Share

Makan Bareng Chef Justin

Inputan pesanan secara otomatis masuk ke ruangan pastry dan tidak berapa lama semua pesanan keluar. Ajeng langsung memanggil pelanggan tadi dia mengulangi pesanan sebagai tanda check barang agar tidak Ada yang tertinggal.

Satu jam berselang shift pagi sudah kembali lagi di area. Mereka semua langsung melakukan pertukaran bergantian untuk istirahat. Dominique berjalan pelan menuju tangga duduk di salah satu anak tangga, tangannya mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menelpon Sophie.

"Iya Dom," suara Sophie dari ujung telpon.

"Gimana keadaan kamu sekarang Sop? Tadi aku di kasih tahu sama bu Ocha."

"Sudah lebih baik Domi hanya saja sementara waktu aku nggak mau naik angkot dulu, masih trauma," ucap Sophie dengan suaranya yang masih berat.

"Iya aku ngerti kok. Terus gimana tuh para begal? Ketangkap?"

"Aku dengar langsung tertangkap soalnya pas laporan kejadian dekat banget dengan polsek jadi laporan langsung di proses dan beberapa jam kemudian mereka semua tertangkap!"

"Syukurlah kalau sudah tertangkap. Jadi tidak meresahkan. Kapan kamu masuk Sop?"

"Mungkin besok kamu kan tahu bu Ririn nggak akan kasih izin lama dia pasti ngoceh!"

"Iya sih "

"Terus nanti malam kamu pulang sendiri dong Domi?"

"Uhm, mungkin. Cuma hari ini dia masuk siang sih," ucap Dominique.

Sophie mengerti maksud arah pembicaraan Dominique tentang chef Justin yang sedang pedekate dengannya.

"Ngomonglah dia pasti mau kok nganterin kamu pulang!"

"Ah liat nanti aja Sop, ya sudah aku istirahat dulu ya!"Dominique menutup telpon dan memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Ehemm" Dominique menoleh kearah suara.

"Makan bareng yuk!" Chef Justin sudah berada di belakang Dominique duduk di salah satu anak tangga di belakang Dominique dan mendengarkan percakapan mereka di telpon.

"Eh emang kerjaannya sudah selesai?"

"Sudah yuk. Ini sudah aku bawakan jaket!" Chef Justin menunjukkan jaket miliknya.

"Uhmm, tapi aku bawa bekal!"

"Nanti bekalnya turunin saja buat ronde kedua anak-anak nanti malam," sahut Chef Justin yang tidak ingin ada penolakan dari Dominique.

"Tapi bekalku kan ..."

"Sudah ayok, kelamaan nanti jam breaknya keburu habis!" Chef Justin tidak sabar langsung memakaikan jaket menarik tangan Dominique.

Di luar Ruko sebuah mobil tampak mengawasi.

"Tuan Haiden, anda tidak turun? Atau mau saya pesankan sesuatu?"

John yang melihat Tuannya memandangi kaca mobil yang sudah dia buka.

"Hmmm."

Lalu dia menyadari sesorang yang sedang dia nantikan melewati mobilnya, bergandengan tangan. Matanya membulat dengan lebar.

"John, siapa dia? Berani sekali dia menyentuhnya. Kau tidak memasukkannya ke dalam laporan!" bentak Haiden sambil mengepalkan tangan meninju kursi kemudi yang di duduki oleh John.

"Maaf Tuan Haiden, saya juga baru melihatnya!"

"Bodoh kau! Cepat bereskan dia, aku tidak mau melihatnya lagi!!"

"Baik Tuan!"

"Kembali ke kantor aku muak melihatnya. Kita jemput dia nanti malam."

"Baik Tuan," sahut John dan langsung mengemudikan mobilnya.

Haiden melihat Dominique sedang makan siang bersama seorang laki-laki.

Cih, berani sekali kau tersenyum bahagia seperti itu. Apa kau lupa dengan janjimu. Batin Haiden menatap kesal pada Dominique.

"John" John melirik tuannya dari kaca spion.

"Iya Tuan"

"Bereskan tokonya!"

"Sedang dalam proses, Tuan"

"Aku mau secepatnya!"

"Baik Tuan"

Tuan-tuan kenapa toko jadi sasaran cemburu anda, padahal anda dengan mudah bertemu dengan nona Dominique. Gengsimu tinggi sekali Tuan. Batin John.

"Malam ini kamu pulang sendiri kan?" ucap chef Justin di sela makan mereka. Dominique hanya mengangguk.

"Aku antar kamu pulang ya!" pinta chef Justin.

"Memangnya kamu bisa pulang cepat biasanya kan aku yang duluan pulang," sapaan Dominique di luar cake shop tidak terlalu formil.

"Bisa dong. Stok barang dan yang lain sudah aku maksimalkan tinggal push beberapa point yang belum nanti setelah break bisa aku kejar dan pulang dengan tepat waktu," sahut Justin meyakinkan Dominique sambil memegang tangannya dan tersenyum.

