Rafa dan Nana, adik sepupu Anin yang kini berusia tujuh belas dan empat belas tahun kaget melihat mata kakak sepupunya bengkak. Mereka tentu saja bertanya ada apa.
"Gak papa," jawab Anin singkat. "Gak papa gimana Mbak? Jendul gini? Mbak nangis semalaman ya?" cecar Nana. "Gak, Na." "Gak salah! Nana kudu ngomong sama Bapak dan Ibu." Nana langsung saja melesat mencari bapak dan ibunya sebelum Anin berhasil mencegah. Anin hanya bisa pasrah, apalagi begitu paman dan bibinya tahu kalau Anin habis nangis, akhirnya dia sampai di sidang. Kini, paman dan bibi Anin sedang mendudukkan dia di ruang tengah dikelilingi semua aggota keluarga. Anin ingin berbohong, tapi mata jendulnya tidak bisa berbohong jadilah dia menjelaskan apa yang terjadi beserta bukti chat dari Dimas. Nana dan Rafa menjadi orang paling sigap mengumpati Dimas. Sang Bibi bernama Rondiyah atau biasa Anin panggil Bi Iyah langsung memeluknya. Kini giliran dia yang menangis, sebagai ganti tangisan Anin yang sudah tak mampu keluar lagi. Maklum, sudah habis semalaman jadi perlu di-recharge tuh air mata biar bisa keluar lagi. Jika tiga orang terkasihnya sudah heboh dengan berbagai aksi sebagai tindakan terkejut atas putusnya Anin dan Dimas, Pamannya yang bernama Tarman, hanya bisa menghela napas. Beliau terlihat melakukan hal itu berulang kali. Sebagai pengganti kedua orang tua Anin, Tarman tentu saja merasa kecewa bahkan marah pada tindakan Dimas. Tapi meluapkan emosi juga bukan solusi. Apalagi, sosok Dimas tak ada di depannya, jadi tak ada yang bisa jadi pelampiasan marahnya. Anin membiarkan saja reaksi keluarganya. Karena jujur, dia pun masih sedih. Dan sepertinya, Paman Tarman adalah sosok yang paling bersedih. Meski dia paling tenang tapi ekspresi wajahnya terlihat sekali. Wajah sang paman gabungan antara sedih, shock, kecewa dan mungkin marah. Tapi karena Man Tarman panggilan untuk sang paman adalah tipe lelaki lembut dan baik hati, maka melepaskan emosi jelas bukan dengan cara meledak-ledak seperti Rafa dan Nana. Ada sedikit senyum di bibir Anin, melihat begitu berbedanya antara anak dan bapak. Bapak yang tenang dan lembut, ibu yang baik hati dan hanya bisa menangis kalau anak-anaknya bertengkar malah justru memiliki dua putra-putri yang suka bertingkah bar-bar. Senyum tipis Anin hilang saat disadarinya kalau semua anggota keluarganya tengah berduka akibat masalah Anin. Anin menatap sendu ke arah paman dan bibinya. "Man, Bi. Anin minta maaf ya? Udah bikin Man Tarman dan Bi Iyah sedih. Anin gak papa kok. Cuma putus doang bukan ditagih utang milyaran." Anin mencoba berseloroh tapi sayang, guyonannya tidak berhasil. Tak satu pun keluarganya yang tertawa. Anin meringis. Dia baru sadar kalau dirinya kan tipe orang yang serius bukan tukang lawak. "Beneran Anin gak papa. Jangan ngelihat Anin kayak gini deh! Anin gak butuh dikasihani, peluk aja kayak biasa." Lalu tanpa basa-basi baik Bi Iyah, Rafa dan Nana langsung memeluk Anin. Mereka jadi grup Telletubis dadakan. Paman Tarman terkekeh, tapi dia juga ikut mendekat dan bergabung dalam barisan Telletubis. "Anin anak hebat." "Iya Paman." "Anaknya Mas Sarman." "Iya, sama Ibu Khodijah." "Iya, anak hebat ini pasti akan sukses dan menemukan jodohnya." "Amin." "Jodoh terbaik." "Amiiin!" pekik Rafa, Nana dan Bi Iyah. Lalu mereka kembali berpelukan. Mengingat kondisi Anin yang matanya