Dominique bangun dengan mata panda selimutnya sudah terjatuh dilantai.'Huh sial banget gara-gara mikirin ada setan semalaman aku jadi nggak bisa tidur' gerutu Dominique berjalan malas keluar kamarnya sambil menguap lebar dan meregangkan tangannya keatas.
'Sarapan apa yaa' Dominique berjalan masuk ke kamar mandi mencuci muka dan gosok gigi.'Nyabu aja deh!' Dominique berjalan malas keluar gang sempit rumahnya. Tukang bubur sudah ramai pembeli Dominique memesan bubur ayam dan duduk berbarengan dengan yang lain.Dari seberang jalan sudah terpakir mobil mewah yang mengawasi gerak-gerik Dominique. Seseorang dari kaca mobilnya sengaja dia turunkan hanya untuk melihat dengan jelas wajah Dominique."Hei John, apa itu?" Orang tadi mengerutkan kedua dahinya kesal."Bubur ayam, Tuan Haiden!""Aku tahu! Maksudku baju yang di pakainya. Kenapa dia keluar memakai pakaian seperti itu," gerutu Haiden semakin kesal."Itu daster, Tuan. Motifnya hello kitty!" John, pria bertubuh tinggi dan hampir sama dengan tubuh tuannya membalas ucapan tuannya dari kaca spion."Aku tahu. Maksudku kenapa dia keluar memakai pakaian seperti itu apa dia tidak punya baju lain? Sudah tipis, minim dengan wajah kumal dan lihat itu dia tersenyum manis dengan lelaki di hadapannya, membuatku sakit mata!!" Komentar Haiden disertai dengan eratan gigi dan cengkraman erat di kedua tangannya.Hurf Tuan Haiden, anda selalu saja bersikap seperti ini kalau berurusan dengan nona Dominique. Keluh John dihati."Apa kita turun saja Tuan mungkin anda ingin menyapanya, anda kan sudah lama tidak bertemu dengan nona Dominique!" tawar John, akan membuka pintu mobilnya."Tidak jangan sekarang! Aku belum siap!" jawab Haiden sambil menutup kaca mobilnya."Kita tetap disini Tuan?""Tidak! Suruh saja orang biasa mengawasinya!""Selalu siaga Tuan. Selama sepuluh tahun dua puluh empat jam seperti yang anda perintah kan!""Kembali ke kantor kita akan memulai rapatnya. Aku ingin tahu kondisi perusahaan setelah sepuluh tahun kutinggalkan!""Baik Tuan"Mobil mulai melaju meninggalkan Dominique yang masih menikmati sarapannya.Waktu menunjukkan pukul sebelas siang Dominique sudah mandi rapih siap berangkat bekerja. Jadwal hari ini adalah shift siang untuk Dominique.Dominique berjalan keluar rumahnya. Jarak perjalanan dari rumah sampai tempat kerja sebenarnya tidak terlalu jauh, namun karena Dominique berjalan kaki ke tempat pemberhentian angkot, menunggu angkot, belum ngetem angkot, mencari penumpang dan macet bisa menghabiskan waktu satu jam setengah untuk sampai ke tempat kerjanya. Dominique sebenarnya bisa naik ojek online tapi untuk seorang Dominique ongkosnya terlalu mahal, jadi dia tidak bisa irit buat kebutuhan lainnya. Sebelum berangkat kerja Dominique selalu menyempatkan diri membawa bekal, yaa walaupun isinya hanya nasi, mie goreng dan telur dadar buat seorang Dominique itu adalah makanan termewahnya.Jam setengah satu siang Dominique sudah sampai di depan pelataran ruko berlantai empat, Dominique bekerja di sebuah cake shop. Setiap harinya di jalani dengan ceria dan penuh semangat. Ruko depan tersedia parkir yang cukup luas untuk para pengunjung security area cake shop selalu berjaga dan kadang membantu parkir mobil para pengunjung."Selamat siang Bu Ocha," sapa Dominique pada salah satu security wanita saat dia datang dan sedang melakukan check body juga isi tas Dominique sebelum masuk ke area kerjanya."Siang juga Mbak Domi, eh Mbak Domi sudah tahu belum kejadian semalam yang menimpa mbak Sophie?" tanya Bu Ocha langsung gercep bergosip saat Dominique datang."Belum tuh Bu memang ada apa ya? Sophie belum kasih tahu apa-apa kok sama aku," sahut Dominique sedikit penasaran."Itu loh Mbak, saya juga tahu dari ruko