Tubuh Alice terhuyung ke belakang beruntung tangan besar dengan sigap menahan pinggangnya. Wajahnya terlihat jelas di sana salah satu wartawan melebarkan gambar dirimu yang tengah berlari di bawah guyuran hujan penampilannya yang sangat mengenaskan dan wajahnya terlihat begitu tertekan. Foto yang berhasil menghantam dadanya."I– itu," ucapnya terbata."Hentikan! Pertanyaan macam apa ini? Saya adalah pria yang dimaksud oleh kalian. Saya adalah suami dari wanita yang kalian tuduh sebagai simpanan!" ujar Alaric, yang tiba-tiba muncul begitu saja."Ayok kita pergi," sambung Alaric, mengajak Alice pergi dari kerumunan media."Bagaimana kamu bisa ada di sini? Bukankah kamu pergi pagi-pagi sekali?" tanya Alice, saat mereka berada di dalam lift. "Sudah aku katakan untuk jangan pergi kemana pun. Kenapa kamu membantah, hum?" Alaric, menarik pinggang Alice lembut. Mengecup keningnya yang terdapat keringat dingin di sana."A– aku, hanya," Alaric mengangkat dagu Alice, mengecup bibirnya sesaat.
Mencintai seseorang yang tidak mungkin menjadi miliknya, bagaikan menggenggam air. Itu yang di rasakan seorang pemuda tampan yang tak lain adalah Alaric Can Davindra.Pria tampan pendiam dan misterius. Tidak jarang memilih menyendiri tanpa berniat berbaur dengan orang lain. Hanya satu teman dan itu pun jarang terlihat bersama.Brakkk!"Maaf, saya tidak sengaja," lirih seseorang wanita tertunduk.Alaric merapikan tas dan buku yang berhamburan di lantai. Tanpa berniat menjawab perkataan wanita di depannya yang terus menundukkan wajahnya. "Apa kau tidak bisa melihat sampai harus menabrak orang lain?" sahutnya dingin.Alice mendongak ucapan pria di depannya membuatnya kaget. "Aku sudah bilang minta maaf, lagi pula ini jalanan umum bagaimana mungkin kamu bisa berjalan begitu lambat selain itu kamu sedang melamun. Aku sedang terburu-buru jadi, di sini bukan cuma aku yang salah. Tapi, kamu juga." Ujarnya kesal.Alice kehilangan waktu hanya karena menghadapi seorang laki-laki yang menyebalkan
Edison menjauh dari Alice dan Alaric, pria paruh baya itu memilih untuk mencari aman dari amukan Alaric. Seandainya putrinya memilih untuk mendekati Alaric tentu hidupnya akan seperti ratu, semua keinginan akan terwujud tanpa harus bekerja lebih dulu. Tanpa harus menyingkirkan mereka hanya demi harta dan jabatan."Aku tahu, lagi pula mana mungkin aku menyakitinya," ujar Edison, mencari cara agar Alaric tidak membencinya. Kekuatan yang di miliki Alaric membuatnya takluk, dengan mendekati Alice, Edison bisa mendapatkan kepercayaan darinya. Tidak ada alasan lain meski kekayaan orang tuanya dan saudara kembarnya cukup banyak tetapi untuk sekarang dan kedepannya Edison akan mengalami kesulitan. Krisis kepercayaan itu yang akan terjadi dalam perusahaan yang ia pegang saat ini. Siapa yang tidak kenal Edison, pria yang suka bergonta-ganti pasangan dan judi. Selain itu anak dan istrinya menjadi deretan pertama yang banyak di cari orang karena kebohongannya. Namun, semua hanya diam mengetahui
