Home / Romansa / Peran Orang Ketiga / 4. Sang Mantan

Share

4. Sang Mantan

Author: Bai_Nara
last update Last Updated: 2024-11-26 10:13:09

Darti hanya duduk diam bersama sang suami, Yusman. Mereka yang berasal dari desa tidak terlalu mengerti pesta ala orang kota. Orang kaya. 

Sejak dia dan sanak saudara yang lain datang, Darti hanya terima beres. Semua bawaan yang harus dia siapkan dan bawa untuk calon menantu sudah disiapkan oleh Dimas. Mereka hanya perlu datang ke rumah calon Dimas saja.

Serangkaian proses ia ikuti dengan tatapan bingung dan hanya manut saja. Mau diajak kemana dan harus ngapain, pokoknya manut. Sampai serangkaian acara selesai dan dia bisa duduk beristirahat, Darti dan sang suami pun memilih menyepi dari keramaian. Jujur dia bingung, harus mengobrol dengan siapa. Dan bahan obrolan apa yang harus dia bahas jika ada yang mengajaknya ngobrol. 

Jadilah keduanya memilih diam sambil sesekali melihat sang putra tersenyum bahagia sambil merangkul sang tunangan. Bahkan tak jarang pelukan yang dilakukan Dimas dan Rahayu Intan Rinjani, calon menantunya terlalu intim. Darti risih melihatnya. 

Rahayu Intan Rinjani, katanya seorang selebgram. Dia juga merupakan putri tunggal dari Hermawan Laksono, salah seorang anggota DPR. Dimas bilang, jika dia menikah dengan Intan, akan sangat menguntungkan bagi karirnya. Soalnya baru juga tunangan, nama Dimas dan Intan semakin meroket. Orangtua Intan juga menjamin karirnya.

Tapi sebagai seorang ibu, hati kecil Darti merasa kalau pilihan Dimas itu salah. Dia merasa keluarganya tak sebanding dengan keluarga Intan. Apalagi melihat cara berpakaian Intan yang terbuka dan seksi, membuat Darti mengelus dada. Dimas bilang, rata-rata wanita dari kota pakaiannya memang begitu. Fashion modern.

"Capek Bu?" tanya Yusman. 

"Iya Pak."

"Bu, pestanya kapan berakhir ya? Sudah seharian. Dari pagi sampai malam. Bahkan kita kesulitan nyari tempat sholat karena gak tahu mesti sholat dimana. Mana Dimas diam saja lagi?" Yusman menghela napas.

"Dia gak lupa sholat kan ya Bu?"

"Gak tahu, Pak. Ibu juga khawatir."

"Kita kayak katak hendak menjorok rembulan, Bu. Bapak takut kita kebanting."

"Ibu juga, Pak. Tapi mau gimana lagi. Dimasnya maksa. Kalau dilarang, ibu takut Dimas malah pergi dari kita."

Lagi. Yusman menghela napas. Dia kembali menatap sang putra yang tengah terbahak keras sekali sambil merangkul Intan. Yusman tak suka melihatnya, jadilah dia memilih menatap ke hal lain.

Selaras dengan kedua orang tuanya, Dini adik Dimas juga merasa canggung berada di tengah hingar bingar pesta lamaran sang kakak. Meski banyak orang yang menyapanya dan mengatakan dia cantik, Dini merasa kalau ini bukan tempatnya. Dia rindu rumah. Dia rindu teman-temannya. Dia rindu Rafa dan Nana. 

Setelah diajak berbincang dengan entah orang ke berapa yang mengatakan kalau dia rekan satu tim Dimas, Dini memilih berjalan menuju ke arah kedua orang tuanya. Dia duduk di sisi sang ibu. Tanpa banyak kata, Dini menaruh kepalanya di bahu sang ibu.

Darti kaget lalu menatap ke arah sang putri.

"Ada apa?"

"Bosen, Bu. Pengen pulang."

"Sabar ya? Nunggu ini selesai. Paling ya balik ke Banjar besok. Sabar ya Nak ya?"

Dini mengangguk. Akhirnya yang bisa dilakukan oleh keluarga inti Dimas adalah menunggu hingga acara selesai. Begitu acara selesai, keluarga Dimas menginap di apartemen Dimas. Dan akan pulang esok harinya.