tetangga kita katanya dia kan semalam satu angkot sama mbak Sophie, dia bilang angkotnya kena begal," lanjut Bu Ocha"Begal? Terus gimana keadaan Sophie sekarang, Bu?" wajah Dominique berubah menjadi khawatir."Mbak Sophie hari ini nggak masuk mbak kayaknya dia masih syock tadi saja pacarnya yang datang ngabarin bawa surat dokter!""Ya ampun kasihan Sophie dia pasti syock banget, terima kasih infonya Bu. Nanti aku telpon Sophie pas break, aku masuk dulu ya Bu takut telat belum ganti seragam!" Dominique melenggang masuk meninggalkan bu Ocha.Dominique setengah berlari menaiki tangga menuju loker ganti saat menaiki tangga dia berpapasan dengan chef Justin yang turun membawa cake pesanan pelanggan."Selamat siang Chef," sapa Dominique sambil menundukkan kepala sapaan untuk semua orang ketika mereka bertemu ataupun berpapasan dengan seluruh penghuni ruko."Siang juga Domi," balas Chef Justin sambil tersenyum dan berlalu membawa cake turun.'Wahh chef Justin masuk siang nih bisa break bareng nanti' guma dominique dihati terus tersenyum sampai loker ganti di lantai empat. Dominique membuka lokernya dia mengambil seragam kebesarannya dan masuk ke kamar ganti untuk berganti baju.Celana panjang baju merah maroon berlogo nama cake shop di dada bagian sebelah kiri Dominique memasang emblem namanya di dada sebelah kanan. Rambutnya di cepol tak lupa apron order sudah melingkar di pinggang kecil Dominique. Sepatu hak lima centi sudah menunjang penampilannya, tak lupa riasan cerah sudah terpoles di wajah mungil nan imut milik Dominique ... ."Siang Ra," sapa Dominique saat melihat Tara yang baru masuk loker ganti."Siang juga, Dom! Dom, kamu sudah dengar soal Sophie?""Iya, tadi bu Ocha sudah kasih tahu aku pas check body!""Kasihan banget Sophie, dia pasti ketakutan semalam!""Iya kebetulan semalam aku nggak satu angkot pulangnya. Nanti break aku telpon dia deh!"Tara melirik jam di tangannya, "iya ayo turun!" ucap Tara menggandeng pinggang Dominique."Berapa personil hari ini?" tanya Dominique."Aku kasir, kamu, Mita, Ajeng serve di bawah yaa cuma kalau pas rame bantu kasir seperti biasa. Harry di bar sudah turun, bu Ririn MOD (Manager Of Duty) closing kita hari ini," sahut Tara."Sip ada breving siang kan?" tanya Dominique."He'em!" ucap Tara saat mereka sudah di depan mesin finger print untuk bergantian absen masuk.Mereka semua mengikuti breving, breving promo yang sedang berlangsung di toko tak lupa breving service yang selalu jadi topik utama pembahasan demi menaikan omset. Yelyel semangat mengakhiri breving siang sebelum semua personil masuk area bergantian dengan shift pagi yang akan beristirahat.Pertukaran shift di awali dengan saling sapa over handle tugas masing-masing tiap bagian. Untuk kasir mereka langsung tukar shift semua penjualan cash ataupun kartu shift pagi langsung ditarik agar tidak tercampur dengan penjualan shift closing.Untuk serve area pelanggan dengan empat table biasanya mereka over handle untuk menjaga dan mengawasi table yang mungkin akan minta tambah ataupun meminta bon pembayaran. Pada area taking order dengan pelanggan langsung overhandle orderan mereka masing-masing dan tak lupa untuk mengecek kue pesanan yang sudah masuk ke pastry, agar pelanggan tidak menunggu lama kuenya. Bagian bar biasanya, over handle tugas membuat minuman dan pesanan yang masih dalam proses pembuatan. Setelah selesai over handle mereka shif pagi baru bisa beristirahat."Mbak," panggil salah satu pelanggan pada Dominique yang baru saja akan turun ke area pelanggan sudah berdiri di depan showcase cake tampak sedang memilih."Selamat siang kakak, boleh dibantu dengan pesanannya," ucap Dominique langsung bersiap mengeluarkan nota juga pulpen akan mencatat