Share

Bab 17

Author: Dew Miller
last update Last Updated: 2021-11-30 12:56:24

“Apakah kalian sudah puas bercermin?”

Raja Narawana memotong kesibukan kami mengagumi diri. Aku buru-buru bangkit dari posisiku dan kembali menghadap Raja Narawana. Bisa kurasakan wajahku memerah karena malu. Raja Narawana memandang kami geli.

“Penampilan kalian cukup bagus bukan?”

“Kenapa kami jadi seperti ini? Apa yang terjadi pada kami.”

“Itu adalah penampilan yang wajar di dunia ini.”

“Tapi kami bukan peri.”

“Saat seorang manusia menyeberang kemari, secara otomatis ia akan berubah menjadi seperti peri.”

“Apa maksudnya itu?”

“Ah, sepertinya aku harus bercerita tentang semuanya mulai dari awal agar kalian lebih mudah memahami semuanya.”

Ia melambaikan tangannya ke hamparan rumput di bawah kami.

“Duduklah. Cerita ku mungkin akan sedikit memakan waktu.”

Aku dan Ashlyn segera duduk seperti yang diminta. Aku duduk bersila sementara Firroke dengan santainya segera duduk dengan nyaman di atas lutut k

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Penjelajah Benak   Bab 18

    “Apakah penjelasanku dapat menenangkan hati kalian?” “Yah, sedikit. “ kataku. Ashlyn langsung menyodok pinggangku dengan siku nya. Raja Narawana tergelak. “Jangan khawatir, kalian tidak akan sendirian pergi ke Dharana. Firroke akan menemani kalian.” Raja Narawana memandang Firroke. “Bagaimana Firroke?” “Siap melaksanakan perintahmu, Yang Mulia.” Ujar Firroke sambil membungkukkan badan. Aku menatap Daunas kecil itu dengan sangsi. Dan sepertinya Raja Narawana melihat ketidak percayaanku pada Daunas pilihannya. “Jangan khawatir tentang Firroke. Walaupun kecil, ia memiliki cukup kekuatan untuk membantu kalian di perjalanan.” Firroke membusungkan dadanya dengan bangga. “Jalur yang kalian lalui adalah jalur yang biasa kami gunakan untuk bepergian. Jadi itu adalah jalur yang aman. Bahkan seandainya tidak ada Firroke pun seharusnya kalian bisa melaluinya. “ Ia memandangku dan Ashlyn bergantian. “Tapi kal

    Last Updated : 2021-12-04
  • Penjelajah Benak   Bab 19

    “Hmmm.. Apakah semua manusia seperti dia? Kenapa mukanya bodoh sekali? Dia juga kelihatan lemah. Apa dia kuat melakukan perjalanan ke Dharana. ” Aku membuka mataku yang terasa lengket dengan malas. “Aku tidak selemah yang kamu kira, Firroke.” Erangku. Firroke yang duduk di atas punggung tanganku tersentak ke belakang karena terkejut dan hampir terguling. “A, aku tidak berkata apa-apa.” Kilah Firroke tergagap-gagap. “Jelas-jelas kamu mengatakan aku bodoh dan lemah. Apa kamu kira karena aku tidur aku tidak akan mendengar perkataanmu?” Firroke melangkah mundur dengan gerakan berhati-hati yang berlebihan. Ekspresi di wajahnya yang seperti capung tampak ketakutan. “Sungguh aku tidak berkata apa-apa tadi.” “Terserahlah.” Aku menghela nafas dan segera bangkit dari posisi tidurku yang tengkurap. Sambil menguap kecil aku berdiri. Firroke terbang ke depanku. “Apa kau benar-benar mendengar aku bicara?”

    Last Updated : 2021-12-08
  • Penjelajah Benak   Bab 20

    “Apakah masih jauh?” tanya Ashlyn ke Firroke. Kami baru selesai beristirahat menikmati makan siang kami di pinggir hutan yang berada di kaki sebuah bukit yang menurut Firroke bernama Bukit Sunji. “Seharusnya nanti sore sebelum matahari terbenam kita sudah sampai di kota. Kita hanya perlu melewati Celah Sunji yang berada di puncak bukit ini dan kita sudah mencapai wilayah terluar Dharana.” Aku memijit-mijit pinggang dan punggungku yang pegal. “Aku tidak membayangkan kalau kita harus melakukan perjalanan selama enam hari. Dengan berjalan. Tiga hari saja sudah melelahkan. Padahal kita mengendarai kuda.” Aku mendesah sambil meluruskan lenganku ke atas. "Ah, Raja Narawana memang baik." Firroke mendengus. “Dan kau bilang kau tidak selemah yang kukira.” Aku menarik jubahku yang digunakan Firroke untuk alas duduk. Daunas yang seperti capung itu terjengkang dan langsung berdiri sambil berkacak pinggang. “Hei!” “Ing

