Beranda / Romansa / Penjaga Idaman / 5. Diusir Dari Rumah

Share

5. Diusir Dari Rumah

Penulis: Lynelle Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-10 10:45:27

“Pergi dari rumah ini, Shena! Aku tidak mau melihat tampangmu masih berada di sini!” seru Iwan Duarte keras.

“Papa! Dengarkan aku dulu, Pa. kami dijebak, Pa. kami juga korban, Pa,” seru Shena membela diri dengan linangan air mata.

“Aku tidak peduli kau dijebak atau pun tidak, kau sudah mencoreng nama baikku. Kau anak jahanam!” seru Iwan tegas.

Air mata mengalir semakin deras saat Shena menyadari ayahnya bahkan mengumpat dirinya dengan tegas. Ya Tuhan, ini seperti mimpi buruk yang tidak pernah dia bayangkan akan menimpa dirinya.

“Kau, Kastara! Tidak ada gaji maupun bonus! Kau sudah gagal dalam tugasmu! Pergi jauh-jauh dari sini, aku tidak mau melihat tampangmu juga dia!” seru Iwan mengusir Kastara juga Shena.

Kastara hanya diam dan mengangguk. Dia hanya bekerja di sini … tetapi diusir seperti seorang pencuri seperti ini rasanya sakit sekali.

Dia menghela napas.

“Bawa dia pergi!” hardik Iwan menunjuk Shena yang masih belum bergerak dari posisinya sejak datang tadi.

“Nona ….” Kastara mencoba membantu Shena berdiri, tetapi gadis itu malah mengempaskan tangannya.

“Jangan sentuh aku! Semua gara-gara kau ada di pesta itu! Harusnya aku pergi sendiri saja!” seru Shena meraung menangisi nasibnya yang berubah tiga ratus enam puluh derajat.

“Jangan bermain drama di sini! Aku hitung sampai tiga, kalau kalian masih juga berada di sini aku akan memanggil polisi untuk mengusir kalian keluar dari sini!” ancam Iwan Duarte dengan nyaring.

“Papa, ampuni Shena, Pa!” seru Shena memohon. Dia berlutut dan menyembah Iwan yang ada di depannya sampai kepalanya terantuk keramik lantai berkali-kali.

“Nona! Hentikan! Tuan Duarte sedang marah, sebaiknya kita segera pergi dari sini, ya,” bujuk Kastara yang iba melihat Shena memohon pada ayahnya sendiri.

Dia mungkin tahu apa yang menyebabkan Iwan Duarte berubah seperti itu. Padahal Shena adalah putri kesayangannya, tetapi dia begitu emosi sampai mengamuk dan mengusir seperti ini.

“Pergi kau!” hardik Iwan menyepak tubuh Shena yang mencoba mengiba di kaki lelaki paruh baya itu dengan kuat hingga gadis itu terguling jauh ke pintu.

Chelsea, adik tiri Shena turun dari lantai dua sambil membawa koper besar penuh berisi. Dia menaruh koper itu di dekat Iwan Duarte.

“Bawa ini! Semua barang-barangmu! Aku peringatkan pada kalian jangan pernah membukakan pintu untuk anak jahanam ini! Siapa saja yang melanggar akan aku usir dari rumah! Tiada ampun!” seru Iwan dengan suara menggelegar agar semua penghuni rumah mewah itu mendengar apa yang dikatakannya. Dia melemparkan koper itu hingga keluar dari pintu rumah.

“Papa ….” Shena masih mencoba mengiba pada Iwan Duarte, tetapi kemarahan lelaki paruh baya itu sudah tidak terbendung lagi.

Kastara mengangkat koper milik Shena dan menarik gadis itu agar segera meninggalkan rumah mewah itu.

“Aku tidak tahu harus ke mana, Kastara,” ujar Shena masih terus menangis.

“Kita akan mencari penginapan dulu untuk malam ini, Nona,” jawab Kastara pelan. Dia menghentikan taksi dan menaikkan koper Shena ke taksi, lalu naik bersama Shena. Gadis itu masih saja menangis.

Sesampai di motel, Kastara masuk dan memesan satu kamar dengan dua ranjang terpisah. Lalu dia mengajak Shena turun dan gadis itu menurut. Tangisannya sudah berhenti tetapi mendung tetap mengelayut di wajah cantiknya itu.

