat dan kebosanan. Tak ada yang bisa dilakukannya selain mendengarkan musik sambil merawat bunga-bunga kecil yang lucu dan cantik.
Tak disangka, Bruce kembali datang ke rumah Malikha dan tak sengaja melihat Aidan tengah sibuk menanam beberapa tanaman di pot-pot kecil di depan rumahnya.
Setelah parkir di depan rumah Malikha, Bruce tak langsung masuk. Ia memilih menghampiri Aidan yang sedang kotor berlepotan tanah.
"Kamu benar-benar tak bisa diperingatkan!" hardik Bruce tanpa basa basi. Aidan mengangkat wajahnya dan sosok Bruce berdiri menghalangi matahari. Tak bisa melihat dengan baik, Aidan akhirnya berdiri dan berjalan ke arah Bruce dengan tangan memakai sarung tangan namun tetap berlepotan tanah.
"Apa yang kamu lakukan di si
"Jadi kamu mau menikah denganku?" hati Malikha berteriak mengatakan tidak tapi setelah mendengar jika Aidan ternyata tak keberatan, ia pun mengangguk. Sambil tersenyum lebar, Bruce mengambil tangan kiri Malikha dan memasangkan cincin itu di jari manisnya. "Aku janji aku akan jadi suami terhebat untukmu," ujar Bruce antusias dan tersenyum lebar. Lamarannya diterima namun Malikha hanya tersenyum tipis dan mengangguk seadanya. Pulang dari makan malam, Malikha diantar sampai ke atas beranda rumahnya. Tak lupa calon suami itu kemudian memagutkan bibirnya mesra pada calon istrinya Malikha di bawah lampu teras yang menyala. Aidan yang bisa melihat dari balik tirai kamarnya hanya bisa menyandarkan sisi kepalanya dan menelan ludahnya sendiri. Momen itu harus dilihat Aidan selama beberapa menit dan itu cukup menyiksa. Namun tak ada yang bisa dilakukan Aidan. Kata-kata Joona kembali terus terngiang di benak Aidan. Sambil melepaskan napas berat, kalimat itu ia ingat lagi
Malikha masuk ke kamar meninggalkan Aidan di ruang makan sendirian usai mendengar pengakuannya. Sambil mengatur napasnya, Malikha bersandar di balik pintu kamar dan menunduk dengan mata berkaca-kaca. Sekilas ingatannya tentang Aidan saat dulu ia pernah dituduh Jason sebagai penguntit terlintas.Saat itu Malikha percaya jika Aidan bisa saja melakukan hal itu. Namun setelah tak terbukti, Malikha merasa Aidan takkan pernah berpikir akan mungkin melakukan hal sejauh itu.Sekarang, ia dimata-matai selama beberapa bulan bahkan sampai menempelkan kamera di seluruh rumahnya. Betapa menakutkannya itu dan yang melakukannya adalah mantan suaminya sendiri.Sementara di dapur, Aidan yang menyesali perbuatannya hanya bisa menghela napas berat beberapa kali lalu berdiri dan membereskan meja makan Malikha. Ia bahkan masuk ke dapur dan mencuci piring hingga semua beres. Setelah mengeringkan tangan, Aidan naik ke kamar Malikha dan mencoba mengetuk pintu kamarnya."Malikha,
"Mau apa kemari?" tanya Bruce seketika ketus dengan kernyitan di kening."Aku ingin bertemu Malikha sebentar. Ada yang ingin aku berikan," jawab Aidan biasa saja. Malikha yang mendengar suara Aidan langsung berdiri dan datang menghampiri."Aidan ...""Hai... aku datang ingin bicara denganmu sebentar." Malikha lantas mengangguk dan tersenyum. Mereka sudah tak bertemu dan bicara selama 3 minggu, kini Aidan tiba-tiba datang dan ingin memberikan sesuatu. Malikha bahkan tak mengindahkan delikan Bruce yang heran melihat Malikha malah tersenyum manis pada Aidan."Ada apa Aidan?" Aidan lalu mengeluarkan sebuah amplop."Estrela sedang mengadakan kerjasama dengan klinik kecantikan dan spa ternama di Beverly Hills milik seorang aktris terkenal. Jadi mereka memintaku untuk memberikan review dengan mencoba berbagai fasilitas mereka. Ehhm... mungkin kamu mau mencoba relax disana, kamu bisa ditemani Bruce jika mau." Aidan memberikan amplop undangannya. Mulut Mali
