“Mau kemana sepagi ini? “
Aku tersentak dan refleks mengangkat kepalaku. Ashlyn berdiri di depan pintu sambil memandangku heran.
“Kamu mengagetkanku.” Kuteruskan kesibukanku mengikat tali sepatu. Setelah selesai aku langsung berdiri.
“Aku mau jogging sedikit. “
Ashlyn mengerutkan kening.
“Itu sama sekali bukan seperti dirimu.”
Aku tersenyum. Aku bukan penggemar olah raga, terutama lari. Apalagi yang harus dimulai sepagi ini. Ashlyn lah yang punya kebiasaan lari pagi. Pantas saja jika dia heran melihat aku bangun pagi untuk jogging.
“Aku ikut denganmu kalau begitu. Tunggu aku. “
“Nenek? “
“Tidak apa-apa. Nenek akhirnya bisa tidur dengan baik setelah berhari-hari. Aku tidak yakin dia akan bangun pagi. “
Tidak perlu menunggu terlalu lama Ashlyn turun dengan pakaian olah raga dan rambut di ekor kuda.
“Ayo.”<
Badanku terasa sakit semua. Aku mengerang dan membuka mata. Tidak banyak yang bisa kulihat di kegelapan di sekelilingku. Aku segera bangun dan menatap berkeliling.“Ash.”Suaraku menggema namun tidak terdengar jawaban dari Ashlyn.“Ashlyn!”Aku mengulang usahaku dan masih tidak ada sahutan apapun. Aku mulai khawatir.Kegelapan adalah musuh besar Ashlyn. Aku tidak bisa membayangkan keadaannya jika dia jatuh di tempat segelap ini yang bahkan tanganku sendiri tidak bisa kulihat. Aku segera berdiri.Duak!“Sialan!” makiku saat kepalaku membentur sesuatu dengan keras.Kuraba-raba benda yang membentur kepalaku dan kurasakan sesuatu yang menonjol dan panjang saling menjalin di sesuatu yang mirip langit-langit rumah.“Bukankah aku tadi jatuh? Seharusnya di atasku tidak ada apa-apa, kenapa malah ada atap di atas kepalaku? Apa aku tertimbun?”Aku meraba-raba lagi
Aku berdiri diantara batang dan akar pohon berwarna putih. Aku memutar kepalaku memandang lagi lubang dimana aku keluar. Mengagumi kenyataan bahwa aku baru saja keluar dari dalam sebuah batang pohon.Kuangkat kepalaku dan kusadari betapa besarnya pohon yang menaungiku. Batangnya menjulang begitu tinggi. Sementara kanopi pohon merentang begitu luas memberikan keteduhan. Daun-daunnya yang berwana hijau keperakan bergemerisik merdu ditiup angin sementara rantingnya melambai-lambai menenangkan.Angin berhembus lembut menerpa wajahku. Kusentuh kulit dari batang pohon itu sambil mengucap syukur dalam hati. Karena aku tidak terkubur hidup-hidup tapi justru terselamatkan dan terlindungi di dalamnya.Ini jelas bukan pohon yang ada di hutan Emrys. Bagaimana bisa aku berakhir di disini? Apa Ashlyn juga disini? Apa dia baik-baik saja?Pikiran tentang Ashlyn kembali membuat aku melongokkan kepalaku ke dalam pohon.“Ash! Apa kamu di dalam? “ ak
Bab 12“Haish!”aku menggeram saat tersandung sesuatu dan hampir jatuh. Buru-buru kuseimbangkan tubuhku yang oleng dengan menyambar dahan pohon terdekat. Akibatnya beberapa buahnya yang berukuran kecil jatuh menimpaku. Sekali lagi aku menggeram.“Hihihi.. “Terdengar suara tawa kecil entah dari mana. Aku memandang berkeliling.“Siapa disana? “Aku berseru ke arah rerimbunan pohon yang kuyakini sumber datangnya suara. Tapi tidak ada jawaban.“Halo? “Aku berseru lagi tapi tetap tidak ada jawaban. Mendadak aku merinding.Aku bukan orang yang penakut. Tapi setelah hampir mati tertindih batu kemudian tiba-tiba berada di hutan yang tidak aku kenal dengan cara yang aneh, terpisah dari Ashlyn lalu mendengar suara-suara aneh mau tidak mau aku menjadi lebih sensitif.Aku menggoyang kepalaku keras-keras mencoba menghilangkan segala pikiran yang menghinggapi benakku, lalu kemba
Aku sampai di sebuah tanah lapang dengan nafas sedikit terengah-engah.Ketiga makhluk yang kuiikuti tadi tidak terlihat dimanapun.Kupandang hutan di sekelilingku sambal terus berjalan. Dan semakin aku berjalan semakin menganga mulutku dan semakin membelalak mataku.Di tengah tanah lapang ada sebuah pohon besar yang dikelilingi berbagai makhluk paling menakjubkan yang pernah kulihat. Ada yang tampak tinggi besar dengan cula di kepalanya. Ada yang kecil mungil dengan sayap warna warni di punggungnya. Ada pula berbagai hewan dengan berbagai bentuk dan ukuran yang tampak bercengkrama dengan damai.Seekor rusa bertanduk kecil dengan bulu berwarna emas berjalan mendekati pohon itu. Cara berjalannya sangat cantik dan anggun sehingga membuatku menahan nafas. Saat ia semakin mendekati pohon, seiring langkahnya ia berubah menjadi sesosok wanita tinggi semampai dengan rambut tergerai panjang dengan sepasang tanduk rusa kecil di kepalanya. Mata rusanya yang besar tamp