    Last Updated : 2021-12-10
  • Penjelajah Benak   Bab 21

    "Lubang yang ada disana adalah pintu masuk Celah Sunji.”Firroke menunjuk sebuah lubang yang berada sekitar lima puluh meter di bukit atas kami. Aku mengangguk. Setelah menyusuri Bukit Sunji yang keterjalannya lebih sesuai jika dikatakan sebagai tebing, akhirnya kami sampai ke pintu masuk negeri para peri angin, Dharana. Menurut Firroke ada tiga pintu masuk menuju Dharana, namun Bukit Sunji adalah yang paling mudah dilalui dan paling dekat dengan Hutan Seda. Aku mengelus surai kudaku dan menarik tali kekangnya, memerintahkannya berjalan. Ashlyn di belakangku melakukan hal yang sama dan segera mengikutiku. “Apa kuda-kuda ini tidak punya nama?” Entah mengapa pertanyaan ini tiba-tiba terlintas dalam pikiranku. “Tentu saja mereka punya.” Kata Firroke. “Ini adalah Misu. Sedangkan yang dinaiki Ashlyn bernama Tashi. Mereka bersaudara. Seperti kalian.” “Benarkah?” Firroke mengangguk. Ashlyn mengelus bulu Tashi yang berwarna abu-abu deng

    Last Updated : 2021-12-16
  • Penjelajah Benak   Bab 22

    Matahari sudah hampir tenggelam saat kami akhirnya tiba di pintu gerbang Dharana yang berukuran raksasa. Aku mendongak saat melewatinya. Pintu gerbang ini terbuat dari batu dan tingginya mungkin lebih dari dua puluh lima meter. Tidak bisa kubayangkan berapa orang yang harus dikerahkan untuk membuka dan menutup pintu ini setiap harinya.Tidak ada penjaga yang memeriksa kami. Tapi aku bisa melihat ada dua menara yang berada di masing-masing sisi gerbang, dan aku yakin para prajurit itu sudah mengawasi kami sejak kemunculan kami disini.Setelah melewati pintu gerbang, kami melewati jalan berpaving yang setelah kuamati, memiliki corak melingkar lingkar yang unik dan rumit. Kami yang buta arah hanya memiliki pilihan mengikuti jalan ini yang sepertinya merupakan jalan utama karena ukurannya yang lebar.Setelah beberapa saat berkuda akhirnya kami sampai di daerah yang berpenghuni. Setelah menyusuri jalan, akhirnya kami sampai di sebuah alun-alun dengan sebuah air mancu

    Last Updated : 2021-12-16
  • Penjelajah Benak   Bab 23

    “Kalian mau apa?”Salah seorang penjaga di pintu gerbang istana Dharana menghentikan kami. Ia seorang peri bertubuh jangkung dengan kulit sewarna coklat susu dan mata hitam.“Kami ingin bertemu Raja Vathu.” Kataku“Raja Vathu tidak menerima tamu di waktu seperti ini. Kalian kembali saja besok pagi.”“Tapi ini penting. Tidak bisakah kami bertemu dengannya hari ini?”“Semua yang ingin bertemu Raja Vathu pasti memiliki hal penting yang ingin mereka sampaikan. Tapi kalian hanya bisa bertemu dengan raja saat pagi sampai siang hari. Kembali saja besok pagi bersama dengan warga lain yang juga ingin bertemu raja.”Ia membuang muka. Kembali menatap lurus ke depan.Aku berpandangan dengan Ashlyn. Ashlyn menggamit lenganku menjauh dari penjaga itu.“Sepertinya memang tidak ada pilihan lain. Kita tunggu sampai besok saja.”“Kita cari makan malam saja