masih bengkak alias jendul, Anin memutuskan meminta ijin ke kepala sekolah dengan alasan sakit. Kepala sekolah pun mengijinkan. Keesokan harinya, Anin sudah lebih tenang. Dia bisa menjalani rutinitas seperti biasa. Mengajar kelas satu, membantu Bu Yana, guru yang mengajar kelas empat untuk menangani dana BOS, membina ekstra pramuka dan kegiatan lain.Waktunya cukup tersita untuk pekerjaan hingga dia bisa sedikit melupakan masalah Dimas. Sayang, di hari ke tujuh pasca dia diputuskan lewat chat, berita mengejutkan datang dari berbagai siaran di televisi, youtube, i*******m, twitter hingga tik tok. Berita itu berisi acara lamaran seorang pesepakbola muda yang sedang naik daun dengan seorang selebgram cantik. Selebgram tersebut belum terlalu terkenal. Tapi karena dia dilamar seorang Dimas yang notabenenya atlet yang lagi naik daun, nama sang selebgram menjadi buruan para pemburu berita dan masyarakat. Ditambah lagi begitu identitasnya yang juga merupakan anak anggota dewan terkuak, nama sang seleb langsung jadi booming. Anin, awalnya tidak tahu berita itu. Tetapi, saat Salsa, rekan kerja sekaligus sahabatnya memberitahu, Anin akhirnya jadi tahu berita itu. "Kamu yakin, itu Dimas?" tanya Anin dengan bibir bergetar. Salsa mengangguk. Dia memberikan ponselnya. Anin menerimanya. Dan segera setelah mata Anin fokus pada layar ponsel Salsa, pemandangan yang ia saksikan adalah siaran di salah satu akun i*******m yang menampilkan bagaimana Dimas memasangkan sebuah cincin pada jari manis seorang perempuan. Anin mengernyitkan dahi. Dia sedang menggali informasi di otaknya tentang siapa gadis yang dilamar Dimas. "Wanita ini siapa?" "Selebgram." "Oh, orang terkenal," lirih Anin. "Gak juga. Belum terlalu terkenal. Tapi jadi terkenal karena dilamar Dimas. Followers i* sama tik tok dia langsung nambah banyak tuh!" Salsa berkata dengan sinis. Anin hanya menghela napas saja. Dia kembali menyerahkan ponsel Salsa. Anin kemudian duduk di kursinya yang ada di ruang guru. Salsa merasa sedih dengan nasib sang sahabat. Dia mendekati sahabatnya dengan menarik kursi miliknya. Kebetulan tempat duduk Salsa di belakang Anin. "Gak usah dipikirin. Nanti kamu bakalan nemu cowok yang seribu kali lebih baik dari si Dimas brengsek." Anin hanya mengulas senyum tipis. Mencoba tegar tapi air matanya tetap saja menetes. Salsa panik. Dia segera mencari tisu di mejanya. "Aku ada tisu sendiri, Sa." Anin menarik tisu di meja miliknya. "Lah, hahaha. Iya yah!" Salsa tertawa lalu menaruh kembali tisu miliknya di meja. Dia pun kembali duduk di samping Anin. "Besok minggu kita jalan. Pokoknya asal jalan. Pakai motorku. Pokoknya kamu harus happy." Anin hanya mengangguk. Keduanya masih dalam posisi saling duduk berdekatan hingga bel jam istirahat kedua berbunyi. Karena Anin dan Salsa mengajar kelas satu dan dua, makanya jam mengajar mereka hanya sampai pukul sepuluh atau sebelas. Anak sudah dipulangkan sebelum jam istirahat kedua khusus kelas satu dan dua. Tak berselang lama, beberapa rekan guru datang. Salah satu dari mereka bernama Tari, dia juga sama masih berstatus honorer. Tari langsung mendekati Anin. "Aku turut sedih, kamu yang sabar ya. Ya mau gimana lagi, karir Dimas lagi bagus. Jelas lah dia milih gadis lain yang bisa dongkrak nama dia dan keluarganya. Gak mungkin milih gadis miskin. Yatim piatu lagi. Jadi ... sabar ya Nin." Tari