“Selamat pagi.” Aku menutup pintu di belakangku dan menyapa Lynx yang sedang berdiri menatap ke hamparan Hutan Seda di bawah pohon tempat kami tidur. Ia berpaling padaku lalu mengangguk.“Aku diperintahkan Raja Narawana untuk mengantarmu berkeliling Hutan Seda.”“Bukankah aku harus berlatih?”“Raja Narawana memiliki hal mendesak yang harus dikerjakan. Jadi untuk sementara kau akan kutemani.”Aku mengerutkan alis.“Jangan khawatir. Berkeliling Hutan Seda akan meningkatkan stamina dan kekuatan fisikmu yang akan berguna sebagai bekalmu berlatih nanti.”Aku meringis mendengar kata-kata latihan fisik dari mulut Lynx.“Kau sudah siap?” Tanyanya. Aku mengangguk lalu melongok ke kamar sebelah yang pintunya tampak tertutup rapat.“Bagaimana dengan Esen? Aku tidak melihatnya. Apakah ia akan ikut dengan kita?”“Ia bersama Ghadhanfar.”Aku mengangguk sambil mengatakan “Oh” pendek. Sepertinya berlatih dengan Ghadhanfar akan lebih menyiksa.“Ayo.”Aku mengikuti Lynx yang berjalan dengan langkah r
Setelah satu hari yang melelahkan dengan diisi membangun jembatan dan perjalanan Panjang pulang ke pusat Seda, akhirnya pada hari kedua Lynx memutuskan untuk berkemah saja di desa para Hemaris.“Perjalanan kita terlalu membuang waktu dan tenaga. Lebih baik tenaga kita digunakan untuk membantu mereka.” Kata Lynx saat kutanya apa yang membuatnya memutuskan untuk menginap. Aku yang selama ini hanyalah pengikutnya hanya bisa setuju sekaligus pasrah. Pasrah karena dengan membantu para Hemaris itu artinya latihanku Bersama Raja Narawana akan semakin tidak jelas kapan waktunya.Lepas Tengah hari aku duduk di atas rerumputan dibawah pohon tilasa untuk beristirahat sambil memandang para Hemaris yang sepertinya tak pernah berhenti bekerja sambil mendengung riuh yang membuatku penasaran apa yang mereka bicarakan, atau mungkin mereka nyanyikan saat mereka bekerja hilir mudik dari satu pohon ke pohon lain sambil membawa madu dan nectar yang nantinya akan diolah menjadi Lasa. Gerakan mereka yang
Beberapa hari berlalu sejak terakhir kali aku dan Lynx mengunjungi desa para Hemaris yang penuh keceriaan dan kerja keras. Butuh waktu lima hari penuh bagi kami untuk dapat membangun kembali kerusakan yang terjadi di sana dan satu hari tambahan karena kami harus menunggu proses panen Lasa untuk dibawa ke Raja Narawana,Namun meskipun kami berhasil membawakannya Lasa, Raja Narawana masih terlalu sibuk untuk menemuiku, apalagi melatihku. Sehingga akhirnya Lynx kembali membawaku menjelajahi penjuru lain Hutan Seda. Melihat banyak hal, merasakan dan mendengar banyak hal yang membuatku akhirnya belajar banyak hal pula.Kali ini Langkahku mengikutinya berakhir di telaga yang dulu pernah kukunjungi saat pertama kali datang. Sebuah telaga yang indah yang permukaannya dihiasi lotus dan teratai yang menjadi tempat tinggal peri-peri dengan bentuk yang sama. Mereka peri kecil yang cantik dan tampak menggemaskan dengan pipi berwarna merah muda. Beberapa dari mereka tampak sedang bersantai di ata
Ini hari keempat kami singgah di telaga yang selalu lupa kutanyakan namanya pada Lynx. Saat ini, saat aku ingat untuk menanyakan apa nama telaga ini, ia menghilang entah kemana. Tapi menghilangnya Lynx memberikan aku waktu untuk bersantai. Setelah kenyang menghabiskan bekalku, aku berbaring dengan tubuh telungkup sambil memandang telaga. Hari hampir sore. Matahari sudah lebih condong ke barat, memberikan keteduhan dan kehangatan.Angin berhembus perlahan mempermainkan dedaunan dan bunga disekitar telaga. Nelofar yang sebelumnya bersembunyi saat aku pertama kali datang, kini tampak lebih berani menampakkan diri. Mungkin mereka menyadari bahwa aku bukanlah ancaman bagi mereka. Mereka melompat kesana kemari bermain diantara lotus dan Teratai tanpa suara. Tanpa saling sapa atau berbicara. Jika kuingat lagi, mereka tak pernah terlihat saling berkomunikasi.Sementara para Gachie yang selalu riang bermain dan berceloteh, kebalikan dari para nelofar, tampak terkantuk-kantuk di pinggir telaga