    Last Updated : 2021-12-20
  • Penjelajah Benak   Bab 24

    “Menurutmu apa kita akan berhasil kali ini?” Ashlyn bertanya di sela-sela perjalanan kami ke istana Dharana. Kami memilih berjalan kaki dan meninggalkan Misu dan Tashi di tempat Pratvi agar mereka bisa beristirahat. Jarak penginapan ke istana memang agak sedikit jauh dan menanjak tapi kami sepakat dengan cara ini kami iakan dapat menikmati pemandangan dan situasi kota dengan lebih baik. “Tentu saja. Kan kita memiliki kotak pemberian Raja Narawana.” Kata Firroke dengan yakin. “Yah, semoga saja.” Aku menimpalinya sambil menghindari seorang peri yang berjalan tergesa-gesa dari arah berlawanan. Kami melewati sebuah pasar kecil namun terlihat sibuk yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari lalu melewati pemukiman penduduk. Semakin kami menanjak mengikuti jalan yang berkelok-kelok semakin sedikit jumlah rumah dan peri yang kami temui. “Kemarin sepertinya tidak sejauh ini.” Aku mulai mengeluh. “Karena kita mengendarai Tashi dan

    Last Updated : 2021-12-28
  • Penjelajah Benak   Bab 25

    Tidak ada jawaban dari patung di depan kami.Tentu saja. Apa yang bisa diharapkan dari sebuah patung bukan?Tapi tidak mungkin seorang panglima perang seperti Lord Enki akan mempermainkan kami. Apalagi menggunakan rajanya sebagai bahan gurauan.“Apa maksud Anda, Lord Enki?” Tanya Ashlyn terdengar kebingungan.“Bukankah kalian ingin bertemu dengan Raja Vathu?”“Tapi ini kan..”Lord Enki menatap kami sungguh-sungguh.“Ini adalah Raja Vathu. Pemimpin Erde yang ingin kalian temui.”“Tapi, Raja Vathu tidak seperti ini.” Sela Firroke. “Ini, ini hanya patungnya.”Firroke berkata dengan terbata-bata. Lord Enki menggeleng mengisyaratkan ketidak setujuan.Baru saja Lord Enki hendak berbicara tiba-tiba pintu di belakang kami terbuka. Lord Enki memandang ke arah pintu dan kami bertiga serempak menoleh ke belakang. Seorang wanita dengan tubuh mun

    Last Updated : 2021-12-31

Latest chapter

  • Penjelajah Benak   Bab 87

    “Bagaimana?” Tanya Ashlyn setelah aku meletakkan Era dan memeriksa keadaannya.“Aku tidak melihat luka terbuka.”Wajah Ashlyn semakin khawatir.Tidak ada luka terbuka tapi Era tak kunjung siuman adalah pertanda buruk. Karena itu artinya ada yang tidak beres dengan tubuh bagian dalamnya.Aku mengusap wajahnya yang berkeringat dingin.“Sejauh pengelihatanku tangan dan kakinya normal.”“Antara kepala atau dadanya? Atau keduanya?”Aku mengangguk.Setelah memeriksa keadaan sekitar akhirnya Ashlyn ikut berjongkok.“Firroke, berjagalah.”Firroke mengangguk dan melompat ke tumbuhan terdekat.Ashlyn menepuk wajah Era pelan.“Era, bangun. Kau bisa mendengar suaraku?”Tidak ada respon.“Era. Kau mendengarku?”Ashlyn membuka tasnya dan meraih sebuah tabung berwarna perak. Dipegangnya ujung tabung dengan satu tangan sementara tangan yang lain menarik ujung yang berlawanan. Seketika tabung perak itu mengeluarkan cahaya berwarna putih benderang seperti lampu. Berdasarkan cerita Ashlyn, itu adalah le

  • Penjelajah Benak   Bab 86

    “Lynx.”“Kau menemukannya?”“Ya.”“Ada dua. Tapi aku tidak bisa menunjukkan semua sekaligus. Terlalu jauh.”“Yang menyerang Flaresh saja.”“Ya.”“Axel dan Ashlyn, bersiaplah membantu Era. Esen lindungi mereka.”“Baik.”“Firroke, Tunjukkan padaku di hitungan ketiga.”Firroke menganggguk. Kami semua bersiap penuh antisipasi.“Tiga!”Firroke menunjuk tangannya dan kemudian gerombolan tanaman perdu itu membuat sebuah celah kecil memperlihatkan sepasang sepatu boots berwarna hitam. Lynx mengayunkan cakarnya mengirimkan selarik sinar jingga yang langsung memporak porandakan tanaman perdu tersebut dan mengekspos peri yang berada di baliknya. Peri itu mundur dengan sempoyongan setelah dihantam serangan Lynx. Untuk sesaat serangan kepada kami berhenti. Flaresh dengan sigap memanfaatkan kesempatan tersebut dan segera berlari berkumpul dengan kami dan menyerahkan Era kepadaku. Saat aku telah mendekap Era erat-erat, Lynx secepat kilat berlari ke arah peri tadi dan mengejarnya.Aku seperti melihat

