“Kamu adalah Nicholas Axel Frederick. Putra konglomerat yang malang karena telah di tinggal mati oleh calon istrinya.” “Tutup mulutmu, sialan!” Desis Nicholas. Sonya tertawa. “Kenapa? Bukankah beritanya memang seperti itu?” Nicholas hanya menatap Sonya datar. “Lepaskan wanita itu.” “Wah, wah ... Tuan Muda Nicholas. Apa kamu lupa kalau wanita ini yang sudah membunuh calon istrimu?” Sonya membalas sinis. “Aku bilang lepaskan.” Nicholas kembali berujar datar. Sonya tersenyum. “Ada apa ini? Apa ada sesuatu di antara si pembunuh dan pria malang yang di tinggal mati calon istrinya?” Nicholas menarik napas, menahan kuat keinginan untuk mencekik leher wanita tua tersebut. Dengan cepat ia menarik Aleeta yang hidung dan pipinya sudah berdarah ke belakang punggungnya. “Kembalikan wanita murahan itu padaku!” Teriak Sonya
“Kamu bilang apa, Nicholas?”Javier berdiri dari tempat duduknya. Putranya—Nicholas, baru saja meminta izin untuk menikah besok pagi. Benar-benar suatu hal yang sangat mengejutkan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan putranya? Kenapa tiba-tiba Nicholas bisa mengambil keputusan seperti itu?“Aku ingin menikah,” jawab Nicholas santai.“Dan harus besok pagi?” Javier kembali bertanya bingung. Hari sudah larut malam, tetapi Nicholas bersikeras untuk mengutarakan perihal pernikahannya.“Ya.” Lagi-lagi jawaban Nicholas terdengar begitu santai.Karina dan Emily sampai merasa tidak percaya dengan apa yang di katakan Nicholas. Selama ini mereka tahu kalau Nicholas belum sepenuhnya bisa melupakan kematian Sesilia. Lantas apa yang membuat Nicholas tiba-tiba ingin menikah? Siapa wanita yang ingin di nikahi pria itu? “Kamu anggap pernikahan itu apa, Nicholas? Sebuah permainan?” Javier memicing ke arah putranya.“Aku nggak pernah menganggapnya seperti itu.”“Kalau kamu tidak pernah menganggapnya se
Aleeta menyadari hari mulai beranjak pagi ketika ia melihat siluet cahaya menembus jendela kamarnya. Sepanjang malam ia terus terjaga. Duduk meringkuk di atas tempat tidur. Pikirannya kosong dan juga terasa buntu. Ia masih belum mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.Semalam setelah Nicholas mengatakan soal pernikahan, pria itu langsung membawanya ke sebuah apartemen yang saat ini ia tempati. Ia sudah berusaha memberontak tapi pria itu sama sekali tidak peduli.“Menikah denganmu.”Itu adalah kata-kata gila yang pernah Aleeta dengarkan. Bagaimana bisa Nicholas berkata seperti itu pada dirinya?“Kamu sudah gila, ya?!” Teriak Aleeta ke hadapan Nicholas.Pria itu hanya menaikkan sebelah alisnya.“Berani sekali mulut kotormu itu menyebutku gila.” Nicholas berujar sinis.Aleeta mendesah. “Lalu apa?! Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku untuk menikah? Bukankah itu yang namanya gila? Dengar, Nicho. Aku nggak akan p
