Nicholas sengaja hanya mengundang beberapa anggota keluarga besarnya saja sebagai saksi pernikahannya. Tidak ada wartawan, maupun media yang tahu perihal kabar pernikahannya. Karena tujuan pernikahan Nicholas ini memang bukan untuk menjadi sorotan publik.Cukup keluarganya saja yang tahu. Dengan begitu, rencana yang sudah ia siapkan bisa berjalan dengan sempurna.Tidak ada juga acara khusus yang di buat Nicholas untuk merayakan pernikahannya. Begitu selesai mengucapkan janji sucinya bersama Aleeta tadi, acaranya pun juga turut ikut selesai.Setelah beberapa keluarganya yang hadir dalam pernikahan tadi mengucapkan selamat atas pernikahannya. Nicholas segera mengajak Aleeta pulang. Bukan ke rumah orang tuanya yang ia tuju, melainkan rumah miliknya sendiri.Sejak lama Nicholas sudah menyiapkan sebuah rumah untuk ia tempati ketika ia sudah berkeluarga. Bahkan rumah itu juga yang rencananya akan Nicholas tempati bersama dengan Sesilia. Jika saja Sesilia—wanita yang di cintainya itu masih h
Aleeta hanya diam saja ketika Nicholas melemparkan beberapa lembar uang ke wajahnya. Padahal mereka sudah menikah tapi Nicholas masih menganggap Aleeta seperti wanita murahan. Wanita yang bisa pria itu beli dengan uangnya. “Selama tinggal di sini, kamar ini akan menjadi milikmu.” Nicholas berujar seraya mengancingkan kemejanya.Aleeta mendongak. “Apa kamu juga akan tidur di sini?”Nicholas tersenyum sinis. “Untuk apa aku tidur di sini? Jangan pernah bermimpi!” Ketusnya dingin. “Sampai kapanpun aku nggak akan pernah sudi untuk tidur satu ranjang dengan wanita pembunuh sepertimu.”“Kamu pikir aku sudi tidur seranjang dengan pria iblis sepertimu?”Nicholas mendengus. Untuk apa ia meladeni ucapan Aleeta? Ia memilih untuk segera melangkah menuju pintu, tapi sebelum membukanya, Nicholas kembali menoleh melalui bahunya.“Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui. Setelah aku menikahimu, kamu jangan pernah berpikir untuk bisa bebas melakukan apapun. Termasuk di rumah ini, terutama di lantai dua.
“Kenapa kamu nggak membolehkanku keluar dari tempat ini?!” Tanya Aleeta.Wanita itu sengaja menunggu Nicholas pulang. Hanya untuk menanyakan hal tersebut.Nicholas menoleh, seperti biasa tatapannya begitu datar, dan penuh akan kebencian.“Dulu, aku pernah membeli seekor anjing. Dan kamu tahu apa yang di lakukan anjing itu ketika aku membolehkannya keluar?” Nicholas menatap Aleeta. “Anjing itu pergi dan sampai sekarang dia nggak pernah kembali,” sambung Nicholas datar.Aleeta menatap percaya ke arah Nicholas. Apa barusan pria itu menyamakannya dengan seekor anjing?“Tapi aku bukan seekor anjing! Kamu tahu, Nicho. Aku memiliki pekerjaan. Aku harus pergi bekerja, supaya aku nggak di pecat dari tempat tersebut.”“Lalu apa hubungannya denganku?”Aleeta melongo. “Kamu nggak membolehkanku keluar dari rumah ini. Kalau sampai aku di pecat jelas itu gara-gara kamu.”“Apa dengan keadaanmu yang sekarang masih membuatmu merasa kekurangan uang?” Tanya Nicholas. “Apa maksudmu?”“Maksudku, dengan me