  • Penjelajah Benak   Bab 85

    Deruta adalah sebuah hamparan tanah yang diliputi tanaman perdu menghijau. Di sela-selanya mengalir puluhan sungai yang berkelok-kelok dan menjalar kesana kemari bagai akar sebuah pohon atau jaringan saraf manusia. Sungai-sungai itu ada yang cukup lebar sehingga kami perlu memasukinya untuk menyebrang dan ada pula yang sempit dan lebih mirip aliran air dan hanya perlu satu langkah untuk lewat. Namun kesemuanya jernih dengan aliran air yang tenang. Rasanya menyejukkan. Apalagi dengan angin yang terus berhembus sepoi melenakan.Aku menudungi mataku untuk melihat kemana sungai-sungai ini mengalir.“Semakin ke utara, sungai-sungai ini akan semakin lebar sehingga membuat kita membutuhkan perahu untuk melewatinya.” Ucap Lynx memahami keingin tahuanku. Seperti biasa ia berada di barisan paling belakang bertugas mengawasi kami sementara Flaresh yang memimpin perjalanan. Di depanku ada Ashlyn, lalu Era dan Esen. kami berjalan beriringan membentuk satu baraisan dengan jarak dua sampai tiga mete

  • Penjelajah Benak   Bab 84

    “Apa yang kau lakukan disini?” kami berlarian ke arahnya. Ini seperti de javu saat melihat Lynx beberapa waktu lalu.“Disini jalan umum. Aku bisa melakukan apa saja. Kenapa kau ingin tahu?”Belum satu menit bertemu dan dia sudah menguji kesabaran kami.“Bagaimana?” tanya Lynx.“Mungkin kemarin atau semalam. Dua hari lalu semua aman.”“Apa tidak akan ada yang memperbaiki?” Aku akhirnya memutuskan bergabung dalam diskusi mereka.“Prajurit patroli tidak memeriksa sampai dalam karena tidak banyak peri yang memilih lewat jalan ini kecuali daunas. Jadi kuragukan mereka tahu kecuali ada laporan dari peri yang akan keluar lewat sini.”“Lagipula, kalaupun ketahuan, perbaikan juga akan membutuhkan waktu beberapa hari.”“Tapi harusnya bangsa Erde bisa memperbaiki dengan cepat kan?” aku teringat prosesi pemakaman Bedhama dimana para idare Erde dengan mudahnya memanipulasi dan mengendalikan tanah sesuai keinginan mereka.“Tidak semudah itu. Celah Sunji bukan tempat biasa. Butuh Idare yang benar-be

  • Penjelajah Benak   Bab 83

    Perjalanan kami berlangsung dengan lancar tanpa kendala yang berarti sampai akhirnya kami sampai di bawah kaki Bukit Sunji. Aku menengadahkan kepala memandang jalur curam berkelok-kelok yang akan membawa kami ke pintu masuk Kerajaan Dharana.“Pintu masuk Dharana ada di atas sana.” Kataku pada Esen yang berkuda di sampingku.“Jadi disana yang namanya Celah Sunji?” Tanyanya. Aku mengangguk.“Kita langsung saja. Istirahatnya nanti saat kita sudah melewati celah Sunji.” Kata Lynx yang berada di barisan paling depan.“Baik.” Kami menjawab serempak. Lynx mempercepat langkah kudanya. Kami mengikutinya dan melakukan hal yang sama.Aku masih ingat betapa terjalnya jalan setapak Bukit Sunji dan betapa kerasnya angin yang berhembus di samping kami saat kami berjalan. Dulu kami sampai tidak bisa berjalan dengan tegak. Selain karena terjalnya jalan, angin yang keras seakan memanggil kami untuk terjun bebas. Ditambah lagi kami harus menuntun Misu dan Tashi. Sungguh bukan perjalanan mudah.Tapi kali

  • Penjelajah Benak   Bab 82

    Aku hanya mengantar kalian sampai sini.” Kata Ghadanfar saat kami sampai di sisi hutan yang sudah jarang ditumbuhi pohon. Langit sudah semakin terang dengan cahaya matahari yang memucat. “Selanjutnya kau tahu bukan?”Aku mengangguk. Ini adalah sisi hutan yang dulu pernah kami lalui saat pertama kali akan ke Erde.“Berhati-hatilah. Dan tetap waspada.” Ujarnya. Lagi-lagi aku hanya mengangguk.“Terima kasih banyak.” Kata Esen.“Bukan masalah.” Ghadanfar mengangkat bahu. Ia melompat lalu hilang di antara pepohonan.Aku menghela nafas. Kepergiannya meninggalkan setitik rasa waswas di hatiku.“Jadi, kita berangkat sekarang?” Kataku akhirnya memandangi teman-teman seperjalanku. Esen, Era dan Ashlyn mengangguk. Firroke yang duduk di bahu Ashlyn pun melakukan yang sama. Aku mengangguk dan melangkahkan kakiku yang agak berat meninggalkan hutan Seda yang terasa seperti rumah bagiku. Misu yang seakan mengerti perasaanku menggosokkan hidungnya ke tanganku yang menggenggam tali kekangnya. Aku terse