lalu berlalu ke mejanya. Terlihat sekali dia puas sudah menyerang Anin dengan kata-katanya yang tajam. Salsa ingin membalas Tari, tapi Anin menggelengkan kepala. "Tapi Nin." Anin menggeleng, membuat Salsa hanya bisa kesal. Sementara Tari tersenyum puas karena bisa membalas Anin. Tari yang selalu ditolak Dimas karena Dimas suka Anin, terpaksa menikah dengan orang lain. Kini, dia bisa melihat Anin yang hancur karena dibuang oleh Dimas. Impas.Darti hanya duduk diam bersama sang suami, Yusman. Mereka yang berasal dari desa tidak terlalu mengerti pesta ala orang kota. Orang kaya. Sejak dia dan sanak saudara yang lain datang, Darti hanya terima beres. Semua bawaan yang harus dia siapkan dan bawa untuk calon menantu sudah disiapkan oleh Dimas. Mereka hanya perlu datang ke rumah calon Dimas saja.Serangkaian proses ia ikuti dengan tatapan bingung dan hanya manut saja. Mau diajak kemana dan harus ngapain, pokoknya manut. Sampai serangkaian acara selesai dan dia bisa duduk beristirahat, Darti dan sang suami pun memilih menyepi dari keramaian. Jujur dia bingung, harus mengobrol dengan siapa. Dan bahan obrolan apa yang harus dia bahas jika ada yang mengajaknya ngobrol. Jadilah keduanya memilih diam sambil sesekali melihat sang putra tersenyum bahagia sambil merangkul sang tunangan. Bahkan tak jarang pelukan yang dilakukan Dimas dan Rahayu Intan Rinjani, calon menantunya terlalu intim. Darti risih melihatnya. Rahayu Intan Rinjani
Dini menyapa Rafa dan Nana yang baru saja keluar dari dalam rumah. Rafa dan Nana yang disapa hanya diam, dan tanpa membalas sapaan Dini, kedua kakak beradik memilih segera berjalan. Dini hanya bisa terpaku melihat sikap tetangga satu RT sekaligus temannya itu. Dini mendesah dia menunggu seseorang yang belum nampak batang hidungnya. Tak berselang lama, sosok yang dia tunggu akhirnya keluar. Dini segera menyapa Anin."Mbak Anin."Anin yang baru saja menutup pintu cukup terkejut. Dia menoleh pada Dini. Reaksi Anin adalah mematung untuk sementara waktu sebelum akhirnya dia bisa bersikap biasa saja."Hai, Din. Mau berangkat?""Iya."Anin menatap ke sekeliling mencari dua adik sepupunya."Gak ketemu Rafa sama Nana apa? Padahal tadi keluar gak berjarak lama dari mbak.""Gak Mbak." Dini sengaja berbohong. Dia tak mungkin mengatakan kalau Rafa dan Nana bersikap ketus padanya."Ooo, slisiban mungkin."Anin lalu segera berjalan. Dia melewati Dini dan Dini pun mengikutinya. Keduanya menapaki jal
Berita pernikahan Dimas dan Intan semakin meluas. Bahkan seluruh warga desa Bantarsari sudah tahu. Banyak dari mereka yang kaget dengan berita ini, pasalnya yang mereka tahu kalau Dimas dekat dengan Anin. Banyak orang yang kini jadi kasihan pada Anin."Memangnya sudah lama putus ya?""Ya begitulah.""Tapi kok gak ada kabar ya?""Ya mungkin sengaja diem-diem.""Kasihan si Anin.""Iya.""Padahal udah setia nungguin, lah malah ditinggal.""Ho'oh, kupikir bakalan sampai nikah sama Anin. Orang tiap Dimas pulang, ngapelinnya si Anin.""Aku juga mikirnya begitu. Kelihatan cinta banget Dimasnya.""Halah, jangan percaya cowok. Kayak gak tahu aja cowok gimana.""Bener. Udah punya istri cantik aja banyak yang selingkuh.""Betul. Apalagi ini cuma pacaran. Nikah aja bisa bubar karena suaminya kecantol cewek lain.""Betul."Para ibu-ibu di kampung selalu saja menggosipkan Anin dan Dimas. Terkadang mereka tidak sadar, sedang menggosip tapi ada Anin, Iyah, Rafa, Nana, bahkan tak jarang mereka menggos