pesanan."Saya mau ini Mbak, strawberry cheesecake diameter dua puluh pakai tulisan happy birthday mama terus saya minta lilin angka lima puluh ya Mbak," pelanggan tadi memulai orderannya. Dominique menulis semua pesanan di dalam nota.Tara dari meja kasir tampak memperhatikan orderan."Ada lagi tambahannya, kak?" tanya Dominique."Eh, iya ini Mbak." Pelanggan tadi bergeser ke arah showcase bread. Ketika pelanggan tadi berjalan kearah showcase bread Tara sigap mengikuti dia mengambil tray dan penjepit roti."Saya mau sosis bread empat, chicken mushroom dua, donat coklat dan keju masing-masing dua, muffin keju dua, egg tart dua, almond cheseenya dua, cinnamon roll empat ya mbak," ucapnya sambil menunjuk bread di showcase.Tara dari dalam area mengambil pesanan roti-roti tadi."Ada lagi Kak?" Dominique yang melihat pelanggan tadi tampak berpikir."Saya mau paket macaroon dan praline yang isi delapan masing-masing empat ya Mbak isinya mix saja. Oke itu dulu saja Mbak," pelanggan tadi mengakhiri orderannya."Baik Kakak, ini notanya. Silahkan melakukan pembayaran pesanan di proses setelah pembayaran dan maximal menunggu lima belas menit. Terima kasihkasih, saya dengan Dominique jika ada tambahan kakak bisa panggil saya. Saya ada di sebelah sana." Dominique menyerahkan nota dengan kedua tangan dan menujukkan arah kasir untuk pembayaran juga posisi dirinya jika pelanggan tadi membutuhkan dirinya.Pelanggan tadi langsung menuju kasir. Ajeng yang diberi kode Tara langsung naik mengambil alih packing roti ke dalam box sementara Tara membantu pembayaran.Inputan pesanan secara otomatis masuk ke ruangan pastry dan tidak berapa lama semua pesanan keluar. Ajeng langsung memanggil pelanggan tadi dia mengulangi pesanan sebagai tanda check barang agar tidak Ada yang tertinggal.Satu jam berselang shift pagi sudah kembali lagi di area. Mereka semua langsung melakukan pertukaran bergantian untuk istirahat. Dominique berjalan pelan menuju tangga duduk di salah satu anak tangga, tangannya mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menelpon Sophie."Iya Dom," suara Sophie dari ujung telpon."Gimana keadaan kamu sekarang Sop? Tadi aku di kasih tahu sama bu Ocha." "Sudah lebih baik Domi hanya saja sementara waktu aku nggak mau naik angkot dulu, masih trauma," ucap Sophie dengan suaranya yang masih berat."Iya aku ngerti kok. Terus gimana tuh para begal? Ketangkap?""Aku dengar langsung tertangkap soalnya pas laporan kejadian dekat banget dengan polsek jadi laporan langsung di proses dan beberapa jam kemudian mereka semua tertangkap!""Syukurlah kal
"DOMIIII!!!" teriak Haiden kesal melihat ulah Dominique. Dominique tersentak kaget terpental jatuh pantatnya menyentuh lantai. 'Akh, sakit' ringgis Dominique. John menahan tawanya dia tidak mau tuannya tahu kalau dia mentertawainya.Sedang sekretaris yang baru akan keluar ruangan berbalik mendengar teriakan Dominique. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.'Astaga dasar wanita gila dia tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa' umpat sekretaris Haiden. Dominique kaget cegukannya kumat ia segera bangun ketika orang tadi menghampirinya. "Ah, setaaaannnn!!!" teriaknya lagi lalu Dominique lari terbirit-birit."John!" Haiden tampak marah dan kesal."Tunggu sebentar Tuan, saya akan kejar dia!" John segera berlari mengikuti Dominique yang sudah keluar lewat lift.Nafas Dominique tidak beraturan. "Tidak, pasti aku salah lihat!" Dominique meyakinkan hatinya dengan apa yang dia lihat barusan.Pintu lift terbuka tanpa menoleh Dominique bergeg