Nicholas tengah berdiri menatap dirinya di depan cermin dengan balutan tuxedo berwarna hitam.“Kamu terlihat tampan.”Nicholas menoleh, menatap Javier—Papanya yang memasuki kamarnya. “Terima kasih, Papa.”Javier berdiri di depan Nicholas, membenarkan letak dasi kupu-kupu di leher putranya. “Papa masih belum percaya kalau hari ini putra Papa akan segera menikah.”Nicholas tersenyum singkat. Ia tahu harusnya hari pernikahan ini menjadi hari yang bahagia untuknya maupun seluruh keluarganya. Tapi sepertinya hal itu tidak akan berlaku. Karena baginya pernikahan ini hanyalah sebuah pernikahan palsu.“Apa kamu butuh nasehat pernikahan?”Nicholas mendengus pelan. “Sayangnya, aku nggak membutuhkannya, Pa.”Javier hanya bisa tersenyum. “Bersikap baiklah kepada istrimu. Jangan sampai membuatnya berlari ketakutan di hari pernikahan kalian.”Tentu saja hal itu tidak akan terjadi karena Nicholas yakin, bagaimanapun usaha wanita bernama Aleeta itu untuk lari. Wanita itu tetap tidak akan pernah bisa
Nicholas sengaja hanya mengundang beberapa anggota keluarga besarnya saja sebagai saksi pernikahannya. Tidak ada wartawan, maupun media yang tahu perihal kabar pernikahannya. Karena tujuan pernikahan Nicholas ini memang bukan untuk menjadi sorotan publik.Cukup keluarganya saja yang tahu. Dengan begitu, rencana yang sudah ia siapkan bisa berjalan dengan sempurna.Tidak ada juga acara khusus yang di buat Nicholas untuk merayakan pernikahannya. Begitu selesai mengucapkan janji sucinya bersama Aleeta tadi, acaranya pun juga turut ikut selesai.Setelah beberapa keluarganya yang hadir dalam pernikahan tadi mengucapkan selamat atas pernikahannya. Nicholas segera mengajak Aleeta pulang. Bukan ke rumah orang tuanya yang ia tuju, melainkan rumah miliknya sendiri.Sejak lama Nicholas sudah menyiapkan sebuah rumah untuk ia tempati ketika ia sudah berkeluarga. Bahkan rumah itu juga yang rencananya akan Nicholas tempati bersama dengan Sesilia. Jika saja Sesilia—wanita yang di cintainya itu masih h
Aleeta hanya diam saja ketika Nicholas melemparkan beberapa lembar uang ke wajahnya. Padahal mereka sudah menikah tapi Nicholas masih menganggap Aleeta seperti wanita murahan. Wanita yang bisa pria itu beli dengan uangnya. “Selama tinggal di sini, kamar ini akan menjadi milikmu.” Nicholas berujar seraya mengancingkan kemejanya.Aleeta mendongak. “Apa kamu juga akan tidur di sini?”Nicholas tersenyum sinis. “Untuk apa aku tidur di sini? Jangan pernah bermimpi!” Ketusnya dingin. “Sampai kapanpun aku nggak akan pernah sudi untuk tidur satu ranjang dengan wanita pembunuh sepertimu.”“Kamu pikir aku sudi tidur seranjang dengan pria iblis sepertimu?”Nicholas mendengus. Untuk apa ia meladeni ucapan Aleeta? Ia memilih untuk segera melangkah menuju pintu, tapi sebelum membukanya, Nicholas kembali menoleh melalui bahunya.“Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui. Setelah aku menikahimu, kamu jangan pernah berpikir untuk bisa bebas melakukan apapun. Termasuk di rumah ini, terutama di lantai dua.