Dimas sebenarnya meminta kedua orang tua dan adiknya untuk menginap lagi. Tapi mereka menolak dengan alasan sebentar lagi musim panen. Dini juga harus sekolah.

"Pulangnya nanti aja Pak, Bu. Biar yang lain pulang dulu, gak papa. Nanti Dimas yang antar kalian."

Kedua orang tua Dimas tetep kekeuh ingin pulang. Dimas hanya bisa pasrah dan membiarkan mereka pulang.

"Kamu jaga diri ya? Jaga kesehatan, jangan lupa sholat," pesan sang ibu pada Dimas.

"Iya Bu."

Bu Darti menatap pada Intan, lalu tersenyum. "Nitip Dimas ya Nak."

"Iya Bu. Hati-hati."

Kedua orang tua Dimas pun pamit. Mereka naik bus pariwisata yang sengaja disewa oleh Dimas untuk membawa keluarganya. 

Begitu memastikan keluarganya sudah pulang, Dimas segera menatap ke sang tunangan.

"Apartemenku sudah kosong. Atau kamu mau ke apartemenmu?" ucapnya penuh seringai licik.

"Aku atau kamu, sama saja. Mau di kasur atau di sofa, it's oke. Asal pokoknya kamu harus puasin aku." Intan sengaja mendesah dan menggoda Dimas dengan memutar-mutar tangan kanannya di dada Dimas.

Dimas tertawa. Dia mencium bibir sang tunangan. Lalu tanpa basa-basi dia membawa sang tunangan ke apartemennya. 

Tanpa banyak drama, Dimas segera menyalurkan hasratnya pada Intan yang dengan senang hati menerima. Mereka tak peduli apakah hari masih terlalu pagi. Pokoknya penting happy.

***

Dimas membuka matanya gara-gara sinar matahari yang masuk melalui celah jendela kamar apartemennya. Dia menggeliat lalu menoleh ke sebelah kiri. Tampak Intan masih bergelung nyaman di sebelahnya. 

Dimas tersenyum. Dia mengecup mesra kening tunangannya. Dia lalu memilih bangun, melakukan peregangan lalu segera mandi. Dia sengaja membiarkan Intan beristirahat setelah persiapan lamaran yang melelahkan beberapa hari dan tentu saja setelah dua hari dua malam mereka melakukan kerja rodi bersama. Baik dia dan Intan saling memberi kepuasan. Pokoknya mereka tak peduli andai Intan hamil, toh satu bulan lagi mereka akan menikah jadi tak apa jika Intan hamil. Bilang saja kalau Intan habis haid makanya langsung hamil. Gampang. Masalah selesai. Netizen tidak akan curiga.

Dimas akhirnya selesai mandi. Dia melirik sang tunangan yang masih asik tidur. Dimas tak mau mengganggunya. Dia memilih mengambil ponsel, sengaja ingin tahu ada kabar apa yang sedang menimpa dirinya kini.

Woha!

Dimas berteriak senang. Rupanya berita lamarannya jadi trending topik di sosial media. Dia pun melihat akun sosmednya, followersnya bertambah.

"Yes! 0Hahaha, aku unggul dari kamu, Fajar. Hahaha. Followersku nambah."

Dimas pun melanjutkan membaca komenan para netizen. Sesekali Dimas terkekeh, dengan beberapa komentar netizen. Ada yang berkomentar lucu, baik dan jelek juga banyak. Tapi dia tak peduli.

"Hahaha, mau kalian nyebut aku naik kasta, aji mumpung, Cinderela-man atau lelaki beruntung lah, lelaki kere, lelaki modal tampang lah, aku gak peduli. Bahkan mau kalian berkomentar lebih buruk untuk aku pun aku gak peduli. Penting aku kaya, aku terkenal. Mimpiku terwujud. Hahaha."

Dimas masih asik berselancar di sosial media. Tentu saja menggunakan akun palsunya. Lalu secara tak sengaja dia melihat status di I* Anin yang menampilkan keindahan Baturaden. Dia sengaja tak memblokir sosmed Anin untuk akun palsunya. Dia hanya ingin tahu kehidupan sang mantan setelah dia putuskan.