Melihat mereka yang tengah berbincang ringan Alaric tersenyum sinis. Sepatunya yang menimbulkan suara berhasil mengalihkan perhatian mereka."Al, kamu berkunjung? Kenapa tidak beri kabar ayah, hum?" sambut Gavin, senang. Yang sekarang jarang datang untuk mengunjunginya."Al," lirih Carissa, senyumnya mengembang mengetahui pria yang sangat dia cintai berkunjung ke rumah orang tuanya bertepatan dengan dirinya yang datang."Hei, soon apa kabar? Sepertinya kau begitu sibuk sampai lupa berkunjung ke rumah Om," ucap Rendra menyambut kedatangan Alaric begitu mendekatinya."Seperti yang anda ketahui kalau saya memang sibuk. Boleh tahu ada acara apa ini? Kenapa bisa bertepatan denganku yang datang ke sini?" tanya Alaric basa-basi,walau ia tahu tujuan keluarga Rory menemui orang tuanya.Urmila menatap wajah putranya merasa bersalah mengingat apa yang sudah dia lakukan pada menantu yang telah mengandung benih keturunannya, cucu pertama keluarga Davindra."Al, bukankah kita sudah lama tidak berte
"Al, kamu bicara apa? Apa maksud kamu menolak perjodohan ini?" Carissa terbata, cemas. Hatinya belum siap mendengar kata-kata yang menyakitkan hatinya tidak sanggup untuk menampungnya.Alaric tersenyum meremehkan melihat tingkah Carissa yang mulai dengan dramanya. Berbeda dengan Carissa orang tua Carissa justru menahan kemarahannya di balik sikap tenangnya."Kamu tahu jawabannya, lalu untuk apa kamu bertanya?" ujar Alaric, tajam."Maksud kamu apa? Aku benar-benar tidak tahu, Al?" Carissa mendesak Alaric dan berusaha untuk meminta bantuan pada kedua orang tuanya."Berhenti untuk berpura-pura jika aku membukanya di depan kedua orang tuamu dan orang tuaku. Aku jamin Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari rumah ini sekalipun kamu bisa tentu dengan dikawal oleh mereka." Ujar Alaric menunjuk dua pria berseragam yang ada di ponselnya."Tunggu-tunggu ini ada apa? Kenapa kamu bicara seperti itu dan kenapa kamu menunjukkan dua polisi pada anakku? Al, boleh aku tahu alasan kamu menolak putriku?
Keluarga Rory tidak terima atas perlakuan keluarga Davindra padanya. Sejatinya mereka adalah teman baik hingga saat ini. Namun, Rendra hanya ingin memberikan yang terbaik untuk putrinya. Carissa begitu mencintai Alaric sehingga menurutnya adalah kewajaran jika orang tua menuruti kehendak anak mereka termasuk dirinya.Tetapi kejadian hari ini telah membuktikan bahwa keluarga Davindra tak sebaik yang ia kira sebelumnya perbedaan status sosial meski kekayaan yang di miliki cukup banyak. Tetapi , berbeda dengan keluarganya mereka adalah keluarga yang sempurna. Davindra memiliki kekayaan yang melebihi dari keluarganya selain itu nama besar putranya mampu mengalahkan pesaing yang bermain kotor dan curang. Kekuasaan yang bahkan sangat ditakuti oleh pebisnis di luaran sana termasuk dirinya. Siapa yang tak ingin bersanding dengan Alaric? Hanya orang bodoh yang menolaknya. Desas-desus kehidupan malamnya tak jua terendus, sehingga namanya begitu bersih di kalangan koleganya.Rendra tahu siapa
"Aku sudah berkunjung," sahutnya acuh.Alaric mendekati Alice, berlutut di depan menyentuh tangan Alice lembut. Berharap jika sang istri bersedia memaafkan kesalahannya dan bersedia membuka hati untuknya."Apa yang kau lakukan?" Alice melepaskan tangan Alaric yang menggenggam tangannya erat."Aku hanya ingin melihat wajah istriku. Kau begitu cantik Alice," Alaric menatap intens wajah cantik Alice. Wanita yang ia cintai.Alice memalingkan wajahnya betapa ia tak ingin melihat wajah tampan Alaric meski hatinya ingin berdekatan dengannya. Menghirup aroma tubuhnya yang wangi menenangkan, Alice memilih untuk tidak melakukan hatinya begitu sakit ketika miliknya di renggut paksa oleh pria yang bertahan dengan posisinya.Harta yang amat ia jaga walau Alaric memiliki hak untuk melakukannya mengingat Alaric adalah pria yang membeli tubuhnya dari ibu tirinya."Kamu orang pertama yang aku sentuh seutuhnya. Wanita mana pun tak sedikit pun yang bisa membuatku melakukan lebih, wanita yang kau lihat i