Aleeta masuk ke sebuah apotek yang terletak cukup jauh dari kawasan perumahan milik Nicholas. Ia hanya pergi seorang diri ke sana, karena tadi ia menolak ketika Mark ingin mengantarnya.“Nicholas sudah memberiku kebebasan untuk keluar rumah. Kalau kalian nggak percaya, silahkan tanyakan sendiri pada Tuan kalian. Sekarang menyingkirlah, karena aku harus segera pergi bekerja.” Begitulah yang Aleeta katakan saat hendak keluar rumah tadi.Rencananya, setelah dari apotek Aleeta langsung ingin pergi ke Cafe Thomas. Ia yakin sekali Thomas dan yang lainnya pasti sedang mencari keberadaannya.“Ada yang bisa kami bantu, Nona?” Seorang apoteker bertanya ramah ketika Aleeta mendekatinya.“Em, iya. Saya ingin membeli pil kontrasepsi. Apakah ada?” Tanya Aleeta.“Ada, Nona.” Apoteker tersebut segera memberikan satu strips berisi pil yang di maksud Aleeta.“Apa pil ini benar-benar bisa untuk mencegah kehamilan?”“Tentu saja, Nona. Asal Anda mengonsumsinya secara teratur, maka pil itu akan bekerja seb
“Apa kamu lupa dengan perintahku tadi?!”Aleeta tersentak kaget dan bangkit duduk. Pintu kamarnya terbuka secara kasar, dan tubuh Nicholas berdiri di sana. Mata pria itu menatapnya tajam.Wanita itu tidak mampu menjawab. Bukanya Aleeta lupa dengan perintah Nicholas, hanya saja selesai mandi tadi, Aleeta merasa sedikit kelelahan. Ia baru sampai di rumah Nicholas sekitar jam setengah dua belas malam, butuh hampir satu jam perjalanan dari Cafe Thomas ke rumah Nicholas. Cukup lama memang. Karena rumah Nicholas berada di pusat kota.Lagipula untuk apa sih pria itu meminta Aleeta untuk datang ke kamarnya segala?“Maaf, aku hanya—“Aleeta kembali mengerjap ketika Nicholas menendang pintu kamarnya hingga tertutup.“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Aleeta panik.Nicholas menyeringai, berjalan perlahan mendekati ranjang tempat tidur Aleeta. “Setelah aku pikir-pikir, memang sebaiknya kamu jangan pernah menginjakkan kaki
“Tuhan ... Aku sudah nggak sanggup lagi.” Aleeta merintih dengan suara penuh luka.Ketika tidak ada lagi air mata yang tersisa untuk di keluarkan, saat itulah seseorang memilih untuk menyerah karena tidak mampu lagi bertahan. Apa yang akan kamu lakukan jika kamu lelah dengan keadaan, tetapi kamu di tuntut untuk tetap bertahan?Tidak ada. Sudah saatnya ia berhenti berjuang. Saat perjuangannya pun tidak pernah di hargai oleh orang lain. Sudah saatnya Aleeta menyerah. Jika hidup sudah terasa begitu berat baginya, maka lebih baik ia mengakhirinya saja.Aleeta beranjak duduk, ia mengusap sisa cairan Nicholas yang tadi sempat menetes keluar dari mulutnya dengan gerakan kasar. Ia segera melangkah dengan tatapan kosong menuju dapur. Tidak ada siapa-siapa di luar. Mungkin Nicholas sudah kembali ke kamarnya setelah puas menuntaskan nafsunya tadi.Aleeta berdiri di dapur, menatap sebilah pisau yang ada di sana. Apalagi yang ia harapkan? Berharap Nicholas akan muncul dan mencegahnya? Aleeta ra