“Kenapa kamu nggak membolehkanku keluar dari tempat ini?!” Tanya Aleeta.Wanita itu sengaja menunggu Nicholas pulang. Hanya untuk menanyakan hal tersebut.Nicholas menoleh, seperti biasa tatapannya begitu datar, dan penuh akan kebencian.“Dulu, aku pernah membeli seekor anjing. Dan kamu tahu apa yang di lakukan anjing itu ketika aku membolehkannya keluar?” Nicholas menatap Aleeta. “Anjing itu pergi dan sampai sekarang dia nggak pernah kembali,” sambung Nicholas datar.Aleeta menatap percaya ke arah Nicholas. Apa barusan pria itu menyamakannya dengan seekor anjing?“Tapi aku bukan seekor anjing! Kamu tahu, Nicho. Aku memiliki pekerjaan. Aku harus pergi bekerja, supaya aku nggak di pecat dari tempat tersebut.”“Lalu apa hubungannya denganku?”Aleeta melongo. “Kamu nggak membolehkanku keluar dari rumah ini. Kalau sampai aku di pecat jelas itu gara-gara kamu.”“Apa dengan keadaanmu yang sekarang masih membuatmu merasa kekurangan uang?” Tanya Nicholas. “Apa maksudmu?”“Maksudku, dengan me
Aleeta masuk ke sebuah apotek yang terletak cukup jauh dari kawasan perumahan milik Nicholas. Ia hanya pergi seorang diri ke sana, karena tadi ia menolak ketika Mark ingin mengantarnya.“Nicholas sudah memberiku kebebasan untuk keluar rumah. Kalau kalian nggak percaya, silahkan tanyakan sendiri pada Tuan kalian. Sekarang menyingkirlah, karena aku harus segera pergi bekerja.” Begitulah yang Aleeta katakan saat hendak keluar rumah tadi.Rencananya, setelah dari apotek Aleeta langsung ingin pergi ke Cafe Thomas. Ia yakin sekali Thomas dan yang lainnya pasti sedang mencari keberadaannya.“Ada yang bisa kami bantu, Nona?” Seorang apoteker bertanya ramah ketika Aleeta mendekatinya.“Em, iya. Saya ingin membeli pil kontrasepsi. Apakah ada?” Tanya Aleeta.“Ada, Nona.” Apoteker tersebut segera memberikan satu strips berisi pil yang di maksud Aleeta.“Apa pil ini benar-benar bisa untuk mencegah kehamilan?”“Tentu saja, Nona. Asal Anda mengonsumsinya secara teratur, maka pil itu akan bekerja seb
“Apa kamu lupa dengan perintahku tadi?!”Aleeta tersentak kaget dan bangkit duduk. Pintu kamarnya terbuka secara kasar, dan tubuh Nicholas berdiri di sana. Mata pria itu menatapnya tajam.Wanita itu tidak mampu menjawab. Bukanya Aleeta lupa dengan perintah Nicholas, hanya saja selesai mandi tadi, Aleeta merasa sedikit kelelahan. Ia baru sampai di rumah Nicholas sekitar jam setengah dua belas malam, butuh hampir satu jam perjalanan dari Cafe Thomas ke rumah Nicholas. Cukup lama memang. Karena rumah Nicholas berada di pusat kota.Lagipula untuk apa sih pria itu meminta Aleeta untuk datang ke kamarnya segala?“Maaf, aku hanya—“Aleeta kembali mengerjap ketika Nicholas menendang pintu kamarnya hingga tertutup.“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Aleeta panik.Nicholas menyeringai, berjalan perlahan mendekati ranjang tempat tidur Aleeta. “Setelah aku pikir-pikir, memang sebaiknya kamu jangan pernah menginjakkan kaki
Aleeta masuk ke sebuah apotek yang terletak cukup jauh dari kawasan perumahan milik Nicholas. Ia hanya pergi seorang diri ke sana, karena tadi ia menolak ketika Mark ingin mengantarnya.“Nicholas sudah memberiku kebebasan untuk keluar rumah. Kalau kalian nggak percaya, silahkan tanyakan sendiri pada Tuan kalian. Sekarang menyingkirlah, karena aku harus segera pergi bekerja.” Begitulah yang Aleeta katakan saat hendak keluar rumah tadi.Rencananya, setelah dari apotek Aleeta langsung ingin pergi ke Cafe Thomas. Ia yakin sekali Thomas dan yang lainnya pasti sedang mencari keberadaannya.“Ada yang bisa kami bantu, Nona?” Seorang apoteker bertanya ramah ketika Aleeta mendekatinya.“Em, iya. Saya ingin membeli pil kontrasepsi. Apakah ada?” Tanya Aleeta.“Ada, Nona.” Apoteker tersebut segera memberikan satu strips berisi pil yang di maksud Aleeta.“Apa pil ini benar-benar bisa untuk mencegah kehamilan?”“Tentu saja, Nona. Asal Anda mengonsumsinya secara teratur, maka pil itu akan bekerja seb