“Nona … apa kau lapar?” tanya Kastara yang melihat jam di dinding kamar hampir jam makan siang. Tadi saja dia bisa mengeluh lapar, apalagi sekarang setelah menangis sekian lama.

Shena mendelik. Wajahnya tampak memerah dan matanya mulai bengkak.

“Aku tidak lapar dan … berhenti memanggilku nona, Kastara,” jawab Shena mengambil tisu untuk mengelap air yang keluar dari hidungnya.

Kastara mengernyit.

“Baiklah, aku akan keluar sebentar untuk membeli sandwich. Jangan tinggalkan kamar karena kau tidak mengenal lingkungan sini,” pesan Kastara sambil mengambil jaket yang baru saja dilepaskannya beberapa menit yang lalu.

“Memangnya aku mau ke mana dengan wajah seperti ini?”

Kastara tertawa kecil, lalu keluar. Kamar mereka berada di lantai dua gedung motel ini. Tidak terlalu ramai yang menginap, hanya ada beberapa mobil kecil di parkiran. Dia terus berjalan hingga keluar ke jalan raya. Tadi dia sempat melihat ada kedai sandwich di pinggir jalan raya. Jadi dia berminat ke sana.

Sementara Shena masih terus mengusap matanya yang basah sampai terasa perih , mata dan hidung. Dia masih terus memikirkan kejadian kemarin malam. Dia merasa bodoh sekali karena sampai tidak sadar bahwa seseorang mengerjai dia … ah bukan … seseorang menjebaknya!

Tetapi siapa yang menjebaknya?

Dia mengambil ponsel yang ada di kantong celana dan mulai membaca beberapa pesan yang masuk sejak tadi malam hingga siang ini. Tidak ada yang aneh.

Lalu dia membuka akun media sosial dan matanya terbelalak saat melihat sebuah video dengan namanya tertera di sana!  Video berdurasi satu menit di mana terlihat wajahnya dengan jelas sedang di atas ranjang dengan seorang lelaki bertelanjang dada. Tubuh mereka di blur karena jelas tidak tertutup sehelai benang pun. Shena menutup mulutnya yang terbuka lebar! Jantungnya berdebar dengan hebatnya hingga dia merasa akan mati saat itu juga.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Kastara masuk, lalu menyentak ponsel dari tangan Shena.

“Jangan lihat!”

“K-kau kau tahu video itu?” tanya Shena tergagap dan panik.

Kastara mengangguk, lalu menaruh sandwich yang dibelinya di atas meja.

“Aku melihatnya tadi saat menunggu sandwich. Mungkin itu yang membuat Tuan Duarte marah besar padamu. Tapi aku sungguh minta maaf padamu, Shena. Seharusnya aku sudah curiga saat teman-temanmu mengajak bermain kata itu,” jawab Kastara dengan penuh penyesalan, tetapi nasi sudah menjadi bubur.

“Mereka jahat sekali, padahal semua masih termasuk sepupu jauhku!” ucap Shena kembali menangis.

Kastara diam.

“Terkadang justru bencana datang dari orang-orang terdekat, Nona,” timpal Kastara.

“Jangan panggil aku Nona, Kastara. Jadi sekarang apa yang harus kuperbuat? Menuntut mereka? Tapi aku tidak punya bukti,” jawab Shena mengambil beberapa helai tisu untuk menghapus air mata yang kembali membasahi wajah dan sedikit bajunya.

“Makanlah dulu sandwich itu. Aku rasa kau pasti sudah sangat lapar,” balas Kastara lagi sambil mencari ide harus kemana mereka pergi, tidak mungkin terus berada di motel ini. Walau harga sewa motel tidak seberapa, tetapi uang yang dia punya tidaklah banyak.

Shena menurut. Dia turun dari ranjang dan mengambil satu buah sandwich dan memakannya dengan lahap. Kastara benar, dia sangat lapar.

Sesaat kemudian Kastara keluar dari kamar dan berdiri di depan kamar sambil menelepon seseorang, hampir setengah jam kemudian, dia masuk ke kamar.

“Kita pulang ke kampungku,” tegas Kastara tanpa basa basi.