Mobil Haiden berhasil mengejar motor yang ditumpangi oleh Dominique matanya menyipit dengan tajam mengamati dengan dingin semua gerak gerik tubuh Dominique, dia marah serta berapi-api.Haiden melihat Dominique memeluk mesra tersenyum dan tertawa disela pembicaraan mereka."John, aku menginginkan rumahnya dan bereskan pria brengsek itu!" Haiden memberi perintah yang terlihat sudah tidak sabaran."Baik Tuan, malam ini akan saya laksanakan," sahut John tidak berani mencari masalah karena suasana hati tuannya sedang tidak baik."Lakukan dan jangan meninggalkan jejak aku tidak ingin kau melalukan tindakan bodoh lagi" Haiden terbakar Cemburu.'Berani sekali kau tersenyum dan memeluk pria lain kau cari mati Domi' Buluk kuduk Dominique berdiri setiap kali ada yang menyebut atau mengumpat namanya.'Kok pakai jaket tetap merinding apa aku masuk angin' batin Dominique.John tampak menghubungi seseorang berbicara dan memerintah. Tentu saja semua berkaitan dengan perintah tuannya.Dominique turun
Dominique setengah berlari mencari opang (ojek pangkalan) di depan rumah sewaan nya karena tidak akan sempat naik ojol (ojek online) apalagi angkot yang ngetemnya lama banget. Hari ini Dominique tidak mau kalau harus menunggu.Lima belas menit perjalanan dengan kecepatan Valentino Rossi, Dominique sudah sampai di tempat kerjanya. Saat melewati parkiran ruko Dominique melirik empat mobil sedan hitam sudah memenuhi setengah lebih dari pelataran parkir dan beberapa orang berjas hitam juga bertubuh besar berjaga berjajar dengan security toko di pintu masuk customer.'Huhh aku benaran terlambat' batin Dominique jetag jedur. "Ayook Bu Ocha, cepetaaann!!!" Dominique yang tahu dirinya sudah benar-benar terlambat. 'Mati aku. Mati gimana nih bu Ririn pasti ngamuk'Dominique terkejut saat akan memasuki area toko matanya langsung di suguhi kembali dengan pria berjas hitam dan berbadan besar, namun dia tidak menghiraukan segera berlari ke arah tangga menuju loker untuk mengganti bajunya.Dominiq
"Aw sakit! " Haiden melepaskan pelan cengkramannya. Dominique membalikkan tubuhnya akan membuka pintu, "mau kemana kau?" tubuh Dominique langsung di himpit oleh tubuh kekar Haiden. "Aku mau keluar, tidak ada alasan aku ada disini!" Dominique berusaha mendorong tubuh Haiden dengan punggungnya. "Kau lupa apa perintah atasanmu!" Dominique berbalik mata langsung bertatapan kedua tangan Haiden masih mengkangkang tubuh Dominique.'Ya ampun dekat banget, dasar pria gila' Dominique memalingkan wajahnya. 'Hah, aku hampir gila. Tahan Haiden dia pasti akan segera jadi milikmu, tidak, tidak dari dulu dia kan memang sudah menjadi milikku' Dominique terdiam, pasrah, dia pun tidak ingin menimbulkan suara atau kecurigaan dari orang-orang yang berada diluar terlebih lagi ruangan manager bersebelahan dengan ruang produksi pastry.Haiden terus menatap intens Dominique, dia kegerahan sendiri melihat tingkah lelaki di hadapannya itu,"Ya, ya, ya sudah. Service makan ya service makan," suara tidak rela Do
Dominique membekap mulut dengan kedua tangannya.Dominique berjalan pelan menghampiri Justin tangan dan tubuhnya bergetar hebat tak terasa airmatanya jatuh berderai."Kenapa bisa sampai seperti ini, Pak" dengan isak pelan yang terdengar Dominique bertanya."Kami hanya tahu ada sebuah truk yang menabraknya. Setelah diperiksa polisi pengemudi truk positive mabuk, dia akan bertanggung jawab menanggung semua biaya jadi dia dibebaskan dari jeratan hukuman," jelas pak Dave yang mengetahui sedikit kronologi kecelakaan yang menimpa Justin.Dominique tak sanggup berkata-kata dadanya terasa sesak bagaimana pun Dominique berharap dan menantikan sesuatu yang berakhir bahagia dengan Justin. Dominique berencana menerima cinta Justin kalau dia mengutarakannya. Dominique mungkin saja akan bersedia menikah dengan Justin apabila Justin memintanya untuk menjadi istrinya."Maaf jam besuk habis," seorang perawat memberitahu. Mereka pun segera keluar ruangan.Pak Dave mengantarkan Dominique jam menunjukkan