“Kenapa kamu nggak membolehkanku keluar dari tempat ini?!” Tanya Aleeta.Wanita itu sengaja menunggu Nicholas pulang. Hanya untuk menanyakan hal tersebut.Nicholas menoleh, seperti biasa tatapannya begitu datar, dan penuh akan kebencian.“Dulu, aku pernah membeli seekor anjing. Dan kamu tahu apa yang di lakukan anjing itu ketika aku membolehkannya keluar?” Nicholas menatap Aleeta. “Anjing itu pergi dan sampai sekarang dia nggak pernah kembali,” sambung Nicholas datar.Aleeta menatap percaya ke arah Nicholas. Apa barusan pria itu menyamakannya dengan seekor anjing?“Tapi aku bukan seekor anjing! Kamu tahu, Nicho. Aku memiliki pekerjaan. Aku harus pergi bekerja, supaya aku nggak di pecat dari tempat tersebut.”“Lalu apa hubungannya denganku?”Aleeta melongo. “Kamu nggak membolehkanku keluar dari rumah ini. Kalau sampai aku di pecat jelas itu gara-gara kamu.”“Apa dengan keadaanmu yang sekarang masih membuatmu merasa kekurangan uang?” Tanya Nicholas. “Apa maksudmu?”“Maksudku, dengan me
Aleeta hanya diam saja ketika Nicholas melemparkan beberapa lembar uang ke wajahnya. Padahal mereka sudah menikah tapi Nicholas masih menganggap Aleeta seperti wanita murahan. Wanita yang bisa pria itu beli dengan uangnya. “Selama tinggal di sini, kamar ini akan menjadi milikmu.” Nicholas berujar seraya mengancingkan kemejanya.Aleeta mendongak. “Apa kamu juga akan tidur di sini?”Nicholas tersenyum sinis. “Untuk apa aku tidur di sini? Jangan pernah bermimpi!” Ketusnya dingin. “Sampai kapanpun aku nggak akan pernah sudi untuk tidur satu ranjang dengan wanita pembunuh sepertimu.”“Kamu pikir aku sudi tidur seranjang dengan pria iblis sepertimu?”Nicholas mendengus. Untuk apa ia meladeni ucapan Aleeta? Ia memilih untuk segera melangkah menuju pintu, tapi sebelum membukanya, Nicholas kembali menoleh melalui bahunya.“Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui. Setelah aku menikahimu, kamu jangan pernah berpikir untuk bisa bebas melakukan apapun. Termasuk di rumah ini, terutama di lantai dua.
Nicholas sengaja hanya mengundang beberapa anggota keluarga besarnya saja sebagai saksi pernikahannya. Tidak ada wartawan, maupun media yang tahu perihal kabar pernikahannya. Karena tujuan pernikahan Nicholas ini memang bukan untuk menjadi sorotan publik.Cukup keluarganya saja yang tahu. Dengan begitu, rencana yang sudah ia siapkan bisa berjalan dengan sempurna.Tidak ada juga acara khusus yang di buat Nicholas untuk merayakan pernikahannya. Begitu selesai mengucapkan janji sucinya bersama Aleeta tadi, acaranya pun juga turut ikut selesai.Setelah beberapa keluarganya yang hadir dalam pernikahan tadi mengucapkan selamat atas pernikahannya. Nicholas segera mengajak Aleeta pulang. Bukan ke rumah orang tuanya yang ia tuju, melainkan rumah miliknya sendiri.Sejak lama Nicholas sudah menyiapkan sebuah rumah untuk ia tempati ketika ia sudah berkeluarga. Bahkan rumah itu juga yang rencananya akan Nicholas tempati bersama dengan Sesilia. Jika saja Sesilia—wanita yang di cintainya itu masih h