“Ke kampungmu?” Shena terperangah.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Buyung Krupuk
jshat kali teman seprti itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penjaga Idaman   6. Pulang ke Kampung

    “Iya, ke kampungku, Shena. Memangnya kau punya berapa banyak uang untuk bertahan di kota metropolitan ini? ini saja kita hanya menginap di motel. Kau tahu berapa hotel-hotel yang biasa kau dan ayahmu menginap satu malam? Anggap saja kau memiliki uang, tahan berapa lama hanya untuk membayar hotel? Belum makan, anggap saja hotel memberikan free breakfast, lalu makan siang dan malam? Jangan kau katakan kau hanya akan makan satu kali dalam sehari,” oceh Kastara panjang lebar.Shena terdiam mendengar ocehan Kastara. Memang masuk akal semua yang dikatakan Kastara, tapi di mana letak kampung itu? Seberapa jauh dari kota?“Di – mana letak – kampungmu, Kastara? Jauh kah dari sini?” tanya Shena pelan. Dia tidak sanggup membayangkan hidup di kampung, yang harus berjalan kaki kemana-mana, jalan berdebu dan tidak di aspal, iuuhh! Baru membayangkannya saja, kakinya langsung terasa lemas. Bagaimana ini?

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-16
  • Penjaga Idaman   7. Perjalanan di Kereta Api

    Untuk pertama kalinya, Shena merasakan enaknya berada di atas kereta api. Selama ini dia hanya pernah naik kereta gantung dan kereta api cepat di luar negeri.“Ternyata enak juga naik kereta api, Kastara. Apa aku bisa tidur di sini?” tanya Shena pada lelaki yang sejak tadi hanya diam menatap pemandangan yang berlari cepat di samping jendela gerbong.Kastara tidak menyahut, dia hanya mengangguk. Shena langsung meraih ransel Kastara untuk dijadikan bantal kepala. Dan lagi-lagi lelaki itu hanya diam seribu kata membiarkan Shena melakukan apa yang ingin dilakukannya.“Kau tidak ingin tidur?” tanya Shena sambil membenahi ransel itu agar terasa agak tak nyaman di kepalanya.“Tidak. Kau tidur saja, aku akan berjaga di sini,” jawab Kastara datar. Shena menatapnya dengan pandangan yang tak dipahaminya sendiri.“Memangnya apa ada penjahat di sini?

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-17
  • Penjaga Idaman   8. Perjalanan di Kereta Api (2)

    Selesai makan, Kastara mengajak Shena untuk kembali ke gerbong mereka. Tetapi gadis itu menolak, dia msih ingin berada di gerbong makanan ini karena dari jendela yang ada di gerbong makanan itu mereka bisa mendapatkan pemandangan di luar dengan lebih leluasa. Tidak ada tirai-tirai yang ditutup seperti di gerbong mereka karena cuaca yang panas di luar.Kastara hanya bisa menuruti keinginan gadis muda itu. Tiba-tiba ponsel yang ada di kantong celananya bergetar, dia segera mengangkatnya.“Ada apa?” sapa Kastara pendek tanpa melihat layar lagi, dia sudah tahu siapa yang menghubunginya.Lalu terdengar suara samar-samar dari seberang ponsel. Shena mengernyit, suara wanita … siapa dia? Gadis itu mendekatkan telinganya ke arah Kastara untuk mencoba mendengar. Tetapi sampai ponsel dimatikan dia sama sekali tidak memperoleh info tentang siapa yang menghubungi penjaga-nya itu.“Ayo kit

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Penjaga Idaman   9. Tragedi yang Menimpa Keluarga Shena

    “Aku tidak menyumpahimu, Nona Shena, hanya mengingatkan agar kau jangan berbicara saat sedang makan. Kau kan tidak tahu apa yang akan kau telan atau tertelan seperri tadi. Lagi pula tersedak makanan itu berbahaya, kau bisa kehilangan nyawa tanpa bermaksud untuk bunuh diri. Kau bisa meihat data berapa banyak orang yang meninggal gara-gara tersedak,” balas Kastara panjang lebar. Lalu dia menarik napas sebelum melanjutkan makannya yang tertunda.Shena mendelik.“Iya—iya … profesor Kastara, aku mengerti,” jawab Shena sewot.Kastara tertawa melihat kelakuan gadis itu yang mendelik dengan mata yang membulat.Selesai makan, Kastara mengambil ranselnya dan mengeluarkan jaket tebal untuk digunakannya sebagai bantal. Dia mengantuk.“Kau mau apa?” tanya Shena melihat ransel yang empuk menjadi kempes.“Aku mau tidur. Karena kau sudah tidur lama, jadi gantian kau yang berjaga, Shena,” jawab Kastara santai sambil menguap lebar.“Haaa?” Shena terkejut ketika Kastara menyurunya untuk berjaga. Belum p