Aleeta berjalan keluar dari kamar inap itu seraya mengancing jaket hingga ke leher. Ia lalu menaikkan tudung jaket hingga menutupi kepalanya. Dengan bertelanjang kaki, ia melangkah tergesa dengan kepala tertunduk. Menyusuri koridor rumah sakit untuk mencari jalan keluar. Wanita itu mendesah ketika sudah berhasil keluar dari gedung rumah sakit. Rupanya hari masih sangat pagi. Ia segera berlari menyusuri jalan raya tanpa alas kaki. Aleeta mengenali jalanan ini. Jalan yang searah dengan rumah Nicholas. Aleeta ingat karena kemarin ia lewat jalan ini ketika Nicholas membawanya pulang. Gawat.Jika rumah sakit ini dekat dengan rumah Nicholas, maka pria itu bisa saja menemukannya di sini. Aleeta menggeleng, lalu semakin berlari cepat, tidak berhenti meski hanya sekedar untuk menoleh. Aleeta harus pergi menjauh dari tempat ini.Ia meringis ketika kakinya beberapa kali menginjak kerikil kecil yang ada di pinggir jalan. Aleeta memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Ia terdiam saat mer
“Mira, hari ini aku pinjam bajumu terlebih dahulu, ya. Besok janji akan aku kembalikan.” Kata Aleeta ketika ia keluar dari ruang ganti bersama Mira.Pagi tadi Aleeta sempat meminjam ponsel Thomas untuk menghubungi Mira supaya wanita itu membawakan pakaian ganti untuknya. Aleeta tahu jika ukuran bajunya dan Mira hampir sama. Jadi ia memutuskan untuk meminjam saja kepada Mira, daripada ia harus keluar ke jalanan dengan menggunakan pakaian rumah sakit lagi. “Santai saja, Aleeta. Aku masih punya banyak baju di rumah,” bisik Mira seraya terkekeh, dan Aleeta pun juga ikut terkekeh.“Hei, kalian. Cepatlah! Aku ingin segera pulang,” keluh Johan ketika melihat Mira dan Aleeta yang tengah berjalan ke arahnya.“Ck! Sabar kenapa, sih? Aku heran deh, Jo. Jangan-jangan alasan kenapa nggak ada wanita yang ingin jadi kekasihmu itu karena kamu orangnya nggak sabaran,” cibir Mira.Johan mendengus. “Jangan sok tahu!”“Sudah. Jangan ber
“Sudah selesai?” Nicholas masuk ke dalam kamar tepat saat baru saja Aleeta selesai mengganti bajunya. Wanita itu lalu menoleh dan menatap Nicholas.“Memangnya kamu ingin mengajakku kemana? Kenapa tiba-tiba menyuruhku untuk mengganti pakaian?” Aleeta balik bertanya.Nicholas menaikkan sebelah alisnya. “Kamu lupa, bukankah sore tadi kita sudah berencana untuk pergi ke menara Eiffel hari ini?”Astaga, benar. Aleeta lupa. Ia pikir Nicholas tidak bersungguh-sungguh dengan hal itu. Pasalnya mereka berdua masih akan berada di Paris sampai tahun baru nanti. Jadi kalau hanya untuk sekedar mengunjungi menara Eiffel, Aleeta pikir hal itu tidak harus di lakukan sekarang. Masih banyak hari lain yang bisa mereka gunakan untuk pergi ke sana. Tapi tampaknya Nicholas benar-benar ingin menepati janjinya. Dan Aleeta harus menghargai keputusan Nicholas.“Sebenarnya nggak harus hari ini juga nggak apa-apa, Nicho. Lagipula ini sudah jam tujuh.”