"Apakah aku begitu menakutkan untukmu sampai kau seterkejut ini?""Apa kau tidak bisa menutup mulutmu itu? Kamu tidak sopan dan terlihat bodoh sekali."Aku melongo sambil menatap sumber suara di sampingku yang berasal dari si makhluk capung tadi, menatap pohon besar itu, menatap dia lagi lalu kembali menatap pohon tadi."Ah, maafkan aku."Aku buru-buru minta maaf menyadari kebodohanku lalu menutup mulutku rapat-rapat."Hahaha.. Tidak apa-apa."Pohon besar itu bergetar seiring tawanya."Mendekatlah dan ceritakan siapa dirimu. Kami memiliki tamu lain yang juga ingin berbagi ceritanya sepertimu."Aku menatap kerumunan di hadapanku itu ragu-ragu."Ayo, ayo. Cepat pergi kesana."Aku menatap si kecil di sampingku yang tampak antusias mengepakkan sayapnya, lalu bangkit dan berjalan perlahan. Kerumunan mahluk ajaib itu membuka dan memberiku jalan sehingga aku sampai di tepat di depan si pohon besar.Di barisa
“Kau,” Aku masih menatapnya tidak percaya. “ Kau manusia.” Akhirnya aku bisa berkata-kata. Tapi entah kenapa kata-kataku terdengar sangat bodoh. Bahkan bagi telingaku sendiri. Lelaki tua itu tertawa kecil lalu mendekatkan wajah kayunya tepat di hadapanku. “Kau yang manusia. Bukan aku.” Ia lalu berbalik dan berdiri menjulang sambil menatapku. “Lalu, kau apa?” “Apa kamu tidak bisa lebih sopan? Ia adalah Raja Narawana. Pemimpin para Daunas, Peri Hutan.” Suara kecil tanpa diduga menjawab pertanyaanku. Aku menoleh kesana kemari mencari sumber suara. “Kau masih disini, Firroke?” Sesuatu terbang dari balik punggungku. Mahluk capung yang kutemui tadi. Ia melayang tepat di depan wajahku tanpa memperdulikan keberadaanku. “Maafkan aku Yang Mulia. Aku tidak bermaksud menguping. Aku akan segera pergi.” Wajah penuh kerutan itu tersenyum geli. "Tidak perlu. Tetaplah disini. Mari kita dengarkan cer
“Benarkah kalung ibu berasal dari dunia ini?” Ulang Ashlyn tidak percaya sementara aku mengulang-ulang informasi yang baru saja kuterima di dalam kepalaku seperti orang linglung.“Ya. Bangsa Erde adalah bangsa peri yang terkenal dengan kemampuannya membuat senjata dan perhiasan. Tidak ada peri lain yang dapat menandinginya. Kehalusan dan keindahan kalung ini adalah ciri khas yang dimiliki bangsa Erde.”Raja Narawana menyerahkan kembali kalung itu pada Ashlyn. Ashlyn menatap kalung itu seperti tersihir.“Tapi bagaimana ibu kami bisa memiliki perhiasan seperti ini?’“Bukankah itu suatu hal yang menarik, eh?” Raja Narawana menatap kami. “Apakah kalian tidak tahu dari mana ia mendapatkannya?”Kami berdua menggeleng bersamaan.“Aku melihat kalung itu dipakai ibu seumur hidupku. Jadi mungkin ibu mendapatkan kalung itu saat ia muda.” Jelasku.“Sepertinya akan sulit
“Apakah kalian sudah puas bercermin?” Raja Narawana memotong kesibukan kami mengagumi diri. Aku buru-buru bangkit dari posisiku dan kembali menghadap Raja Narawana. Bisa kurasakan wajahku memerah karena malu. Raja Narawana memandang kami geli. “Penampilan kalian cukup bagus bukan?” “Kenapa kami jadi seperti ini? Apa yang terjadi pada kami.” “Itu adalah penampilan yang wajar di dunia ini.” “Tapi kami bukan peri.” “Saat seorang manusia menyeberang kemari, secara otomatis ia akan berubah menjadi seperti peri.” “Apa maksudnya itu?” “Ah, sepertinya aku harus bercerita tentang semuanya mulai dari awal agar kalian lebih mudah memahami semuanya.” Ia melambaikan tangannya ke hamparan rumput di bawah kami. “Duduklah. Cerita ku mungkin akan sedikit memakan waktu.” Aku dan Ashlyn segera duduk seperti yang diminta. Aku duduk bersila sementara Firroke dengan santainya segera duduk dengan nyaman di atas lutut k