"Ini tidak akan berhasil. Aku tidak akan pernah memilikimu." ujar Bruce dengan pandangan yang ia buang ke arah lain. Ia tak sanggup menatap Malikha. Sambil menggelengkan kepala dan mengurut tekuknya, Bruce pergi begitu saja dari rumah Malikha tanpa pamit, tanpa bicara.Keesokan harinya, Bruce membatalkan semua rencana pernikahan mereka. Termasuk gaun pengantin yang telah dipesan. Ia tak pernah muncul di depan Malikha dan memilih mengirimkan pesan lewat kurir."Maafkan aku, Bruce," gumam Malikha usai membaca surat Bruce yang memutuskan hubungan asmara mereka. Usai Bruce yang memberi surat, Malikha pun mengirimkan balasan berupa surat pengunduran diri dari Noxtrot. Malikha sudah bertekad untuk menghadapi persalinannya sendirian. Tak seperti janji Bruce sebelumnya yang akan menemani Malikha melahirkan, ternyata semuanya tak terjadi. Sedangkan Aidan juga tak pernah terlihat datang atau menelepon lagi setelah terakhir kali mereka bicara."Kita akan hadapi ini berdua,
Awalnya Malikha berjalan mundur lalu berbalik membiarkan Aidan masuk ke kamarnya sambil menutup pintu. Aidan telah membuka topi dan menyisiri rambutnya beberapa kali. Entah karena hormon atau Malikha memang mulai menyukai Aidan, ia melihat Aidan makin seksi dan menarik belakangan ini. Bahkan cara berjalannya saja sudah membuat Malikha bergairah melihatnya.Aidan pun tak membuang waktunya untuk memeluk Malikha dari belakang dan mengecup pipinya. Tak ada paksaan kali ini, Malikha membiarkan Aidan memeluk lalu memberikannya cumbuan dari leher ke pundak bahkan sampai meraba perut dan sedikit meremas dadanya. Aidan benar-benar merasa ia tengah bermimpi. Ia sudah menunggu nyaris putus asa untuk hari ini yang datang tiba-tiba padanya."Ini akan jadi hal paling mengagumkan yang pernah aku alami," bisik Aidan dengan desauan yang menggelitik bulu kuduk Malikha. Ia menggigit pelan kulit di balik telinga sampai garis rahang. Sedangkan Malikha memejamkan mata menikmati sentuhan lem
Dokter kandungan Malikha terus mendampingi dan melihat perkembangannya. Ia meminta Aidan agar menemani Malikha agar ia tak stres. Segala hal dilakukan Aidan, ia bahkan tak berhenti memeluk atau mengecup Malikha beberapa kali"Kita akan menghadapi ini bersama, okey. Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Aku takkan pernah mau jauh darimu lagi," ujar Aidan memegang wajah Malikha yang terus berkeringat. Ia terengah dan mulai tak sanggup lagi melewati persalinannya. Aidan mulai khawatir dan meminta Dokter untuk mengambil tindakan apapun agar Malikha selamat."Siapkan ruang operasinya!" ujar Dokter tersebut pada salah satu perawat."Kita hanya bersiap-siap. Saat tidak memungkinkan nanti, Nyonya Malikha harus menjalani operasi!" ujar Dokter itu pada Aidan yang mengangguk mengerti. Tapi Malikha masih menggeleng, ia tetap bersikeras ingin melahirkan normal."Aku tidak mau ... aku tidak mau operasi!" rengek Malikha jadi makin stres dan bayinya malah tak mau bergerak.
Sementara di ruang bersalin, perjuangan Aidan dan Malikha belum berakhir. Malikha yang sudah siap melahirkan sudah tak memiliki tenaga lagi untuk mendorong."Dia harus dioperasi, bayinya terlilit tali pusar. Panggil Dokter Terrel ke ruang operasi sekarang, bawa dia!" ujar Dokter kandungan Malikha berdiri memberi perintah pada perawat. Malikha masih menggeleng tak mau dan terus meremas keras tangan Aidan.“Aidan, aku tidak mau dioperasi!” pinta Malikha merengek pada Aidan yang tak dilepaskannya sama sekali. Aidan langsung membujuk Malikha dengan memeluk, mencium dan membelainya lembut"Dengarkan aku, Sayang. Aku akan menemanimu di dalam.""Aidan, aku takut.""Tidak akan ada hal buruk yang terjadi padamu, aku janji. Aku akan selalu bersamamu." Aidan kemudian mengecup kening Malikha terus meyakinkannya. Ia juga memeluk Malikha yang sama sekali tak melepaskannya."Ikut aku, Tuan Caesar!" ujar Dokter itu setelah tempat t
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."