  • Penjelajah Benak    Bab 81

    “Kau sehat?”“Kalian baik-baik saja?”“Ah, Sanja. Lama tidak bertemu. Terima kasih telah mengantar mereka kemari. Aku tidak menyangka kalau kau yang akan mengantar mereka.”“Aku sedang ingin berjalan-jalan.”“Kalian hanya bertiga saja?”“Tidak. Kami ditemani Jalen.”Kami mengikuti arah pandangan Sanja dan mendapati kedua puma tadi telah berdiri di hadapan Raja Narawana dan berubah menjadi dua sosok peri. Yang satu adalah Ghadanfar, yang satu lagi sesosok peri yang tak pernah kami lihat. Ia berperawakan gempal, sedikit lebih pendek dari Ghadanfar namun saat ia berjalan ke samping Raja Narawana bersama Ghadanfar, kami bisa melihat bahwa ia tak lebih lambat darinya. Rambutnya yang berwarna hitam diikat kebelakang. Wajahnya tirus dengan mata berwarna kuning emas yang berkilat siaga. Dan di samping kedua matanya tampak lukisan atau tato simbol yang rumit berwarna putih keperakan yang membuatku seakan terbius dan tidak ingin mengalihkan pandanganku darinya.“Aku kira Tyh yang akan datang.”

  • Penjelajah Benak   Bab 80

    “Bisakah kau berhenti mondar-mandir?”Aku menghentikan langkahku dan mencari sumber suara yang telah mengomeliku. Esen berjalan mendekat dengan Firroke sedang berdiri di atas kepalanya. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukannya padaku. Biasanya ia hanya akan berdiri atau duduk di pundakku.“Firroke!”Firroke hanya mendengus tapi matanya berkilat senang.“Apa yang kau lakukan di sini?”“Aku akan menemani perjalanan kalian.”“Menemani kami?”“Ya. Aku dengar kalian akan bepergian.”“Kami tidak sedang piknik.”“Kau pikir aku tidak tahu?”Ia lalu melompat ke tanah dan berjalan ke arah Raja Narawana untuk memberinya salam.Aku mengalihkan pandanganku ke Esen. Kemunculan Firroke benar-benar diluar dugaan.“Kenapa kau baru datang?”“Ada yang harus kupersiapkan dengan Ghadanfar.”Aku mengangguk. Pantas saja Ghadanfar tidak terlihat sedari tadi.“Lalu, bagaimana bisa kau dan Firroke datang bersama?”“Aku bertemu dengannya di tengah jalan lalu dia bersikeras ingin ikut.”Aku memandang Raja Narawan

  • Penjelajah Benak   Bab 79

    Setelah hampir dua jam perjalanan kami sampai di pohon Zurine. Tampak Ghadanfar berdiri di bawah pohon menunggu kami dengan sikap siaga.Ia hanya mengangguk saat kami berada tepat di hadapannya, lalu berbalik dan menyentuh pohon Zurine. Batang pohon yang berkerut itu bergerak-gerak lalu mengembang dan menciptakan sebuah lubang yang cukup besar untuk kami masuki. Terdengar siulan pelan dari mulut Esen.Tanpa berkata apa-apa Ghadanfar memasuki pohon Zurine. Aku mengikutinya dengan Esen mengekor di belakangku. Kegelapan total menyambut kami begitu lubang di belakang kami tertutup. Hal ini mengingatkanku pada saat pertama kali aku sampai di Sena dan jatuh di dalam pohon ini.Ghadanfar meraih sesuatu lalu memberikannya kepada kami. Sebatang dahan pohon yang dipenuhi bunga yang sepintas mirip bluebell dan berpendar dengan cahaya putih. Kalau aku tidak salah ingat dari penjelasan Lynx bunga ini bernama Ruun. Dengan diterangi bunga Ruun aku bisa melihat keadaan sekelilingku yang seperti sebua

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status