Nicholas tengah berdiri menatap dirinya di depan cermin dengan balutan tuxedo berwarna hitam.“Kamu terlihat tampan.”Nicholas menoleh, menatap Javier—Papanya yang memasuki kamarnya. “Terima kasih, Papa.”Javier berdiri di depan Nicholas, membenarkan letak dasi kupu-kupu di leher putranya. “Papa masih belum percaya kalau hari ini putra Papa akan segera menikah.”Nicholas tersenyum singkat. Ia tahu harusnya hari pernikahan ini menjadi hari yang bahagia untuknya maupun seluruh keluarganya. Tapi sepertinya hal itu tidak akan berlaku. Karena baginya pernikahan ini hanyalah sebuah pernikahan palsu.“Apa kamu butuh nasehat pernikahan?”Nicholas mendengus pelan. “Sayangnya, aku nggak membutuhkannya, Pa.”Javier hanya bisa tersenyum. “Bersikap baiklah kepada istrimu. Jangan sampai membuatnya berlari ketakutan di hari pernikahan kalian.”Tentu saja hal itu tidak akan terjadi karena Nicholas yakin, bagaimanapun usaha wanita bernama Aleeta itu untuk lari. Wanita itu tetap tidak akan pernah bisa
Aleeta menyadari hari mulai beranjak pagi ketika ia melihat siluet cahaya menembus jendela kamarnya. Sepanjang malam ia terus terjaga. Duduk meringkuk di atas tempat tidur. Pikirannya kosong dan juga terasa buntu. Ia masih belum mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.Semalam setelah Nicholas mengatakan soal pernikahan, pria itu langsung membawanya ke sebuah apartemen yang saat ini ia tempati. Ia sudah berusaha memberontak tapi pria itu sama sekali tidak peduli.“Menikah denganmu.”Itu adalah kata-kata gila yang pernah Aleeta dengarkan. Bagaimana bisa Nicholas berkata seperti itu pada dirinya?“Kamu sudah gila, ya?!” Teriak Aleeta ke hadapan Nicholas.Pria itu hanya menaikkan sebelah alisnya.“Berani sekali mulut kotormu itu menyebutku gila.” Nicholas berujar sinis.Aleeta mendesah. “Lalu apa?! Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku untuk menikah? Bukankah itu yang namanya gila? Dengar, Nicho. Aku nggak akan p
“Kamu bilang apa, Nicholas?”Javier berdiri dari tempat duduknya. Putranya—Nicholas, baru saja meminta izin untuk menikah besok pagi. Benar-benar suatu hal yang sangat mengejutkan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan putranya? Kenapa tiba-tiba Nicholas bisa mengambil keputusan seperti itu?“Aku ingin menikah,” jawab Nicholas santai.“Dan harus besok pagi?” Javier kembali bertanya bingung. Hari sudah larut malam, tetapi Nicholas bersikeras untuk mengutarakan perihal pernikahannya.“Ya.” Lagi-lagi jawaban Nicholas terdengar begitu santai.Karina dan Emily sampai merasa tidak percaya dengan apa yang di katakan Nicholas. Selama ini mereka tahu kalau Nicholas belum sepenuhnya bisa melupakan kematian Sesilia. Lantas apa yang membuat Nicholas tiba-tiba ingin menikah? Siapa wanita yang ingin di nikahi pria itu? “Kamu anggap pernikahan itu apa, Nicholas? Sebuah permainan?” Javier memicing ke arah putranya.“Aku nggak pernah menganggapnya seperti itu.”“Kalau kamu tidak pernah menganggapnya se
“Kamu adalah Nicholas Axel Frederick. Putra konglomerat yang malang karena telah di tinggal mati oleh calon istrinya.” “Tutup mulutmu, sialan!” Desis Nicholas. Sonya tertawa. “Kenapa? Bukankah beritanya memang seperti itu?” Nicholas hanya menatap Sonya datar. “Lepaskan wanita itu.” “Wah, wah ... Tuan Muda Nicholas. Apa kamu lupa kalau wanita ini yang sudah membunuh calon istrimu?” Sonya membalas sinis. “Aku bilang lepaskan.” Nicholas kembali berujar datar. Sonya tersenyum. “Ada apa ini? Apa ada sesuatu di antara si pembunuh dan pria malang yang di tinggal mati calon istrinya?” Nicholas menarik napas, menahan kuat keinginan untuk mencekik leher wanita tua tersebut. Dengan cepat ia menarik Aleeta yang hidung dan pipinya sudah berdarah ke belakang punggungnya. “Kembalikan wanita murahan itu padaku!” Teriak Sonya