Aleeta menatap jam yang menempel di dinding kamarnya. Hampir pukul setengah enam sore. Itu berarti sudah hampir satu jam sejak kepergian Nicholas, Aleeta belum juga beranjak dari tempatnya. Wanita itu masih berbaring di atas tempat tidur seraya menonton layar televisi yang tengah menampilkan acara drama keluarga.Tiba-tiba Aleeta teringat kalau dirinya belum meminum pil kontrasepsinya sejak Nicholas pergi tadi. Seraya menepuk kening, wanita itu beranjak turun dari tempat tidur.“Astaga, Aleeta. Apa yang kamu pikirkan sejak tadi? Ini kesempatan untukmu sebelum Nicholas kembali pulang,” gerutu Aleeta seraya membuka kopernya untuk mengambil pil pencegah kehamilannya.Aleeta mengamati pil kecil itu di tangannya. Apa tidak apa-apa ia mengonsumsinya sekarang? Atau besok saja? Wanita itu tiba-tiba merasa bimbang. Setahu Aleeta jenis kontrasepsi yang ia konsumsi harus di minum sehari sekali pada jam yang sama. Dan biasanya Aleeta meminumnya di pagi hari. Tap
“Kamu cemburu?” Aleeta hanya bisa mendengus. Sepertinya Nicholas memang tidak akan berhenti bertanya jika Aleeta tidak segera menyanggah tuduhan tersebut. Enak saja pria itu. Memangnya siapa yang cemburu? Rutuk Aleeta dalam hati.“Kamu—““Aku nggak cemburu!” Sahut Aleeta ketus.Nicholas hanya mengangguk-angguk dan tetap meneruskan sarapannya dengan santai. Sementara Aleeta menggerutu pelan dengan suara yang tidak jelas terdengar. Membuat Nicholas tersenyum geli menatapnya. Pria itu meraih gelas minuman Aleeta, lalu meneguknya hingga setengah.“Nicho!” “Hm.” Nicholas kembali meletakkan gelas minuman yang tinggal separuh itu ke hadapan Aleeta.“Kamu ini kenapa, sih?” “Kenapa apanya?”Aleeta memutar bola mata. “Kamu sudah punya minuman sendiri. Kenapa masih meminum punyaku?”“Aku masih haus,” jawab Nicholas datar.“Kalau masih haus minta saja Helena untuk membuat
Keesokan harinya, Aleeta terbangun tepat saat jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Wanita itu menggeliat lalu mengerjap-ngerjapkan matanya. Seluruh tubuhnya terasa begitu remuk tetapi juga terasa ringan secara bersamaan. Sebuah kombinasi pas yang selalu Aleeta rasakan setiap kali selesai bercinta sepanjang malam dengan Nicholas. Beberapa waktu belakangan ini Nicholas selalu memperlakukan Aleeta dengan baik, termasuk dalam urusan bercinta. Jika biasanya ia akan mendapatkan rasa sakit setelah pria itu menyetubuhinya, tapi beberapa kali ini Aleeta sudah tidak pernah merasakan hal itu lagi. Dan Aleeta harap seterusnya akan seperti itu.Wanita itu lalu memiringkan tubuh polosnya yang masih berbalut selimut itu ke samping. Ke arah Nicholas yang masih terlelap dalam tidurnya. Aleeta tersenyum melihat wajah Nicholas yang masih terlelap tersebut. Wajah pria itu begitu tenang dan damai, hingga Aleeta merasa takut untuk mengganggunya. Namun, ketika Aleeta
Nicholas masih mengamati wajah Aleeta yang berada di bawah tubuhnya. Dan hal itu lagi-lagi membuat Aleeta merasa salah tingkah. Ia mencoba menelan ludah dengan susah payah. Rasanya malu. Nicholas belum pernah menatapnya seperti itu. Tatapan pria itu begitu dekat, lekat dan menggoda, membuat jantung Aleeta berulah karenanya. Aleeta memalingkan wajah menatap dinding. “Aleeta.” Tangan Nicholas menyentuh pipi Aleeta. Membuat Aleeta kembali menatapnya. Aleeta hanya diam, menatap Nicholas tanpa bersuara. Nicholas mengusap bibir bawah Aleeta, bibir yang pucat itu terasa begitu dingin di kulitnya. Tangan Nicholas membelai daun telinga Aleeta, ia bisa mendengar Aleeta menarik napas berat. Pria itu perlahan menunduk. Dan Aleeta masih menatapnya tanpa mengatakan apapun, tidak menolak, dan juga tidak merasa keberatan. Saat bibir pria itu menempel di bibirnya, mata Aleeta terpejam. Bibir Nicholas berg