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Penjaga Idaman   10. Berbagi Kamar

    “Masih satu jam lagi. Baiklah ayo kita makan dulu sebelum kereta tiba di stasiun. Nanti akan susah mencari makan jika sudah berkendara,” ajak Kastara sambil berdiri dan merapikan pakaiannya yang lusuh karena tidur tadi.”Shena mengangguk cepat dan langsung mengikuti Kastara yang sudah berjalan lebih dulu darinya.Begitu memasukki gerbong makanan, mereka langsung disambut dengan aroma makanan yang super sedap hingga membuat perut Shena kembali berdendang.“Aku mau nasi goreng kemarin, Kastara,” bisik Shena cepat sambil melirik ke deretan kursi yang penuh dengan penumpang kereta karena sekarang memang jam sarapan pagi.Kastara mengangguk. Dia melihat sambil mencari meja kosong, tetapi sepertinya di jam-jam begini tidak ada meja dan kursi yang kosong.Setelah memesan dua nasi goreng dan dua jus jeruk, Kastara juga mengambil beberapa gorengan dan kue-kue

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-28
  • Penjaga Idaman   11. Interogasi

    “Apa maksudmu membawa gadis itu pulang, Kastara!” suara Tuan Bastian Kusuma menggelegar memenuhi seluruh ruang makan menandakan bahwa dia tidak senang dengan keputusan Kastara membawa Shena ke rumah.“Dia diusir dari rumah gara-gara kesalahanku, Pa. Sebagai laki-laki aku harus bertanggung jawab. Bukankah itu yang selalu Papa tegaskan padaku?” jawab Kastara tegas. Bukan berniat membantah ayahnya tetapi dia hanya melakukan apa yang dia anggap sebagai tanggung jawabnya.“Tanggung jawab?!?” Batian tertawa menyindir.“Tanggung jawabmu itu ada pada Alina, Kastara! Kau sudah dijodohkan sejak kalian dalam kandungan! Bukan gadis antah berantah itu! Kalau kau bisa menyentuhnya berarti dia bukanlah gadis baik-baik. Pulangkan dia ke kota. Papa tidak mau dia di sini. Lalu nikahi Alina. Dia dengan sabar menunggumu kembali dari kota, Kastara! Jangan ragukan kesetiaan seorang wanita,” Sent

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Penjaga Idaman   12. Cemburu?

    “Heii … rapatkan mulutmu itu sebelum nyamuk dan lalat masuk ke mulutmu, Shena! Aku tdak terlalu menarik sampai kau melongo seperti itu,” ucap Kastara tertawa melihat gadis itu melongo melihatnya yang baru keluar dari kamar mandi.Shena terkejut dan dengan cepat menutup mulutnya dan tidur dengan selimut menutupi kepalanya. Dia malu. Wajahnya pasti memerah seperti tomat saat ini.‘Ya ampun, Shena! Kau seperti tidak pernah melihat tubuh lelaki saja. Apa kau tidak ingat sudah melakukan intim dengannya?’ seru suara di kepala Shena dengan keras.“Sudah, tidurlah dulu. Kau pasti lelah sekali setelah kemarin tidur di kereta yang berjalan,” ucap Kastara naik ke ranjang dan menarik selimut setelah mengecilkan suhu AC di kamarnya.“Kastara … apa aku membuatmu terlibat dalam masalah serius? Ayahmu marah? Aku mendengar suaranya,” bisik Alana dari balik

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02
  • Penjaga Idaman   13. Alina