"Sudah gak usah kamu pikirkan, penting kamu fokus daftar P3K-nya!" saran Bu Yana. "Iya Bu, tapi tetep kepikiran. Mana sekarang banyak yang suka datang ke rumah. Kalau cuma chat atau lewat sosmed, saya gak masalah Bu Yana." Bu Yana salah satu guru senior di tempat Anin mengabdi ikut prihatin. Dia mengusap punggung rekan kerjanya penuh sayang. "Kamu yang sabar ya?" "Iya, Bu." "Pasrah saja, wong belum jodoh mau gimana lagi." "Iya, Bu." "Jodoh gak bakalan salah alamat. Mungkin dengan kejadian ini, kamu sedang dijauhkan dari kemudharatan. Bayangkan saja, kamu nunggu lama tapi gak ada kepastian. Ya gak mau, kan?" "Gak Bu." "Nah, kan?" Bu Yana lalu teringat akan keponakannya. "Nin." "Ya." "Apa kamu sama Althaf saja ya? Sudah PNS alhamdulillah. Jadi staf dibagian keuangan di Pengadilan Negeri Purwokerto." Mendengar nama Althaf, Anin sempat diam. Dia lalu menggeleng. "Gak, Bu. Sama Dimas aja saya dipecat jadi pacar apalagi sama Althaf." "Ish, kamu nih! Althaf gak segitunya kali
Dimas berlutut di tanah. Dia memohon kepada Anin, mantan pacarnya untuk kembali menerimanya."Aku gak bisa, Dim. Maaf, semua sudah terlambat.""Gak Anin. Semua belum terlambat. Aku sudah pisah sama Intan. Aku memilih kamu!" Anin menggeleng. "Kamu memilihku sekarang. Dulu kamu membuangku. Menganggap kalau aku tak berharga karena tak bisa menunjang karirmu.""Nin.""Maaf, Dimas. Kisah kita sudah usai. Aku sudah ikhlas dengan masa lalu.""Nin. Please, beri aku kesempatan. Aku akan tunjukkan kesungguhanku sama kamu.""Telat, Dim. Aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Aku pikir kamu bersungguh-sungguh sama aku tapi apa?"Anin menatap Dimas penuh luka."Kamu memutuskanku hanya lewat chat. Kamu blokir nomerku.""Aku salah. Aku minta maaf. Aku khilaf.""Tapi khilafmu membuat aku sakit hati, Dim."Dimas benar-benar merasa bersalah sekali. Ingatannya kembali ke masa-masa itu. Dia sadar pasti luka yang ditanggung Anin sangat dalam."Aku minta maaf, Nin. Tolong beri aku kesempatan. Aku sekarang s
Dimas : [Anin, maafkan aku karena jarang menghubungi kamu. Aku sibuk]Anin : [Iya, gak papa, Dim. Aku paham kok, kalau kamu sibuk]Dimas : [Makasih atas pengertianmu, Nin]Anin menatap layar ponselnya. Dia sedang menunggu kalimat chat Dimas selanjutnya. Sayang, ditunggu hampir lima menit, nomer sang pujaan hati terlihat dalam mode 'sedang mengetik' tapi pesan yang diketik tak kunjung dia terima. Merasa penasaran, Anin pun kembali mengirim chat untuk kekasih hatinya.Anin : [Kamu mau ngetik apa sih, Dim?]Anin sudah mengirim pesannya. Sayang, Dimas belum juga membalas. Akhirnya Anin kembali mengirim chat. Dia tak berani menelepon Dimas. Takut Dimas sedang sibuk latihan. Maklum, Dimas yang sudah menjadi pacarnya selama tujuh tahun merupakan salah satu pesepakbola yang sedang naik daun saat ini. Jadwal latihan dan tandingnya sangat padat. Bisa pagi, siang, sore bahkan malam hari. Jadwal di klub yang menaunginya maupun jadwal yang berhubungan dengan timnas Indonesia makin mempersulit mere