Rupanya dia baik-baik saja. Buktinya, Anin tak mencoba menghubungi dia lewat saudaranya, pamannya atau lewat sosmed. Anyep.

Dimas mengira Anin pasti tidak masalah diputuskan. Toh, Anin cantik. Pasti banyak yang akan melamarnya. Anin tinggal pilih mau yang mana.

Dimas kembali menatap potret yang diunggah Anin. Rupanya, dia juga menuliskan beberapa baris kalimat sebagai caption yang setelah dibaca, sedikit menyentil hati Dimas.

[Lihatlah, hari akan selalu sama. Tak perlu risau dan teruslah melangkah. Jangan pernah ragu atau takut. Kita tak pernah tahu ujungnya dunia. Apa yang akan kau temui di tepi jalan adalah misteri. Kalau mengagetkan ya teriak kalau membahagiakan ya tersenyum. Andai lucu maka tertawalah. Andai menyakitkan maka menangislah. Kita hanya lakon di dunia. Tetap tempat kembali dan mengadu hanyalah Sang Penguasa]

Dimas meremas ponselnya. Wajahnya mendung mengingat mantan pacarnya. Gadis polos nan baik hati. Gadis yang dia cintai hingga kemudian cintanya goyah sejak bertemu Intan. Sosok cantik yang memberinya warna baru akan kehidupan. Dan apa itu berjuang demi keinginan. Dimas menatap Intan yang masih asik terlelap. Dia mencoba memantapkan hati.

'Jangan goyah, Dimas. Ingat, kamu punya mimpi dan mimpimu tak akan terwujud kalau kamu terus bersama Anin. Tapi dengan Intan, mimpimu akan terwujud. Kamu suka dia, dia suka kamu. Orang tua Intan bakalan mendukung karirmu. Kalau sama Anin, kamu gak akan dapat apa-apa. Lagi pula, Anin terlalu polos. Kamu pacaran bertahun-tahun dengannya apa yang kamu dapat? Kamu bahkan gak tahu bentuk rambutnya kayak apa. Lepaskan dia, biarkan dia dengan yang lain. Kamu? Kamu cukup nikmati usaha kerasmu." Dimas tersenyum licik. Dia lalu melakukan sesuatu pada i* Anin dan memblokirnya.

"Selamat tinggal Anin. Maaf, aku menyerah pada hubungan kita. Kamu gak akan bisa membantuku mencapai cita-citaku. Beda dengan Intan. Ayahnya punya kuasa dan Intan, dia punya popularitas yang akan menambah nilaiku. Kami saling mendukung."

Related chapters

  • Peran Orang Ketiga   5. Mereka Cuma Teman

    Dini menyapa Rafa dan Nana yang baru saja keluar dari dalam rumah. Rafa dan Nana yang disapa hanya diam, dan tanpa membalas sapaan Dini, kedua kakak beradik memilih segera berjalan. Dini hanya bisa terpaku melihat sikap tetangga satu RT sekaligus temannya itu. Dini mendesah dia menunggu seseorang yang belum nampak batang hidungnya. Tak berselang lama, sosok yang dia tunggu akhirnya keluar. Dini segera menyapa Anin."Mbak Anin."Anin yang baru saja menutup pintu cukup terkejut. Dia menoleh pada Dini. Reaksi Anin adalah mematung untuk sementara waktu sebelum akhirnya dia bisa bersikap biasa saja."Hai, Din. Mau berangkat?""Iya."Anin menatap ke sekeliling mencari dua adik sepupunya."Gak ketemu Rafa sama Nana apa? Padahal tadi keluar gak berjarak lama dari mbak.""Gak Mbak." Dini sengaja berbohong. Dia tak mungkin mengatakan kalau Rafa dan Nana bersikap ketus padanya."Ooo, slisiban mungkin."Anin lalu segera berjalan. Dia melewati Dini dan Dini pun mengikutinya. Keduanya menapaki jal