"Oke aku tunggu di luar saja yah. Tidak enak sama yang lainnya."

Walau Dominique tahu pedekate mereka bukan rahasia lagi buat mereka di dalam lingkup kerja Dominique harus menghormati Justin sebagai atasannya.

"Oya kau sudah dengar belum kalau saham toko kita sudah beralih tangan. Toko kita sekarang pemegang kuasa tertingginya seorang pengusaha terkenal dan sukses dari Inggris."

"Uhm belum, aku baru dengar. Tidak masalah siapa pemegangnya yang penting tiap bulan tidak ada keterlambatan gaji lebih baik lagi ada kenaikan," canda Dominique yang tidak perduli siapapun atasannya sekarang, baginya yang penting salary tiap bulan tetap mengalir ke rekeningnya.

ARAMGYAN COORPOTARE.

John menatap tuannya yang gelisah dan tidak tenang, berulang kali dia dengar dengusan kesal dari mulut tuannya. Mood tuannya sedang tidak baik setelah peristiwa gandengan tangan tadi. Pekerjaan dan beberapa janji langsung di tolaknya John tidak pernah melihat sikap tuannya selama sepuluh tahun di Inggris seperti ini.

Tuannya terus mondar-mandir di ruangan seperti setrikaan. 'Cih, tuan, tuan cemburu sampai seperti itu.'

"John" ucapnya seperti dia habis mendapatkan ide. John meliriknya.

"Anda mau saya pesankan sesuatu Tuan? Mungkin ice chocolate di siang hari pasti akan terasa segar," tawar John sambil tersenyum menggoda Tuannya.

"Cih, kau punya telepati kenapa kau tidak katakan daritadi," umpatnya kesal menendang kaki John.

"Ini saya katakan Tuan, apa ada pesanan lainnya?" seringai John lagi menggoda tuannya dengan alis yang dia naikkan.

Haiden tampak berpikir. "Suruh dia yang antar. Aku penasaran melihat wajahnya dari dekat ketika melihatku, ah atau aku bersembunyi dan menggagetkannya. Dia pasti senang melihatku kembali," celoteh Haiden yang terlihat seperti anak kecil.

'Hmmm tuan Haiden bertemu dengan nona Dominique. Aku jadi tak sabar melihat pertunjukkannya. Nona Dominique pasti'

"Baik Tuan, segera saya laksanakan!"

John yang melihat tuannya berkacak pinggang dan mendelikkan mata kesal menunggu jawaban John.

"Lambat sekali kerjamu!" gerutu Haiden berjalan ke meja kerjanya duduk sambil menggoyakan kursi membayangkan suatu hal. John hanya melihat tingkah tuannya yang seperti anak baru gede.

"Dom, kamu di panggil Bu Natalie," teriak Ajeng saat Dominique akan turun ke area. Dominique mengerutkan dahi.

"Ada apa ya Jeng?" Dominique yang penasaran.

"Jiaahhh mana aku tahu Dom, tadi pas lewat di depan ruangannya bu Natalie cuma bilang itu!" Ajeng berlalu segera turun ke area.

'Ada apa yaa? Kok tiba-tiba buluk kudukku merinding. Ah, sudah temui saja dulu dia.' Dominique berjalan malas ke ruangan bu Natalie. Dominique mengetuk pintu.

Tuk. Tuk!

"Masuk," sahutan dari dalam terdengar Dominique membuka pintu.

"Duduk," perintah Bu Natalie.

"Siang Bu, Ibu panggil saya, ada apa? " Dominique penasaran tumben sekali dirinya di panggil ke ruangan manager biasanya kalau di panggil pasti dia di suruh back up toko lain yang kekurangan personil dia tidak ingin berlama-lama di ruangan bu Natalie.

"Siang Domi. Tolong kamu antarkan pesanan ice chocolate ke," Bu Natalie memberikan secarik kertas yang di lipat dua kepada Dominique.

"Ice chocolate, Bu? Bukannya kita ada pak Nanang delivery kita," Dominique terkejut karena dia merasa ini bukan tugasnya. 'Masak aku sih yang harus ngantar mana di luar lagi panas-panasnya' batin Dominique menolak hebat permintaan bu Natalie.

"Sudah jangan membantah. Cepat antarkan nanti kelamaan dan ingat jangan buat masalah," pesan Bu Natalie.

Dominique tertegun sesaat. 'Sepertinya ada yang aneh' gumanya dalam hati.

"Eh kok malah bengong. Ayo cepat pergi sana!" usir Bu Natalie. Dominique mengkrejapkan matanya, "ma-af Bu, berapa banyak yang harus saya kirim!" Dominique yang tidak bisa membantah lagi.

"Satu saja. Kamu cukup mengantarkan dan segera kembali, mengerti!" ucap Bu Natalie

"Baik Bu, saya berangkat," pamit Dominique beranjak dari duduknya yang membuat hatinya tiba-tiba kesal.