    “Al—Alina? Kenapa kau bisa kemari? Siapa yang memberitahumu?” tanya Kastara dengan suara tercekat.“Ayahmu mengabari ayahku, Tara. Aku … aku gembira karena kau akhirnya kembali ke kampung, Tara,” jawab Alina Wirawan pelan dan lirih.Kastara hanya mengangguk, lalu melanjutkan ke dapur untuk membawa gelas kosong itu, kemudian kembali lagi ke ruang tamu.“Duduk saja, Alina. Anggap rumah sendiri. Kau juga bukan tamu di sini. Ingat?” ujar Kastara dengan tawa kecil.Gadis itu menangguk dan duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu itu, dan Kastara duduk di hadapannya.“Maaf aku belum sempat ke rumahmu, Alina. Aku baru tiba kemarin sore,” ucap Kastara membuka percakapan.Alina mengangguk sambil menunduk tersipu dengan wajah memerah.“Tidak apa-apa, Tara. Jadi bagaimana pekerjaanmu di Jakarta? Apa kau memperoleh cuti? Berapa lama kepulanganmu kali ini?” tanya Alina ingin tahu.“Aku kembali kali ini … berapa lama, aku belum tahu, Alina. Tapi … ada sesuatu yang terjadi di kota sebelum aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-06

Bab terbaru

  • Penjaga Idaman   32. Mantan

    Hampir saja tangan Dellia melayang ke pipi anaknya. Matanya membulat menatap gadis itu dengan penuh amarah. Bagaimana mungkin gadis ini jatuh cinta pada kekasih kakaknya sendiri! Dia tidak percaya!Tangis Chelsea langsung pecah saat tangan ibunya menyentuh pipinya yang halus. Sepanjang hidupnya, dia belum pernah diperlakukan kasar seperti saat ini. Bukan salahnya dia jatuh cinta pada Steven, bukankah rasa cinta tidak bisa dikontrol. Saat mata bertemu mata, lalu rasa itu turun ke hati … bukankah seperti itu?“Ada apa, kenapa kau memukuli Chelsea, Delia?” tegur Iwan Duarte yang baru saja kembali dan mendengar keributan.“Anakmu yang satu ini sudah gila, Iwan! Dia jatuh cinta pada Stevan! Apa kau percaya?!?” seru Delia melengking.Wajah Iwan Duarte berubah mendengar perkataan Delia.“Kau bayangkan bagaimana bisa dia jatuh cinta pada kekasih kakaknya sendiri. Aku haru memukulnya agar dia sadar!” seru Delia lagi.Iwan Duarte terdiam beberapa saaat, lalu teringat ucapan orang kepercayaan yan

  • Penjaga Idaman   31. Jatuh Cinta

    Kastara berjalan keluar kamar lewat pintu beranda yang baru dibukanya sambil memegang ponsel itu dengan erat hingga membuat Shena terheran-heran.‘Ada apa? Siapa yang menelepon Kastara? Mengapa tubuh Kastara mendadak menjadi tegang, seolah-olah ada yang terjadi?’ tukas Shena dalam hati dengan bingung dengan dahi berkerut dan mata yang mengikuti Kastara hingga berdiri tegak di balkon.Perlahan dia bangkit dari kursinya dan berjinjit ke pintu beranda untuk mendengar apa yang dibicarakan Kastara. Dia penasaran.“Bagaimana? Apa sudah ada hasilnya?” tanya Kastara yang terdengar samar di balik pintu kaca itu.Dahi Shena semakin berkerut, rasa penasarannya semakin meningkat hingga lupa pada tugas yang diberikan Kastara padanya. Dia menempelkan telinganya pada pintu supaya suara Kastara semakin jelas.“…. Jadi begitu info yang kau dapatkan? Baiklah, Bram, kau bisa kembali besok. Aku perlu bukti pembicaraanmu dengan informan itu. semoga kasus ini cepat terselesaikan ….” Lalu suara tawa Kastara