“Apa kamu lapar?” Tanya Nicholas begitu ia dan Aleeta memasuki rumah.Mereka baru tiba di rumah ketika hari sudah menjelang pukul dua dini hari. Udara di luar bahkan sudah semakin terasa begitu dingin. Jika mereka berada di luar lebih lama lagi, Nicholas yakin kalau tubuh mereka bisa membeku karena udara dingin yang menusuk tersebut.Aleeta menggeleng pelan. “Aku makan besok pagi saja.”“Kamu yakin? Aku bisa membangunkan Helena agar dia menyiapkan makanan untukmu kalau kamu mau.”Lagi-lagi Aleeta kembali menggeleng. “Nggak usah, Nicho. Aku makan besok pagi saja,” ujar Aleeta.Wanita itu bukanya tidak lapar. Aleeta ingat betul kalau seharian tadi ia belum memakan apapun kecuali dua buah Croissant yang ia beli di Cafe siang tadi. Tapi saat ini ia terlalu malas untuk makan. Tubuhnya terlalu lelah, lemas dan juga kedinginan. Hal itulah yang membuat Aleeta kehilangan rasa laparnya. Sekarang ia lebih tertarik untuk segera masuk ke dal
Aleeta terus membawa Nicholas menjauh. Ia terus menggenggam dan menarik tangan Nicholas tanpa melepaskannya sedikitpun. Aleeta tidak akan membiarkan Nicholas kembali mendekati ketiga berandalan tadi. Aleeta tidak ingin Nicholas membunuh mereka.Wanita itu menarik napas dan semakin mempercepat langkahnya. Nicholas yang menyadari hal tersebut seketika mendongak. Menatap Aleeta yang terus saja berjalan seraya menggenggam tangannya. Apa yang di lakukan wanita itu? Kenapa Aleeta terus membawanya menjauh?Tatapan Nicholas lalu kembali beralih pada genggaman tangan Aleeta. Ia bisa merasakan tangan wanita itu yang terus saja bergetar sejak tadi. Tapi wanita itu tampaknya tidak ingin menyerah. Aleeta terus menggenggam dan bahkan semakin mengeratkannya. Seolah takut jika Nicholas akan kembali ke belakang dan membunuh para berandalan tadi.Nicholas lalu berdecak pelan. “Kenapa kamu melakukan ini?” Tanyanya dengan suara datar.Aleeta yang
Entah sudah berapa jauh Nicholas berjalan. Pria itu masih tak kunjung juga menemukan Aleeta. Nicholas mengacak rambut. Kekhawatiran mulai menyelinap masuk ke dalam benaknya. Ia benar-benar takut jika terjadi sesuatu dengan Aleeta.Apa wanita itu sedang ketakutan sekarang? Apa wanita itu sedang menangis? Sial. Berbagai pertanyaan tentang Aleeta kini mulai berputar silih berganti mengganggu pikiran Nicholas. Ia harus bisa segera menemukan Aleeta.Pria itu lalu kembali menyusuri jalanan. Ia terus berkeliling di kawasan tersebut. Tidak peduli dengan udara dingin yang semakin menusuk. Atau pun hari yang semakin larut malam.Nicholas kembali berhenti melangkah, ketika ia menyadari bahwa jalan yang ia lalui perlahan mulai terasa sepi. Hanya ada beberapa orang yang lewat di jalan tersebut. Nicholas lalu menatap jalan terakhir yang ada di paling ujung. Jalan yang bahkan terlihat lebih sepi dari tempat ia berdiri. Aleeta tidak mungkin ada di sana. Jika wanita itu tersesat pasti dia akan mencar
Taksi yang di tumpangi Nicholas akhirnya berhenti di supermarket yang buka selama dua empat jam. Nicholas yakin, supermarket itu juga yang siang tadi di datangi oleh Aleeta. Karena dari semua supermarket yang ada di Paris, hanya itulah satu-satunya supermarket yang jaraknya paling dekat dari rumahnya.Untuk memastikannya, Nicholas rela masuk dan mencari keberadaan Aleeta di dalam supermarket besar tersebut. Pria itu sudah berkeliling di semua penjuru sudut supermarket, tapi ia tidak melihat keberadaan Aleeta di sana.Mungkin saja Aleeta memang sudah keluar.Nicholas akhirnya kembali keluar. Ia berdiri di depan supermarket seraya mengamati sekitar. Hari semakin malam, dan ia tidak tahu harus mencari keberadaan Aleeta dimana lagi? “Sial!” Umpat Nicholas seraya mengepalkan kedua tangannya. Pria itu kemudian memutuskan untuk menyusuri jalan sekitar supermarket. Barangkali Aleeta tersesat dan tengah berada di salah satu jalan yang