Dominique mendekati malas Haiden menarik handuk yang menutupi bagian gundukan milik Dominique. Haiden membiarkan matanya menikmanti setiap jengkal tubuh Dominique yang dihadapannya menikmanti tampilan lingerie saat di kenakan Dominique. Haiden menelan salivanya berkali-kali.'Semakin melihatnya, semakin aku tak sabar untuk memakannya. Dia yang sekarang jauh lebih mempesona apalagi bagian dadanya yang tumbuh dengan sempurna untuk tubuhnya yang mungil. Baru melihatnya saja sudah membuatku candu apalagi benar-benar menikmatinya.''Ah Haiden kau harus segera mengikatnya agar dia tidak bisa lari atau kabur meninggalkanmu''Tatapan apa itu dasar otak gila. Habislah aku kali ini. Aku harus bisa merayu dan membujuknya.' Haiden menarik tangan Dominique membiarkan Dominique duduk dipangkuannya. Sesaat Haiden memabukkan dirinya dalam tubuh Dominique menciumi aroma tubuh dan rambut Dominique, tubuh yang selama sepuluh tahun Haiden rindukan."I-iden geli!" Dominique bergidik beberapa kali, tap
Keesokan harinya. Saat akan berbelok ke koridor kelas Dominique bertabrakan kembali dengan Haiden kali ini Dominique menumpahkan jus strawberry di baju Haiden. "Ah, maaf, maaf" Dominique merasa bersalah mencoba membersihkan baju Haiden dengan tissue, namun Haiden yang merasa kesal mencengkram kedua tangan Dominique dengan keras dan kasar. "Kau, kali ini kau harus bertanggung jawab penuh. Aku tidak akan melepaskanmu lagi," tatap Haiden penuh dengan kemarahan.Dominique binggung sesaat lalu dia tersadar peristiwa tabrakan kemarin, "Aw sakit. Maaf ka-kamu, yang kemarin kan?" Dominique kembali merasa bersalah. 'Owh jadi kalau aku bersikap kasar padamu kau baru mengingatku. Baiklah sesuai permintaanmu' batin Haiden.Haiden menghempaskan cengkaram kuat tangannya pada Domi berjalan meninggalkan Domi di ikuti oleh John.Domi terus memegani tangannya yang sakit. Dan saat masuk kelas matanya langsung tertuju pada Haiden yang tentu saja sedang menatapnya dengan tajam buluk kuduk Domi berdiri
Will menyadari kedatangan istri dan rivalnya. Dia hanya duduk menunggu di samping ruang operasi. Dominique menghampirinya. "Kau berbohong lagi!" cetusnya. Dia masih mode on merajuk. Will menarik tangan istrinya agar duduk disebelah dirinya. Tangan satunya melingkar di pinggang istrinya dan merengkuhnya ke dalam pelukan.Haiden duduk di sebelah istrinya. Hanya bisa menatap setiap perlakuan manis yang diberikan rivalnya. Dia kini sudah tidak pernah cemburu seperti dulu. Mereka berdua, sesama rival sudah sangat mengetahui kondisi masing-masing. Sesekali bertengkar. Namun, bukan pertengkaran yang besar selain berebut lebih dulu siapa yang mendapatkan jatah dari istrinya, selain itu. Mereka tidak pernah bertengkar. Sudah saling mengisi dan memahami. "Maafkan aku, sayang. Kau boleh menghukumku nanti. Aku akan menerima semua hukumannya!" dia mengecup kening istrinya. Mencoba menenangkan kemarahannya. "Iya, aku pastikan akan menghukummu secara berat. Kali ini aku tidak akan melepaskan beg
“Jangan sentuh? Kau yakin dengan ucapanmu itu?” goda Willy.“Iya, memangnya aku takut. Aku kan memiliki satu suami lagi, kau pikir, hah!” Dominique tak mau kalah melawan godaan suaminya.“Tidak ada apa-apa sayang, aku memang menginginkannya. Sudah lama sejak kau melahirkan dan mengurus anak-anak kita. Aku kangen!” Willy tetap menutupi hatinya. Mengusap kembali rambut istrinya sambil memandangi wajahnya dengan lembut."Sudah kalau tidak mau bicara, aku akan keluar!" ucap Dominique. Baru saja dia menarik selimutnya akan turun dari ranjang. Entah mereka memang tak mendengarnya atau terlalu fokus saat berbicara. Haiden sudah berdiri dihadapannya sambil melihat kedua tangannya. "Oh, jadi begini cara kalian? Melakukan hal yang enak tanpa mengajakku!" dengusnya kesal. Dominique menarik wajahnya sambil menghela nafas panjang. "Aku sudah selesai, jika kau memang menginginkan bilang saja sendiri!" Willy berjalan turun melenggang tanpa sehelai benang pun masuk ke kamar mandi. "Ah, tidak. Sud