  • Penjaga Idaman   30. Impian yang Pupus

    “Bagaimana keadaan putriku?” tanya Iwan Duarte pada lelaki yang ada di hadapannya. Saat ini mereka sedang duduk di kedai kopi tak jauh dari kediaman Bastian Kusuma.“Kelihatan baik dan wajahnya juga ceria. Tidak nampak kesedihan di wajah cantiknya itu, Bos. Aku yakin penjaga itu berhasil meraih hatinya. Lagi pula dia juga orang miskin seperti dugaanmu, Bos. Info yang kudapat dari orang sekitar, Tuan Bastian Kusuma memiliki dua putra dan dua putri. Dua putrinya sudah menikah dan keluar dari rumah besar itu. Sementara putra tertuanya sekarang sedang di ibukota. Aku tidak tahu ada urusan apa dia di ibukota. Putra bungsunya itu yang memang bertugas mengurusi ekspedisinya,” jawab lelaki berbadan tegap dan berkumis tebal itu.“Hem … jadi anakku berhasil menggaet pengusaha kampung,” balas Iwan Duarte menghela napas panjang.“Bisa dibilang begitu, Bos,” jawab lelaki itu lagi.“Baiklah, terima kasih infomu, Darwis,” tukas Iwan Duarte lega.“Jangan lupa ….” Ucap Darwis dengan jari jempol dan te

  • Penjaga Idaman   29. Perubahan Rencana

    Kastara segera berlari menuruni anak tangga dengan cepat dan segera membuka pintu depan yang kuncinya selalu tergantung di pintu setiap malam setelah mengunci pintu. Dia keluar setelah pintu terbuka dan langsung memanggil anjing penjaganya yang ada enam ekor itu. Semuanya berkumpul di depan Kastara setelah mendengar panggilan lelaki tampan itu.Dia mengelus kepala keenam anjing petarung itu dengan lembut.“Apa yang kalian lihat, teman,” bisik Kastara pelan karena dia hanya ingin membuat anjing-anjing itu berhenti mengonggong. Suara yang berisik akan membangunkan seisi rumah. Dan dia tidak ingin Shena terbangun.Dia mencoba melihat ke sekeliling rumah mencari apa ada sesuatu yang mencurigakan, tetapi tidak ada apa-apa. Mungkin juga orang yang mencoba masuk tadi sudah lari tungang langgang begitu ke enam anjingnya mengonggong ke arah mereka. itu sudah pasti karena Kastara menemukan sebelah sandal yang terputus talinya di depan pagar. Dia tertawa tanpa suara. Tiba-tiba, “Tara!”Suara pan

  • Penjaga Idaman   28. Penyusup

    ‘Ini gila!’ bisik Kastara dalam hati memikirkan perkataan Bram barusan. Rasanya tidak mungkin Iwan Duarte menghabisi istri dan anak-anaknya sendiri dan meninggalkan seorang anak kesayangannya. Kastara menyugar rambut dengan gelisah.Tetapi tiba-tiba daun yang bergoyang di halaman depan rumahnya membuatnya heran. Itu pohon kelapa dan tingginya hanya setinggi satu meter lebih sedikit, tidak ada angin yang membuat pohon atau rumput di sekelilingnya bergoyang. Jadi apakah ada seseorang di bawah sana? Dahinya langsung berkerut sempurna. Dia mendekati jendela dan menajamkan pandangannya pada pohon kelapa itu.Tiba-tiba seberkas sinar senter menyorot ke lantai dua, kamarnya. Dia terkejut dan mundur ke tembok. Benar dugaannya ada orang yang sedang mengamati kamarnya! Siapa dia?!? Mau apa orang itu !?Kastara langsun melihat ke ranjang dan Shena masih terlelap dan tidak terganggu sama sekali. Dia harus turun dan menangkap basah maling yang mengintip kamarnya itu!Perlahan, Kastara membuka pint

  • Penjaga Idaman   Ingatan Shena

    “Kau tidak demam, kan?” tanya Kastara heran dengan punggung tangannya di dahi Shena.Shena menggeleng sambil tertawa, “Tidak, aku baik-baik saja, Tara. Hanya ingin tidur sambil memelukmu. Boleh tidak?”“Kau—kau ingin memelukku? Tentu saja boleh, Shena. Aku senang sekali kalau itu kemauanmu sendiri — atau jangan-jangan kau sedang ngidam? Kudengar di televisi mengatakan bahwa istri yang sedang hamil suka berbuat yang aneh-aneh! Kebanyakan mungkin berasal dari perasaan mereka yang tidak tercapai …,” Kastara tergelak setelah mengucapkan kata-katanya sendiri.“Tapi … itu bukan kemauanku sendiri, Tara. Ini pasti kemauan si jabang bayi yang ingin kau peluk,” sanggah Shena dengan roman cemberut.Kastara tergelak lagi melihat wajah Shena, “Sudah-sudah, tak masalah bagiku mau kau yang ingin atau bayimu yang ingin memelukku. Aku senang sekali mendengarnya. Baiklah, malam ni kita akan tidur satu ranjang. Tapi ranjang ini tidak terlalu besar ….” Kastara mengernyit lagi sambil memikirkan ide apa ya