    Last Updated : 2024-11-26
  • Peran Orang Ketiga   6. Bahan Gosip

    Berita pernikahan Dimas dan Intan semakin meluas. Bahkan seluruh warga desa Bantarsari sudah tahu. Banyak dari mereka yang kaget dengan berita ini, pasalnya yang mereka tahu kalau Dimas dekat dengan Anin. Banyak orang yang kini jadi kasihan pada Anin."Memangnya sudah lama putus ya?""Ya begitulah.""Tapi kok gak ada kabar ya?""Ya mungkin sengaja diem-diem.""Kasihan si Anin.""Iya.""Padahal udah setia nungguin, lah malah ditinggal.""Ho'oh, kupikir bakalan sampai nikah sama Anin. Orang tiap Dimas pulang, ngapelinnya si Anin.""Aku juga mikirnya begitu. Kelihatan cinta banget Dimasnya.""Halah, jangan percaya cowok. Kayak gak tahu aja cowok gimana.""Bener. Udah punya istri cantik aja banyak yang selingkuh.""Betul. Apalagi ini cuma pacaran. Nikah aja bisa bubar karena suaminya kecantol cewek lain.""Betul."Para ibu-ibu di kampung selalu saja menggosipkan Anin dan Dimas. Terkadang mereka tidak sadar, sedang menggosip tapi ada Anin, Iyah, Rafa, Nana, bahkan tak jarang mereka menggos

    Last Updated : 2024-12-05
  • Peran Orang Ketiga   7. Lari Dari Kejaran

    "Sudah gak usah kamu pikirkan, penting kamu fokus daftar P3K-nya!" saran Bu Yana. "Iya Bu, tapi tetep kepikiran. Mana sekarang banyak yang suka datang ke rumah. Kalau cuma chat atau lewat sosmed, saya gak masalah Bu Yana." Bu Yana salah satu guru senior di tempat Anin mengabdi ikut prihatin. Dia mengusap punggung rekan kerjanya penuh sayang. "Kamu yang sabar ya?" "Iya, Bu." "Pasrah saja, wong belum jodoh mau gimana lagi." "Iya, Bu." "Jodoh gak bakalan salah alamat. Mungkin dengan kejadian ini, kamu sedang dijauhkan dari kemudharatan. Bayangkan saja, kamu nunggu lama tapi gak ada kepastian. Ya gak mau, kan?" "Gak Bu." "Nah, kan?" Bu Yana lalu teringat akan keponakannya. "Nin." "Ya." "Apa kamu sama Althaf saja ya? Sudah PNS alhamdulillah. Jadi staf dibagian keuangan di Pengadilan Negeri Purwokerto." Mendengar nama Althaf, Anin sempat diam. Dia lalu menggeleng. "Gak, Bu. Sama Dimas aja saya dipecat jadi pacar apalagi sama Althaf." "Ish, kamu nih! Althaf gak segitunya kali

    Last Updated : 2024-12-06
  • Peran Orang Ketiga   8. Olesin

    Suara teriakan dan decitan ban mobil menggema disusul suara bunyi mobil yang menabrak tiang listrik. Anin berdiri gemetar. Dia tak bisa melakukan apa pun. Dia terlalu shock. Sementara itu, para wartawan dan orang-orang di sekitaran kini mulai menuju ke mobil Kijang Innova hitam. Bermaksud mencari tahu keadaan sang pengemudi. Salsa berlari ke arah sang sahabat. Dia khawatir."Nin! Anin! Kamu gak papa?" tanya Salsa. Dia melihat sang sahabat dari atas ke bawah. Memeriksa dengan teliti, takut sang sahabat terluka."Nin! Nin." Salsa mengguncang kedua bahu Anin.Anin rupanya masih shock. Sebab dia hampir saja celaka ditabrak mobil. "Nin," panggil Salsa. Dia masih khawatir karena sahabatnya belum merespon.Suara teriakan beberapa orang menggema. Anin akhirnya bisa sadar kalau dia sedang berada di mana dan kenapa.Anin mengedarkan pandangan. Tatapan matanya kini tertuju pada mobil Kijang Innova yang bagian depannya penyok akibat menabrak tiang listrik. Anin segera berlari menghampiri. Dia me