Martha masih belum sanggup menatap wajah Will, dia hanya terus tertunduk ketika suaminya berkata seolah ada satu pedang yang langung menancap di dadanya. Will dengan perasaan yang tak bisa dia gambarkan hanya bisa menghela nafasnya. Bingung.“Kau tidak sedang bergurau denganku kan, Pah?” Will masih setengah tak percaya. Tubuhnya bahkan terasa bergetar, masih belum mempercayai semua ucapan ayahnya“Kau bisa bertanya langsung dengannya, apa aku sekarang sedang berbohong padamu atau tidak?” tanpa banyak berkata apapun Baron membalikkan tubuhnya. Jantung Martha benar-benar akan copot di tatap putranya. Meminta penjelasan tentang kehadirannya.“Huh, baiklah, ayo kita masuk, Nyonya. Sepertinya akan banyak hal yang akan kita bicarakan!” kali ini Martha terkejut saat mendengar ucapannya. Datar dan dingin. Berbeda saat pertama kali mereka tak sengaja bertemu.Langkah kakinya mengekori Will masuk ke ruang bacanya. Dia sudah duduk di sofa sambil terus memperhatikan wanita yang bernama Martha
“Bersiaplah hari ini kita akan menemuinya!” Baron berkata dengan sangat tegas. Menatap wanita yang duduk dihadapannya. Dia sedang menikmati sarapan paginya.Wanita yang beberapa hari ini telah resmi menjadi istrinya kembali. Dia yang dipaksa olehnya. Martha mau tidak mau menuruti semua kemauan Baron, daripada ada nyawa yang tidak bersalah berkorban untuk dirinya.Martha masih menatap wajah Baron. Bingung dengan ucapannya. Bertanya dalam hati apa yang akan ditemuinya nanti. “Aku hanya memintamu, menemaniku dan menemuinya. Apakah ada masalah? Mengapa kau menatapku seperti itu?” kembali Baron berbicara dengan suara sakrasnya. Membuat Martha tetap diam. Dia tak perduli dengan ucapannya. Dia tahu saat dia mencoba menjawab setiap perkataannya akan timbul hal yang tidak diinginkan.“Baiklah, aku akan bersiap-siap!” ucapnya setengah terpaksa.“Apa kau sebegitu tak sukanya pergi bersamaku?” Baron menaikkan rahangnya dengan kasar menatap Martha yang baru beberapa hari ini resmi menjadi istr
"Jangan mendekat!" Sophie terus bergeser dari ranjangnya, saat Ramon mencoba mendekatinya. Sedangkan, John sibuk dengan dunianya sendiri. Dia seperti mendapatkan mainan baru. Saat pulang kerja dan setelah makan juga mandi hal yang dilakukan pertama kali adalah mengendong anaknya. Dia menjadi bapak siaga saat berada di rumah. "Inikan sudah empat puluh hari lebih, sayang. Masa aku nggak boleh dekat-dekat kamu sih!" Ramon merajuk. Namun, tak menghentikan aktifitasnya saat berusaha menggulingkan pertahanan istrinya. "Cih, kau bersungguh-sungguh? Sebaiknya, kau mencontohnya. Lihat tuh dia sangat akrab dengan, Josh!" cibirnya. Terus menghempaskan tangan Ramon yang berusaha menjamahnya."Cih, kau bersungguh-sungguh? Sebaiknya, kau mencontohnya! Lihat tuh dia sangat akrab dengan, Josh!" cibirnya. Terus menghempaskan tangan Ramon yang berusaha menjamahnya.John hanya meliriknya tanpa mengindahkan semua ucapan yang kelur dari mulut Ramon. Dia bahkan tak perduli dengan cibiran atau umpatan yan