"Sudah gak usah kamu pikirkan, penting kamu fokus daftar P3K-nya!" saran Bu Yana. "Iya Bu, tapi tetep kepikiran. Mana sekarang banyak yang suka datang ke rumah. Kalau cuma chat atau lewat sosmed, saya gak masalah Bu Yana." Bu Yana salah satu guru senior di tempat Anin mengabdi ikut prihatin. Dia mengusap punggung rekan kerjanya penuh sayang. "Kamu yang sabar ya?" "Iya, Bu." "Pasrah saja, wong belum jodoh mau gimana lagi." "Iya, Bu." "Jodoh gak bakalan salah alamat. Mungkin dengan kejadian ini, kamu sedang dijauhkan dari kemudharatan. Bayangkan saja, kamu nunggu lama tapi gak ada kepastian. Ya gak mau, kan?" "Gak Bu." "Nah, kan?" Bu Yana lalu teringat akan keponakannya. "Nin." "Ya." "Apa kamu sama Althaf saja ya? Sudah PNS alhamdulillah. Jadi staf dibagian keuangan di Pengadilan Negeri Purwokerto." Mendengar nama Althaf, Anin sempat diam. Dia lalu menggeleng. "Gak, Bu. Sama Dimas aja saya dipecat jadi pacar apalagi sama Althaf." "Ish, kamu nih! Althaf gak segitunya kali
Berita pernikahan Dimas dan Intan semakin meluas. Bahkan seluruh warga desa Bantarsari sudah tahu. Banyak dari mereka yang kaget dengan berita ini, pasalnya yang mereka tahu kalau Dimas dekat dengan Anin. Banyak orang yang kini jadi kasihan pada Anin."Memangnya sudah lama putus ya?""Ya begitulah.""Tapi kok gak ada kabar ya?""Ya mungkin sengaja diem-diem.""Kasihan si Anin.""Iya.""Padahal udah setia nungguin, lah malah ditinggal.""Ho'oh, kupikir bakalan sampai nikah sama Anin. Orang tiap Dimas pulang, ngapelinnya si Anin.""Aku juga mikirnya begitu. Kelihatan cinta banget Dimasnya.""Halah, jangan percaya cowok. Kayak gak tahu aja cowok gimana.""Bener. Udah punya istri cantik aja banyak yang selingkuh.""Betul. Apalagi ini cuma pacaran. Nikah aja bisa bubar karena suaminya kecantol cewek lain.""Betul."Para ibu-ibu di kampung selalu saja menggosipkan Anin dan Dimas. Terkadang mereka tidak sadar, sedang menggosip tapi ada Anin, Iyah, Rafa, Nana, bahkan tak jarang mereka menggos
Dini menyapa Rafa dan Nana yang baru saja keluar dari dalam rumah. Rafa dan Nana yang disapa hanya diam, dan tanpa membalas sapaan Dini, kedua kakak beradik memilih segera berjalan. Dini hanya bisa terpaku melihat sikap tetangga satu RT sekaligus temannya itu. Dini mendesah dia menunggu seseorang yang belum nampak batang hidungnya. Tak berselang lama, sosok yang dia tunggu akhirnya keluar. Dini segera menyapa Anin."Mbak Anin."Anin yang baru saja menutup pintu cukup terkejut. Dia menoleh pada Dini. Reaksi Anin adalah mematung untuk sementara waktu sebelum akhirnya dia bisa bersikap biasa saja."Hai, Din. Mau berangkat?""Iya."Anin menatap ke sekeliling mencari dua adik sepupunya."Gak ketemu Rafa sama Nana apa? Padahal tadi keluar gak berjarak lama dari mbak.""Gak Mbak." Dini sengaja berbohong. Dia tak mungkin mengatakan kalau Rafa dan Nana bersikap ketus padanya."Ooo, slisiban mungkin."Anin lalu segera berjalan. Dia melewati Dini dan Dini pun mengikutinya. Keduanya menapaki jal
Darti hanya duduk diam bersama sang suami, Yusman. Mereka yang berasal dari desa tidak terlalu mengerti pesta ala orang kota. Orang kaya. Sejak dia dan sanak saudara yang lain datang, Darti hanya terima beres. Semua bawaan yang harus dia siapkan dan bawa untuk calon menantu sudah disiapkan oleh Dimas. Mereka hanya perlu datang ke rumah calon Dimas saja.Serangkaian proses ia ikuti dengan tatapan bingung dan hanya manut saja. Mau diajak kemana dan harus ngapain, pokoknya manut. Sampai serangkaian acara selesai dan dia bisa duduk beristirahat, Darti dan sang suami pun memilih menyepi dari keramaian. Jujur dia bingung, harus mengobrol dengan siapa. Dan bahan obrolan apa yang harus dia bahas jika ada yang mengajaknya ngobrol. Jadilah keduanya memilih diam sambil sesekali melihat sang putra tersenyum bahagia sambil merangkul sang tunangan. Bahkan tak jarang pelukan yang dilakukan Dimas dan Rahayu Intan Rinjani, calon menantunya terlalu intim. Darti risih melihatnya. Rahayu Intan Rinjani