Aku sedang duduk dengan pikiran kosong ketika Ghadanfar dengan tubuh rampingnya yang menjulang tiba-tiba berdiri di sampingku tanpa suara. Saking terkejutnya, aku hampir jatuh dari tempat aku duduk. Beberapa peri yang sedang berjalan di dekatku sampai menghentikan langkah mereka karena melihat aksiku. “Maafkan aku mengejutkanmu.” Katanya sambil menyeringai. Mata kuning keemasannya berkilat jenaka. “Sepertinya kau tidak terlalu menyesal.” Kataku sedikit kesal karena ia berhasil membuatku terlihat seperti orang bodoh. Ghadanfar kembali menyeringai untuk menjawab protesku. “Lynx sedang melakukan tugas dari Raja Narawana. Untuk hari ini, ia ingin agar kau mencari lumut mossa di telaga Hayaa.” “Telaga Hayaa? Dimana itu?” Ghadanfar menatapku dengan heran. “Kau tidak tahu?” Aku menggeleng. Selama perjalananku melintasi hutan Seda aku telah melewati beberapa sungai dan telaga yang tidak repot-repot untuk diterangkan namanya oleh Lynx. Dan bodohnya aku yang tidakpernah bertanya."Meman
Aku meletakkan tas ku di tempat yang teduh dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Beberapa suku nelofar melihat ke arahku lalu kembali sibuk dengan apa yang sedang mereka kerjakan sebelumnya, tahu aku tidak akan mengganggu mereka. Dan kontras dengan tindakan mereka, para gachie segera datang mendekatiku dengan antusias.“Aku harus melakukan tugas dari Raja Narawana. Jadi jangan ganggu aku.”Aku merogoh saku depan mantelku dan mengambil sebungkus kue kering manis berlapis lasa dan parutan kelapa kering pemberian koki kepala, hasil dari membantunya mencuci piring setelah makan malam.“Nanti kue ini akan kuberikan pada kalian jika kalian membantuku.”Para gachie mengangguk dengan mata berbinar-binar mendengar penawaranku. Aku segera melepas mantel dan sepatu. Mengikat rapat dan menyimpan kue tadi di dasar tasku, lalu melakukan sedikit peregangan, bersiap untuk segera terjun ke dalam telaga Hayaa.“Jaga tasku.” Teriakku ke para gachie yang sibuk bermain tak jauh dari tempatku berdiri.
“Apa kau tidur?”Aku membuka mata dan menatap sesosok burung berwarna putih melayang di atas kepalaku. Kutegakkan tubuhku. Burung itu berputar di angkasa satu kali lalu dengan sebuah desiran halus ia mendarat di atas salah satu daun teratai besar di dekatku dan berubah menjadi seorang peri wanita bertubuh ramping dan mungil. Dulu aku pernah bertemu dengannya saat pertama kali tiba di sini. Namanya,“Aku Ava.” Kata peri itu seakan bisa mengetahui pikiranku.Ah, benar.“Apakah kau menemui kesulitan dengan tugasmu?” Tanyanya. Dengan santai ia duduk di atas daun teratai tadi sambil memainkan kakinya yang terjulur ke danau.“Kau tahu tugasku?” Tanyaku dengan heran.“Tentu saja. Itulah mengapa aku diminta kemari untuk melihat sejauh apa perkembanganmu.”Aku mengangguk sambil memandanginya yang duduk santai di atas daun teratai.“Ada apa?”“Ah, itu..” aku masih tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Ia punya ilmu meringankan tubuh atau bagaimana sih kok bisa-bisanya ia duduk di atas dau
Aku membuka pintu kamarku dan langsung disambut wajah ceria Esen.“Kau tidak ada latihan hari ini?” tanyaku padanya. Akhir-akhir ini kami jarang bertemu karena ia sibuk berlatih dengan Ghadanfar sedangkan aku sibuk bermain dan berkeliaran kesana kemari dengan kucing apiku. Sebutanku pada Lynx yang tentu saja hanya ada dalam pikiranku.“Kata Ghadanfar hari ini kita akan menemani Raja Narawana.”Jantungku seketika berdegup lebih kencang.“Benarkah?”“Ya. Itulah mengapa ia memintaku untuk memanggilmu.”“Akhrnyaaa..”Esen memandangiku dengan pandangan bertanya.“Sementara kau berlatih sampai tulangmu akan lepas, aku sama sekali belum berlatih, Esen.”Esen menggaruk kepalanya sambil meringis.“Aku tidak tahu harus merasa senang atau tidak mendengar perkataanmu. Ghadanfar benar-benar tidak tanggung-tanggung dalam melatihku. Sampai-sampai itu lebih mirip siksaan daripada latihan.”Aku tersenyum dan meninju dadanya pelan.“Tapi kau senang bukan?”Esen mengangguk dengan mata berbinar.“Baikla