"Oya, ce chocolate sudah di bawah dan ini uang transport pakai ojek online biar cepat!" Bu Natalie menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada Dominique. Dominique menerima uangnya dan segera keluar ruangan bu Natalie.

"Domi nih!" Rissa order taker menyerahkan ice chocolate ke tangan Dominique.

"Serius cuma satu, Ris? Orang yang pesan tidak ada kerjaan yaa dan kenapa harus aku yang antar sih kan ada pak Nanang!" Dominique setengah cemberut menerima ice chocolate tadi.

"Sudah cepat antarkan. Nanti keburu cair tuh esnya. Ojek onlinenya sudah menunggu di depan, aku tadi di suruh pesankan sama bu Natalie!" Dorong Rissa agar Dominique segera pergi.

"Iya, iya!" Dominique menyeret malas kakinya menghampiri tukang ojek online yang sudah menunggu. Ojek online langsung melesat ke alamat tujuan. Ojek Dominique berhenti di depan gedung besar dan berlantai tinggi. Panas matahari sampai membuat silau matanya saat menatap gedung.

'Lantai berapa tadi ya' Dominique mengeluarkan kertas tulisan bu Natalie.

"Lantai lima puluh, hah yang benar saja cuma ini doang tulisannya!" Dominique yang baru menyadari saat membuka lipatan kertas tulisan tangan bu Natalie.

Dominique celingak celinguk di depan pintu gedung dia tidak melihat tulisan "ARAMGYAN COORPOTARE" terpampang besar di depan matanya seorang pengawal berbadan besar langsung menghampiri Dominique.

'Ah, itu dia, aku tanya sama dia saja' batin Dominique.

"Selamat siang Pak, Pak, saya mau ke lantai lima puluh lewat mana ya?" ucap Dominique ramah. Pengawal tadi sepertinya sudah mendapatkan perintah segera membawa Dominique untuk mengikutinya menuju lift khusus.

"Pak mau tanya lantai lima puluh ruangan apa ya?" Dominique yang tidak sabar bertanya siapa sih orang iseng yang pesan satu ice chocolate dan menyuruhnya datang kemari. Dominique merasa aneh dengan pesanannya dan dia tidak merasa punya teman apalagi kenalan di gedung semewah ini. Pengawal tadi hanya melirik dan tidak menjawab.

Pintu lift terbuka Dominique melihat satu lorong dengan satu ruangan besar di bagian pojok.

"Sudah sampai Nona, silahkan!" ucapan Pengawal tadi membuat kerutan di dahi Dominique dan langsung menutup pintu liftnya.

'Nona? Apa Aku tidak salah dengar?Dominique berjalan menghampiri meja sekretaris.

"Selamat siang Mbak, saya mau mengantarkan pesanan ice chocolate," sapa Dominique saat di depan meja.

Dominique melihat wanita itu sedang asik dengan peralatan tempurnya mengoles bedak dipipinya. Wanita tadi menatap Dominique dari ujung rambut sampai kaki.

"Oh ice chocolate," sahutnya kesal dan sinis.

'Cih apalagi ini, kenapa jawabannya seperti itu. Apa aku bikin salah? Kenal juga tidak. Kenapa dia tidak ambil saja sih nih ice chocolate harus sekali apa aku yang antar sendiri ... eh, eh ... kok buluk kudukku berdiri yaah ada apa nih, kok tiba-tiba merinding'

Wanita tadi berdiri dengan kesal meletakkan alat tempurnya di meja. "Ikut aku," ucapannya, Dominique mengekorinya dari belakang.

Wanita tadi membuka knop pintu.

Ceklek!

"Tuan ice chocolatenya sudah datang," ucap wanita tadi berjalan menghampiri meja di ikuti dari belakang oleh Dominique.

'Ah pertunjukkannya di mulai' John tersenyum diam.

Haiden langsung berdiri dia tidak sabar melihat reaksi Dominique. 'Ah ini kenapa makin dingin dan merinding ya? Apa AC-nya terlalu dingin buatku' Dominique merasakan ada yang tidak beres apalagi setelah wanita tadi menggeserkan tubuhnya mempersilahkan Dominique untuk memberikan ice chocolate yang dibawanya.

"Terima kasih Mbak," ucap Dominique ramah pada wanita tadi,

"Ini Pak pesanan ice chocolatenya," ucap Dominique sambil menyerahkan ice chocolate tadi kepada orang di hadapannya sambil menunduk. 'Apalagi ini kok diam. Kenapa tidak di ambil sih?'

"Pak maaf ice chocolatenya!" Dominique menarik wajahnya penasaran melihat wajah orang di hadapannya.

'Belagu amat sih' umpat Dominique kesal. Saat mata mereka saling bertatapan mata Dominique langsung membulat lebar.

"Aakkhhh ... SETAANNNN!!!! " Teriak Dominique tangannya tidak sengaja menekan gelas plastik yang berisi ice chocolate tadi sehingga menyiram wajah dan mengotori bajunya ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status