    Last Updated : 2024-12-16
  • Peran Orang Ketiga   9. Tamu

    Anin masih posisi rebahan di atas kasur. Hari ini mumpung hari minggu, jadi dia menggunakan hari ini untuk rebahan saja. Toh, mau keluar rumah pun dia malas. Para tetangga masih asik membicarakannya. Trauma didatangi oleh para wartawan juga masih membekas di ingatan. Anin beberapa kali terlihat gelisah. Sesekali untuk melepaskan rasa gelisahnya Anin akan duduk, berdiri, berjalan mondar-mandir di kamar lalu rebahan lagi. Begitu seterusnya hingga dia lelah dan beneran tidur.Anin baru bisa membuka matanya saat ada ketukan di pintu kamar. Dia bangun, menggeliat lalu berjalan menuju ke pintu. Saat pintu terbuka tampaklah sang bibi yang memberinya senyum hangat seperti biasa."Bi. Ada apa?""Ada tamu, mau ketemu kamu."Dahi Anin mengernyit. Dia merasa tak mempunyai janji dengan siapa pun."Siapa, Bi?""Lihat aja ke depan. Jangan lupa pakai kerudung yang benar sama bajunya juga." Iyah lalu berbalik ke arah ruang tamu lagi tanpa memberitahu siapa tamu yang datang.Anin pun makin penasaran de

    Last Updated : 2024-12-16
  • Peran Orang Ketiga   10. Si Tukang Jahil

    "Jadi Althaf udah main?"Anin mengangguk. "Sama orang tuanya?"Lagi. Anin mengangguk."Buat ngelamar kamu?"Anin menatap sahabatnya dengan tatapan tajam. Salsa tertawa lalu kembali menyeruput es kelapa muda miliknya. Anin dan Salsa sedang menikmati es kelapa muda di tempat favorit keduanya. Anin dan Salsa bukan hanya merupakan rekan kerja tapi teman satu SMA, makanya dekat. Mereka sering curhat masalah masing-masing seperti saat ini. Anin baru saja curhat kalau Althaf dan kedua orang tuanya datang ke rumahnya. Dia juga bercerita kalau mereka memutuskan menetap di Banjarnegara setelah Pramono pensiun. Rumah mereka yang di Purwokerto pinggiran dijual dan sebagian uangnya digunakan untuk membeli rumah minimalis di pusat kota Purwokerto karena Althaf diterima sebagai PNS di Pengadilan Negeri Purwokerto. Makanya, mereka sengaja membeli rumah untuk memudahkan sang putra. Sementara sebagian uangnya lagi digunakan untuk membeli rumah di Banjar. Pramono ingin menikmati masa pensiunnya di ko

    Last Updated : 2024-12-16
  • Peran Orang Ketiga   11. Bertemu Juga

    Dimas melihat pemandangan di desanya dengan hati tenang. Desa Bantarsari tempat dia dilahirkan dan dibesarkan memang selalu menawarkan rasa damai di hati Dimas. Di tanah inilah, dia sering bermain dengan teman-temannya. Menjelajah seluruh alam asri, memberinya banyak tempat untuk belajar dan memperkuat diri dengan segala medannya."Kamu pasti seneng balik kampung."Dimas menoleh. Dia tersenyum pada salah satu sahabat masa kecilnya, Yudi."Iya. Gak ada polusi, gak ada kebisingan kayak di kota.""Tapi duitnya gak sebanyak di kota," gurau Yudi.Keduanya tertawa. Lalu Dimas dan Yudi melanjutkan kegiatan lari pagi bersama. Selama mengelilingi kampung, Dimas harus bertemu dengan banyak orang. Dengan sopan dan ramah, dia meladeni sapaan semua orang. Ada yang hanya ingin salaman, foto hingga mengobrol, semua Dimas ladeni tanpa mengeluh."Artis sih kamu ya, Dim. Banyak fans-nya."Dimas hanya tertawa mendengar godaan sang kawan. Dia terus meladeni semua orang hingga tak sadar, tempat yang dia t