"Sungguh, aku tidak apa-apa. Jangan bawa aku kesana!" Martha memohon dengan penuh penekanan. Dia tak ingin seorang pun tahu tentang penyakit yang sedang dideritanya. Baron tak mengindahkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Dia tahu wanita itu sedang membohonginya. Dia melemparkan tubuh yang tidak muda lagi itu dengan kasar ke kursi penumpang. Setelah penyeretan yang dramatis. Tanpa memperdulikan orang-orang yang menatap mereka. Seperti seorang istri yang sedang kepergok suaminya berselingkuh. "Jangan membantah lagi, jika kau terus terusan menolakku, jangan salahkan jika senjata ini akan langsung bersarang ke perutmu!" ancamnya. Kini Baron sedang tidak bermain-main. Dia menodongkan senjata tepat disamping perutnya. Martha sudah kehilangan akal menghadapi lelaki yang sudah berumur itu. Yang memiliki sikap dan temperamen seperti anak remaja. Merajuk kalau keinginannya tak dituruti. Dia tak bersuara. Pasrah. Hingga Baron memasukkan senjatanya kembali ke jasnya. Dia bertanya
Baron masih saja mondar mandir di kamarnya. Menunggu wanita itu benar-benar bisa menenangkan hati, agar mereka bisa kembali pembicaraannya. Sebenarnya bukan berbicara, tapi Baron masih ingin meneruskan rasa penasarannya. Martha menghela nafasnya. Isak tangis terakhirnya sebelum dia benar-benar berhenti.“Apa kita sudah bisa berbicara sekarang?” dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Daripada dia menemani wanita yang sedang menangis. Dia lebih baik memukuli seluruh pengawalnya hingga babak belur.‘Huh, apa kata dunia, jika ada orang yang tahu aku mendengarkan seorang wanita menangis!’Baron meraup wajahnya dengan kasar. Sungguh dia pun tak menyangka bisa menemani wanita itu merajuk. Menangis terseduk selama satu jam.Martha menganggukkan kepalanya. Memberikan tanda, dia siap menerima introgasi dari laki-laki dihadapannya itu.“Jadi, penjelasan apa yang ingin kau berikan padaku?” Baron masih menatapnya tajam.‘Huh, dari dulu dia memang tak pernah mau mengalah. Padahal dia yang salah.
‘Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia bisa menjadi seperti ini? Apa sungguh aku telah salah mengira dirinya?’Pikiran Baron bergemuruh. Hatinya tiba-tiba saja menjadi tak menentu. Dia bahkan tak tega melihat wanita itu berbaring lemah tak berdaya. Bagaimanapun, dia pernah menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam hidupnya.Dia berjalan perlahan menghampiri ranjangnya. Duduk tanpa bersuara, menatap wanita itu yang terlihat tidur dengan nyaman oleh obat yang habis dia minum. Rasa lelah yang dia rasakan seakan menghilang. Padahal tadi dia berencana akan pulang ke hotelnya untuk beristirahat.‘Ah, hotel!’ Baron keluar dari kamar wanita itu. Mencari keberadaan Markus yang tengah memberikan perintah kepada anak buahnya untuk membersihkan kekacauan yang baru saja mereka buat.“Carikan selimut yang tebal untukku dan segera bawakan untukku!” setengah tak percaya Markus mendengar permintaan Tuannya. Dia sedikit menaikan kedua alisnya saat mendengar tuannya berkata seperti itu.“Cepat!
Baron memicingkan matanya di kursi penumpang. Matanya ke luar jendela mobilnya. Menatap mantap orang yang dia kenali. 'Aku yakin dia.' Baron tak melepaskan tatapannya sedikitpun. Dia melihat orang itu tengah memegangi dadanya saat berjalan. Sesekali kakinya berhenti dan tangannya menempel pada tembok jalanan. Beberapa detik kemudian dia melihat orang itu ditabrak seseorang hingga membuatnya tersungkur di jalanan. 'Cih, apa dia benar-benar orang itu? Aku rasa mataku salah lihat lagi.' hatinya berkata demikian. Namun, dia menyuruh Markus menghentikan mobilnya. Rasa penasaran dan dia sangat ingin membuktikan sesuatu membuat tekadnya bulat.Menghampiri orang itu yang tengah berusaha bangkit dari orang yang sudah menabraknya tadi. "Ck, ck, ck, apa sungguh kau masih seorang Nona dari keluarga Belvina?" Orang tadi melirik kearah suara. Melihat Baron sudah tepat dihadapannya menaikan rahangnya dengan kasar.Orang tadi berusaha menutupi getaran dalam tubuhnya. Menatap datar wajah orang yan