  • Penjaga Idaman   26. Misteri di Balik Penculikan Shena

    “Ini, Ibu sedang membaca berita kecelakaan yang terjadi beberapa tahun silam yang sepertinya kasusnya dibuka kembali. Mana Shena? Apa dia belum bangun?” tanya Widya dengan dahi berkerut.“Bu, ada yang ingin aku bicarakan pada Ayah dan Ibu, tetapi karena ayah pergi, sebaiknya aku ceritan saja pada Ibu. Mungkin nanti setelah Ayah pulang, Ibu bisa ceritakan pada Ayah,” tukas Kastara pelan.“Ada apa, Tara? Sesuatu yang buruk terjadi?” tanya Widya memburu khawatir.“Tidak—tidak, bukan hal yang buruk, tetapi justru hal yang menggembirakan, Bu. Masalahnya Ayah pasti akan naik darah begitu aku menceritakannya,” jawab Kastara tertawa keci. Tiba-tiba Bi Asih muncul sambil membawa semangkuk bubur ayam yang masih mengepulkan uap panas. aromanya sungguh harum sekali, membuat perut Kastara langsung bergolak karena lapar.“Terima kasih, Bi, tahu aja aku lagi lapar,” ucap Kastara dengan cengiran.“Bi Asih masih ingat kelakuanmu, kalau lapar, Tara, yang suka mengobrak-abrik dapur mencari makanan,” ja

  • Penjaga Idaman   25. Takdir

    “Siapa yang mengirimimu uang?” tanya Kastara ketika Shena masuk ke mobil dengan muka semringah.“Papa. Aku minta dia mengirimiku uang warisan Mama yang sempat dipegangnya karena aku tidak mau bekerja di perusahaan Papa setelah aku tamat. Akhirnya … yah seperti yang kau pikirkan aku mengalah dan bekerja di perusahaan. Lalu karena Papa mengusirku dan membekukan uang-uangku, aku minta dia mencairkan uang Mama dan mengirimkannya padaku. Itu hakku Kastara, tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan maupun Papa. Mama lebih menyayangiku dibanding adik-adikku yang lain …. Tapi … mengapa Mama pergi bersama mereka?” Air mata Shena kembali menetes perlahan teringat ibunya yang meninggal tiba-tiba tanpa mengucapkan pesan terakhir untuknya.Kastara menghela napas, “Itu sudah takdirnya, Shena. Jangan sedih, ya, kita doakan agar Mama dan adik-adikku berbahagia di surga. Tugas mereka di dunia sudah selesai. Jangan ditangisi lagi.” Kastara mengambil dua helai tisu dari dashboard dan memberikannya pad

  • Penjaga Idaman   24. Dokter Jerome

    Pagi itu Kastara bersama Shena mengemudikan mobil menuju ke kantor catatan sipil yang ada di kabupaten dengan membawa surat-surat yang dibutuhkan, tidak menunggu lama, satu jam kemudian mobil kembali melaju Ke kabupaten kota yang jaraknya hampir memerlukan jarak tempuh hampir dua jam. Shena tidak banyak kata selama di perjalanan. Dia masih ragu, akankah dia dan Kastara benar-benar menikah dan menjadi keluarga?“Kenapa diam saja? Apa perutmu terasa mual? Kembung? Atau sakit?” tanya Kastara memulai percakapan pagi itu.“Tidak, hanya tidak tahu harus berkata apa, Tara,” jawab Shena sambil mengalihkan pandangan melihat pemandangan dari jendela mobil.“Apa kau masih ragu menikah denganku? Surat itu akan jadi dalam dua hari, Shena. Setelah itu kau akan menjadi tanggung jawabku sepenuhnya,” tukas Kastara dengan sungguh-sungguh.Shena terdiam, walau bagaimana pun dia masih khawatir karena tidak ada seorang pun keluarga Kastara yang mengucapkan selamat padanya atau pun seandainya mereka tidak

DMCA.com Protection Status