    Last Updated : 2024-12-20
  • Peran Orang Ketiga   12. Saingan Abadi

    Dimas tak mampu mencegah senyumnya terus keluar. Pasalnya, sejak dia pulang, lontaran berupa pujian selalu dia dengar dari para tetangga. Dimas boleh berbangga hati, sebab Dimas si anak desa, anak petani miskin mampu meraih kesuksesan di usia muda. Dimas bisa membungkam banyak mulut nyinyir yang dulu menghinanya.“Hahaha, lihat kalian semua. Sekarang kalian memujiku, memakan makanan dari hasil keringatku. Padahal dulu tak jarang dari kalian menghinaku. Mengatakan si anak miskin, tidak akan mungkin jadi atlet. Hahaha. Kubungkam mulut kalian semu. Lihat ini? Di desa ini siapa anak muda yang lebih sukses dari aku? Gak ada!” batin Dimas. Sombong.Meski merasa puas bisa sombong pada orang-orang yang dulu sering mencibir dan menghinanya, Dimas tetap memasang wajah ramah dan senyum semringah.Yusman juga tak kalah bahagia. Dia benar-benar merasa bangga atas prestasi sang anak. Sayangnya, dia tak berpikir sombong seperti sang putra. Yusman tetap bersikap bersahaja."Kamu pasti bangga ya, Yus,

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Peran Orang Ketiga   12. Saingan Abadi

    Dimas tak mampu mencegah senyumnya terus keluar. Pasalnya, sejak dia pulang, lontaran berupa pujian selalu dia dengar dari para tetangga. Dimas boleh berbangga hati, sebab Dimas si anak desa, anak petani miskin mampu meraih kesuksesan di usia muda. Dimas bisa membungkam banyak mulut nyinyir yang dulu menghinanya.“Hahaha, lihat kalian semua. Sekarang kalian memujiku, memakan makanan dari hasil keringatku. Padahal dulu tak jarang dari kalian menghinaku. Mengatakan si anak miskin, tidak akan mungkin jadi atlet. Hahaha. Kubungkam mulut kalian semu. Lihat ini? Di desa ini siapa anak muda yang lebih sukses dari aku? Gak ada!” batin Dimas. Sombong.Meski merasa puas bisa sombong pada orang-orang yang dulu sering mencibir dan menghinanya, Dimas tetap memasang wajah ramah dan senyum semringah.Yusman juga tak kalah bahagia. Dia benar-benar merasa bangga atas prestasi sang anak. Sayangnya, dia tak berpikir sombong seperti sang putra. Yusman tetap bersikap bersahaja."Kamu pasti bangga ya, Yus,

  • Peran Orang Ketiga   11. Bertemu Juga

    Dimas melihat pemandangan di desanya dengan hati tenang. Desa Bantarsari tempat dia dilahirkan dan dibesarkan memang selalu menawarkan rasa damai di hati Dimas. Di tanah inilah, dia sering bermain dengan teman-temannya. Menjelajah seluruh alam asri, memberinya banyak tempat untuk belajar dan memperkuat diri dengan segala medannya."Kamu pasti seneng balik kampung."Dimas menoleh. Dia tersenyum pada salah satu sahabat masa kecilnya, Yudi."Iya. Gak ada polusi, gak ada kebisingan kayak di kota.""Tapi duitnya gak sebanyak di kota," gurau Yudi.Keduanya tertawa. Lalu Dimas dan Yudi melanjutkan kegiatan lari pagi bersama. Selama mengelilingi kampung, Dimas harus bertemu dengan banyak orang. Dengan sopan dan ramah, dia meladeni sapaan semua orang. Ada yang hanya ingin salaman, foto hingga mengobrol, semua Dimas ladeni tanpa mengeluh."Artis sih kamu ya, Dim. Banyak fans-nya."Dimas hanya tertawa mendengar godaan sang kawan. Dia terus meladeni semua orang hingga tak sadar, tempat yang dia t

  • Peran Orang Ketiga   10. Si Tukang Jahil

    "Jadi Althaf udah main?"Anin mengangguk. "Sama orang tuanya?"Lagi. Anin mengangguk."Buat ngelamar kamu?"Anin menatap sahabatnya dengan tatapan tajam. Salsa tertawa lalu kembali menyeruput es kelapa muda miliknya. Anin dan Salsa sedang menikmati es kelapa muda di tempat favorit keduanya. Anin dan Salsa bukan hanya merupakan rekan kerja tapi teman satu SMA, makanya dekat. Mereka sering curhat masalah masing-masing seperti saat ini. Anin baru saja curhat kalau Althaf dan kedua orang tuanya datang ke rumahnya. Dia juga bercerita kalau mereka memutuskan menetap di Banjarnegara setelah Pramono pensiun. Rumah mereka yang di Purwokerto pinggiran dijual dan sebagian uangnya digunakan untuk membeli rumah minimalis di pusat kota Purwokerto karena Althaf diterima sebagai PNS di Pengadilan Negeri Purwokerto. Makanya, mereka sengaja membeli rumah untuk memudahkan sang putra. Sementara sebagian uangnya lagi digunakan untuk membeli rumah di Banjar. Pramono ingin menikmati masa pensiunnya di ko