Albert tidak mampu menyembunyikan amarahnya sikap dan ucapan Alaric mampu membuatnya terdiam. Meski harus menahan gejolak amarah yang semakin terbakar karena Alaric terus mengatakan hal yang tidak ingin Ia dengar. "Jangan dekati istriku apa pun alasanmu! Kau sudah membuangnya dan seharusnya kau sadar kenapa aku harus membelinya. Sepertinya kau tidak sadar dari awal kenapa aku selalu memilih diam bahkan aku meninggalkanmu setiap kali kau mengatakan keburukan pada Alice. Kau bicara bahwa kekasihmu adalah wanita yang sangat bodoh dan dia pantas untuk kau tinggalkan bahkan untuk kau permainkan. Kau halo pak jika aku benar-benar mengatakan kepadamu bahwa aku sangat mencintai seseorang dan itu sejak pandangan pertama hingga saat ini dan wanita itu adalah istriku saat ini!" ucap Alaric penuh kebanggaan ketika menyebut Alice adalah istrinya."Kau benar-benar menikam 'ku," Albert melayangkan tangannya ke arah Alaric. Dengan sigap pria tampan itu menangkisnya."Aku akan merebut Alice darimu. A
Acara yang sudah disusun sedemikian matang akhirnya gagal karena satu hal yang tidak mungkin dilakukan mengingat akan banyak orang yang akan terlibat di dalamnya Alaric tidak ingin mengambil resiko terlebih kejadian yang belum lama ini dialami oleh istri dan anaknya sehingga rencana pun berubah. Walau demikian Alice, sebagai istri tentu mendukung penuh apa yang diinginkan oleh sang suami. Tanpa mencampuri tangan orang banyak sang suami tentu bisa menjebloskan mereka ke dalam penjara. Hari-hari berlalu dengan tenang semua yang terlibat di dalamnya pun tentu merasa takut karena selama beberapa hari ini pun tidak ada yang mengusik ataupun bergerak untuk menangkap mereka justru sebaliknya keluarga kecil itu tengah berjalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan di kota."Sebenarnya apa yang di rencanakan, kamu?""Hum, kamu keberatan dengan ketenangan ini?"Alice menggeleng tentu tidak terganggu dengan ketenangan yang dibuat oleh sang suami namun selain itu ada hal yang membuatnya merasa
"Ayah!!""Sayang, kamu tidak apa-apa?"Arka menggeleng cepat wajahnya ia benamkan dalam ceruk leher Alaric."Benar yang tante katakan tadi kan? Ayah akan datang untuk menyelamatkan kita. Tuan, Alaric terima kasih, sudah menyelamatkan kami.""Sayang apa mereka menyakitimu?"Arka kembali menggeleng sesaat memperhatikan Larissa yang menatapnya."Ayah, bawa aku pergi dari sini. Aku takut,""Ya, sayang, kita akan pergi."Alaric membawa Arka pergi tak lama langkahnya terhenti saat suara dari belakang terdengar."Tuan, anda tidak mengajakku pergi? Aku sudah berusaha untuk melindungi den Arka,"Tanpa mengatakan ataupun menjawab Alaric meninggalkannya begitu saja. Sesuatu terjadi dan putranya tengah ketakutan."Ben, urus wanita itu jangan biarkan salah satu lepas termasuk dia.""Baik, tuan.""Ayah, mama, mana?""Mama, sedang menunggu kita di rumah, nak. Anak ayah yang tampan dan hebat ini apa sudah bisa ceritakan pada ayah?"Arka terdiam tubuhnya terasa sedikit bergetar. Alaric tahu ada yang t