Rafa dan Nana, adik sepupu Anin yang kini berusia tujuh belas dan empat belas tahun kaget melihat mata kakak sepupunya bengkak. Mereka tentu saja bertanya ada apa."Gak papa," jawab Anin singkat."Gak papa gimana Mbak? Jendul gini? Mbak nangis semalaman ya?" cecar Nana."Gak, Na.""Gak salah! Nana kudu ngomong sama Bapak dan Ibu."Nana langsung saja melesat mencari bapak dan ibunya sebelum Anin berhasil mencegah. Anin hanya bisa pasrah, apalagi begitu paman dan bibinya tahu kalau Anin habis nangis, akhirnya dia sampai di sidang. Kini, paman dan bibi Anin sedang mendudukkan dia di ruang tengah dikelilingi semua aggota keluarga.Anin ingin berbohong, tapi mata jendulnya tidak bisa berbohong jadilah dia menjelaskan apa yang terjadi beserta bukti chat dari Dimas. Nana dan Rafa menjadi orang paling sigap mengumpati Dimas. Sang Bibi bernama Rondiyah atau biasa Anin panggil Bi Iyah langsung memeluknya. Kini giliran dia yang menangis, sebagai ganti tangisan Anin yang sudah tak mampu keluar l
Dimas : [Anin, maafkan aku karena jarang menghubungi kamu. Aku sibuk]Anin : [Iya, gak papa, Dim. Aku paham kok, kalau kamu sibuk]Dimas : [Makasih atas pengertianmu, Nin]Anin menatap layar ponselnya. Dia sedang menunggu kalimat chat Dimas selanjutnya. Sayang, ditunggu hampir lima menit, nomer sang pujaan hati terlihat dalam mode 'sedang mengetik' tapi pesan yang diketik tak kunjung dia terima. Merasa penasaran, Anin pun kembali mengirim chat untuk kekasih hatinya.Anin : [Kamu mau ngetik apa sih, Dim?]Anin sudah mengirim pesannya. Sayang, Dimas belum juga membalas. Akhirnya Anin kembali mengirim chat. Dia tak berani menelepon Dimas. Takut Dimas sedang sibuk latihan. Maklum, Dimas yang sudah menjadi pacarnya selama tujuh tahun merupakan salah satu pesepakbola yang sedang naik daun saat ini. Jadwal latihan dan tandingnya sangat padat. Bisa pagi, siang, sore bahkan malam hari. Jadwal di klub yang menaunginya maupun jadwal yang berhubungan dengan timnas Indonesia makin mempersulit mere
Dimas berlutut di tanah. Dia memohon kepada Anin, mantan pacarnya untuk kembali menerimanya."Aku gak bisa, Dim. Maaf, semua sudah terlambat.""Gak Anin. Semua belum terlambat. Aku sudah pisah sama Intan. Aku memilih kamu!" Anin menggeleng. "Kamu memilihku sekarang. Dulu kamu membuangku. Menganggap kalau aku tak berharga karena tak bisa menunjang karirmu.""Nin.""Maaf, Dimas. Kisah kita sudah usai. Aku sudah ikhlas dengan masa lalu.""Nin. Please, beri aku kesempatan. Aku akan tunjukkan kesungguhanku sama kamu.""Telat, Dim. Aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Aku pikir kamu bersungguh-sungguh sama aku tapi apa?"Anin menatap Dimas penuh luka."Kamu memutuskanku hanya lewat chat. Kamu blokir nomerku.""Aku salah. Aku minta maaf. Aku khilaf.""Tapi khilafmu membuat aku sakit hati, Dim."Dimas benar-benar merasa bersalah sekali. Ingatannya kembali ke masa-masa itu. Dia sadar pasti luka yang ditanggung Anin sangat dalam."Aku minta maaf, Nin. Tolong beri aku kesempatan. Aku sekarang s