  • Peran Orang Ketiga   9. Tamu

    Anin masih posisi rebahan di atas kasur. Hari ini mumpung hari minggu, jadi dia menggunakan hari ini untuk rebahan saja. Toh, mau keluar rumah pun dia malas. Para tetangga masih asik membicarakannya. Trauma didatangi oleh para wartawan juga masih membekas di ingatan. Anin beberapa kali terlihat gelisah. Sesekali untuk melepaskan rasa gelisahnya Anin akan duduk, berdiri, berjalan mondar-mandir di kamar lalu rebahan lagi. Begitu seterusnya hingga dia lelah dan beneran tidur.Anin baru bisa membuka matanya saat ada ketukan di pintu kamar. Dia bangun, menggeliat lalu berjalan menuju ke pintu. Saat pintu terbuka tampaklah sang bibi yang memberinya senyum hangat seperti biasa."Bi. Ada apa?""Ada tamu, mau ketemu kamu."Dahi Anin mengernyit. Dia merasa tak mempunyai janji dengan siapa pun."Siapa, Bi?""Lihat aja ke depan. Jangan lupa pakai kerudung yang benar sama bajunya juga." Iyah lalu berbalik ke arah ruang tamu lagi tanpa memberitahu siapa tamu yang datang.Anin pun makin penasaran de

  • Peran Orang Ketiga   8. Olesin

    Suara teriakan dan decitan ban mobil menggema disusul suara bunyi mobil yang menabrak tiang listrik. Anin berdiri gemetar. Dia tak bisa melakukan apa pun. Dia terlalu shock. Sementara itu, para wartawan dan orang-orang di sekitaran kini mulai menuju ke mobil Kijang Innova hitam. Bermaksud mencari tahu keadaan sang pengemudi. Salsa berlari ke arah sang sahabat. Dia khawatir."Nin! Anin! Kamu gak papa?" tanya Salsa. Dia melihat sang sahabat dari atas ke bawah. Memeriksa dengan teliti, takut sang sahabat terluka."Nin! Nin." Salsa mengguncang kedua bahu Anin.Anin rupanya masih shock. Sebab dia hampir saja celaka ditabrak mobil. "Nin," panggil Salsa. Dia masih khawatir karena sahabatnya belum merespon.Suara teriakan beberapa orang menggema. Anin akhirnya bisa sadar kalau dia sedang berada di mana dan kenapa.Anin mengedarkan pandangan. Tatapan matanya kini tertuju pada mobil Kijang Innova yang bagian depannya penyok akibat menabrak tiang listrik. Anin segera berlari menghampiri. Dia me

  • Peran Orang Ketiga   7. Lari Dari Kejaran

    "Sudah gak usah kamu pikirkan, penting kamu fokus daftar P3K-nya!" saran Bu Yana. "Iya Bu, tapi tetep kepikiran. Mana sekarang banyak yang suka datang ke rumah. Kalau cuma chat atau lewat sosmed, saya gak masalah Bu Yana." Bu Yana salah satu guru senior di tempat Anin mengabdi ikut prihatin. Dia mengusap punggung rekan kerjanya penuh sayang. "Kamu yang sabar ya?" "Iya, Bu." "Pasrah saja, wong belum jodoh mau gimana lagi." "Iya, Bu." "Jodoh gak bakalan salah alamat. Mungkin dengan kejadian ini, kamu sedang dijauhkan dari kemudharatan. Bayangkan saja, kamu nunggu lama tapi gak ada kepastian. Ya gak mau, kan?" "Gak Bu." "Nah, kan?" Bu Yana lalu teringat akan keponakannya. "Nin." "Ya." "Apa kamu sama Althaf saja ya? Sudah PNS alhamdulillah. Jadi staf dibagian keuangan di Pengadilan Negeri Purwokerto." Mendengar nama Althaf, Anin sempat diam. Dia lalu menggeleng. "Gak, Bu. Sama Dimas aja saya dipecat jadi pacar apalagi sama Althaf." "Ish, kamu nih! Althaf gak segitunya kali