Alaric bersikap tenang membuat pria paruh baya mengalihkan pembicaraan mereka. Ia tahu apa yang akan terjadi jika salah bicara bukan hanya dirinya tapi juga seluruh keluarga akan hancur bahkan kematiannya tidak akan terendus oleh pihak berwajib sehingga ia di nyatakan mati sewajarnya.Membayangkan hal itu membuat buku kuduknya berdiri tatapan yang terlihat tenang itu justru tatapan sebaliknya. Tatapan seorang pembunuh berdarah dingin, siapa tak kenal Alaric dalam dunia bisnis dan bawah dua orang yang di takuti banyak orang termasuk lawan bisnisnya."Haruskah aku percaya? Atau kau ingin kita bermain-main lebih dulu tuan?""Hahaha, becandamu tidak bisa membuatku tertawa. Tapi, sedikit menggelitik.""Tuan, cobalah untuk jujur agar tidak ada hal yang membuat kita tidak nyaman terlebih anda." "Boy, kau belum mengenalku sepertinya. Aku tidak pernah bermain-main dan apa yang aku katakan itu adalah sebuah kejujuran.""Oke, kali ini aku percaya tuan Rendra. Anggap saya percaya dengan perkataa
Alice membuka matanya aroma obat tercium begitu menyengat di hidungnya. Memindai seluruh ruangan bercat putih. Alice mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. Sesaat tubuhnya bergetar mencoba untuk bangkit namun sayang tubuhnya begitu sulit untuk di gerakkan."Sayang, kamu sudah sadar? Kamu tidak boleh bergerak, tetap seperti ini,""Arka, di mana Arka? Kamu berhasil menyelamatkan anakku kan? Katakan padaku Alaric, mana anakku!!" Alice memukul dada bidang Alaric, putranya tidak ada di sampingnya. "Sayang, kamu harus tenang ya?" Alaric mencoba untuk memeluk Alice, tapi sayang Alice tetap memberontak dan bahkan berulang kali mendorong tubuh Alaric meski tubuhnya tak bergerak sedikitpun. Alice mencoba melepaskan diri saat Alaric berusaha untuk menenangkan dirinya walau tubuhnya lemah Alice tetap berusaha untuk turun mencari keberadaan putranya."Aku janji akan membawa anak kita dengan selamat. Tidak ada satu goresan dalam tubuhnya, aku janji sayang." Alaric merengkuh tubuh istrinya y
Alice memilih menu untuk mereka nikmati bersama tanpa bertanya karena ia tahu jika Ratmi menyukai makanan yang sama dengannya. Bahkan Larissa pun memilih makanan favorit walau ia beralasan penasaran dengan menu yang di lihatnya mengunggah seleranya. "Setelah ini anda mau ke mana nyonya?" Larissa memecah keheningan di antara mereka setelah menikmati makan siang di tempat yang di pilih oleh Arka. "Pulang, di rumah ada mama. Tapi sepertinya Arka ingin berkeliling sebentar," "Ya, nyonya anda benar sekali, sepertinya den Arka masih ingin bermain apa sebaiknya kita nunggu sebentar agar den Arka puas bermain?" usul Larissa. Alice membenarkan perkataan Larissa, selagi Emre di luar kebetulan Alice sudah lama tidak mengajak Arka bermain di luar rumah. "Ya, benar. Kita tunggu sebentar." Mereka mengikuti langkah kecil Arka yang memilih satu permainan yang di inginkan olehnya. Walau sejak tadi sudah bermain, tetapi tak terlihat lelah di wajahnya. Alice sesekali menanggapi perkataan La
Alaric yang menceritakan semua yang terjadi di proyek pada Alice. Sebagai seorang suami ia harus jujur terhadap istrinya apapun yang terjadi di luar rasa, termasuk musibah yang menimpa mereka berdua sehingga Alaric menyelamatkan nyawa Larissa sebagai bentuk terima kasihnya yang sudah di selamatkan.Mereka memilih menginap di salah satu penginapan yang tak jauh dari proyek itu pun semua dilakukan demi rasa kemanusiaan dan tentu hal itu membuat Alice semakin mencintainya karena kejujuran laki-laki yang kini telah menjadi seorang ayah untuk putranya. "Aku tidak akan marah ataupun cemburu, apa yang kamu lakukan itu sudah benar tentu aku akan bangga dan mengucapkan terima kasih padanya untuk kedua kalinya dan menyelamatkan suamiku. Dan salah satunya karena ulah anak kita dan yang kedua adalah kamu, bagaimana jika dia tidak menyelamatkan kamu tentu saat ini kamu tidak berada di hadapanku namun sebaliknya aku dan anakku menangis mengiringi kepergianmu"Hal itu tidak mungkin terjadi padaku k
Kepulangan Beni dari tempat tinggal baru Gisella mendapatkan respon cepat dari Alice, bagaimana tidak. Sahabatnya memintanya untuk tidak mencari keberadaannya dan permintaan maaf atas apa yang sudah di lakukan oleh ibunya. Hal itu yang membuat Alice meminta pada Beni agar mencari keberadaan Gisella, walau terlahir dari wanita yang sama namun Gisella memiliki sifat yang jauh berbeda dengan Federica."Lalu apa yang kamu dapatkan dari jawaban cinta yang pernah kamu ungkapkan?" Wajah Beni merona mengingat jawaban apa yang diberikan oleh Gisella padanya."Aku tidak bisa menceritakannya padamu,""Kenapa? Kamu lupa kalau aku adalah istri dari bos kamu? Jika kamu tidak mengambil sikap maka akan ada salah paham. Tentunya salah satunya akan menderita jika kamu memiliki di antara mereka. Tanyakan pada hatimu siapa yang benar-benar kamu cintai di antara mereka berdua, jangan menyakiti salah satunya. Kalau aku menjadi kamu tentu aku akan mengambil jalan tengah untuk tidak memilih salah diantaran
Mengubur kenangan yang penuh luka dan air mata. Berharap tempat yang baru memberikan kenangan yang indah tidak peduli seberapa kerasnya jalan di depan, baginya menjauh dan membuka lembaran baru adalah hal yang paling di inginkan.Gisella, gadis cantik yang kini berusaha menutup lembaran lama, namun sebelum pergi jauh ia memilih untuk datang ke suatu tempat yang sudah lama tidak ia kunjung.Di sana semuanya terkubur, usahanya untuk memulai yang baru kala itu kandas. Bohong jika Gisella tidak sakit hati namun dia pandai menyembunyikan di balik ekspresi wajah tenangnya."Ayah, aku kalah lagi. Aku egois, ingin meminta yang tidak bisa di lakukannya. Bagaimana kabar ayah di sana? Aku juga baik-baik saja di sini ayah. Setelah ini aku akan jarang datang mungkin tidak datang lagi, tapi doa untukmu tetap mengalir ayah. Selamat tinggal ayah, maafkan aku yang sudah berbohong, rumah kita akan aku titipkan pada orang lain. Agar kelak saat aku merindukan ayah, rumah itu masih ada. Aku sayang ayah,"
Ucapan selamat ulang tahun dan beberapa nyanyian terdengar begitu meriah, Alaric terkejut melihat sekeliling yang penuh dengan karyawan dan asisten pribadinya pun berada diantara mereka. Yang lebih mengejutkan lagi adalah kedua orang tuanya yang tiba-tiba mendekatinya dengan kue di depannya bahkan Jarvis orang kedua yang menyambut kedatangan Alaric.Secara pergantian mereka memberikan ucapan pada Alaric sebelum mereka makan siang bersama. "Terima kasih, sayang. Kerjasama kalian luar biasa. Dan kamu Beni, pantas saja sejak pagi kamu selalu menghindar begitu banyak alasan agar bisa menjauh dariku ternyata hari ini kamu lebih berpihak pada istriku daripada tuanmu sendiri." Kesal Alaric, yang sejak pagi mengerjakan semua tugasnya sendiri bahkan ponsel pribadi Beni pun sulit dihubungi. "Maafkan saya, tuan. Tapi ini sudah kami rencanakan sejak lama," "Sudah, sekarang kita makan. Hari ini kalian bebas untuk makan, jika ada yang mau bawa pulang? Silahkan bungkus untuk keluarga di rumah. Ja