  • Peran Orang Ketiga   6. Bahan Gosip

    Berita pernikahan Dimas dan Intan semakin meluas. Bahkan seluruh warga desa Bantarsari sudah tahu. Banyak dari mereka yang kaget dengan berita ini, pasalnya yang mereka tahu kalau Dimas dekat dengan Anin. Banyak orang yang kini jadi kasihan pada Anin."Memangnya sudah lama putus ya?""Ya begitulah.""Tapi kok gak ada kabar ya?""Ya mungkin sengaja diem-diem.""Kasihan si Anin.""Iya.""Padahal udah setia nungguin, lah malah ditinggal.""Ho'oh, kupikir bakalan sampai nikah sama Anin. Orang tiap Dimas pulang, ngapelinnya si Anin.""Aku juga mikirnya begitu. Kelihatan cinta banget Dimasnya.""Halah, jangan percaya cowok. Kayak gak tahu aja cowok gimana.""Bener. Udah punya istri cantik aja banyak yang selingkuh.""Betul. Apalagi ini cuma pacaran. Nikah aja bisa bubar karena suaminya kecantol cewek lain.""Betul."Para ibu-ibu di kampung selalu saja menggosipkan Anin dan Dimas. Terkadang mereka tidak sadar, sedang menggosip tapi ada Anin, Iyah, Rafa, Nana, bahkan tak jarang mereka menggos

  • Peran Orang Ketiga   5. Mereka Cuma Teman

    Dini menyapa Rafa dan Nana yang baru saja keluar dari dalam rumah. Rafa dan Nana yang disapa hanya diam, dan tanpa membalas sapaan Dini, kedua kakak beradik memilih segera berjalan. Dini hanya bisa terpaku melihat sikap tetangga satu RT sekaligus temannya itu. Dini mendesah dia menunggu seseorang yang belum nampak batang hidungnya. Tak berselang lama, sosok yang dia tunggu akhirnya keluar. Dini segera menyapa Anin."Mbak Anin."Anin yang baru saja menutup pintu cukup terkejut. Dia menoleh pada Dini. Reaksi Anin adalah mematung untuk sementara waktu sebelum akhirnya dia bisa bersikap biasa saja."Hai, Din. Mau berangkat?""Iya."Anin menatap ke sekeliling mencari dua adik sepupunya."Gak ketemu Rafa sama Nana apa? Padahal tadi keluar gak berjarak lama dari mbak.""Gak Mbak." Dini sengaja berbohong. Dia tak mungkin mengatakan kalau Rafa dan Nana bersikap ketus padanya."Ooo, slisiban mungkin."Anin lalu segera berjalan. Dia melewati Dini dan Dini pun mengikutinya. Keduanya menapaki jal

  • Peran Orang Ketiga   4. Sang Mantan

    Darti hanya duduk diam bersama sang suami, Yusman. Mereka yang berasal dari desa tidak terlalu mengerti pesta ala orang kota. Orang kaya. Sejak dia dan sanak saudara yang lain datang, Darti hanya terima beres. Semua bawaan yang harus dia siapkan dan bawa untuk calon menantu sudah disiapkan oleh Dimas. Mereka hanya perlu datang ke rumah calon Dimas saja.Serangkaian proses ia ikuti dengan tatapan bingung dan hanya manut saja. Mau diajak kemana dan harus ngapain, pokoknya manut. Sampai serangkaian acara selesai dan dia bisa duduk beristirahat, Darti dan sang suami pun memilih menyepi dari keramaian. Jujur dia bingung, harus mengobrol dengan siapa. Dan bahan obrolan apa yang harus dia bahas jika ada yang mengajaknya ngobrol. Jadilah keduanya memilih diam sambil sesekali melihat sang putra tersenyum bahagia sambil merangkul sang tunangan. Bahkan tak jarang pelukan yang dilakukan Dimas dan Rahayu Intan Rinjani, calon menantunya terlalu intim. Darti risih melihatnya. Rahayu Intan Rinjani

DMCA.com Protection Status