“Shena, perkenalkan, dia Kastara Wijaya yang akan bekerja sebagai penjaga barumu. Kemana pun kau pergi dia akan selalu menjagamu. Papa tidak mau mendengar kau memecat penjagamu seenak hatimu sendiri lagi. Mengerti? Karena Papa tidak mau kejadian awal bulan tadi terulang lagi. Untung saja ada Ron dan Evan yang sedang berada di halaman depan, kalau mereka tidak ada … mungkin nyawamu saat ini sudah berada di surga,” gerutu Iwan Duarte di depan anak gadisnya yang bersungut.Awal bulan tadi, Shena Duarte hampir menjadi korban penculikan oleh orang yang tidak dikenal. Gadis itu baru berusia dua puluh satu tahun, baru saja menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas terkenal di ibukota dan dia kembali ke kota ini untuk membantu ayahnya mengembangkan usaha mereka di bidang eksport import.Dia juga gadis yang sangat cantik, manis dan ramah. Padahal sejak pulang ke kota mereka, dia hampir tidak pernah keluar sendiri. Selalu bersama teman-temanya atau saudara-saudaranya. Tetapi dia gem
“Apa mukamu itu tidak bisa tersenyum? Paling tidak lebih ramah sedikit. Mukamu itu menyebalkan, tahu tidak?” gerutu Shena dengan kesal melihat wajah Kastara yang datar dan dingin.“Oke, kau memang digaji oleh Papa untuk menjadi penjagaku. Tetapi aku tidak mau kalau penjagaku selalu bermuka busuk seperti mukamu itu. Padahal kalau aku amati mukamu itu cukup tampan, Kastara. Jadi coba lah untuk tidak menakuti orang-orang didekatku, mengerti? Atau kau akan berakhir seperti penjaga sebelum dirimu yang langsung kutendang keluar dari gedung ini!” ancam Shena dengan senyuman dingin.Kastara tetap tidak beraksi dan masih tetap diam dan berdiri tegak, hanya matanya yang melihat ke kanan ke kiri, melihat situasi. Padahal mereka ada di dalam kantor Shena. Tidak mungkin kejadian buruk terjadi di sini.“Pa … katakan padaku, kau dapat penjaga ini dari mana? Apa dia lulusan angakatan darat? Kenapa ka
“Berapa usiamu, Kastara?” tanya Shena pagi ini di dalam mobil menuju ke kantor. Kebetulan ada banyak mobil di rumah Iwan Duarte yang bisa dibawa ke kantor selain mobil Jeep hijau milik Shena.“Aku?” tanya Kastara heran tiba-tiba gadis ini menanyakan usianya, tetapi dia tetap fokus ke jalan.“Iya, usiamu berapa? Memangnya di mobil ini ada orang lain selain kamu yang bernama Kastara? Namamu itu aneh sekali. Persis nama-nama jaman prasejarah,” cetus Shena sambil melamun ke samping kendaraan mereka di mana motor berderet-deret berjalan lambat karena macet.“Usiaku tahun ini dua puluh delapan, Nona. Namaku itu unik, karena Ayah mendapatkannya dari sebuah kitab kerajaan jaman dulu,” jawab Kastara dengan jujur.“Pantas saja, cocok sekali namamu itu dengan kepribadianmu yang kuno!” sejek Shena tertawa. Baru saja dia ingin melanjutkan pertanyaannya,
Kastara tiba-tiba merasa hawa tubuhnya menjadi panas dan gairah di dalam tubuhnya perlahan naik hingga tak tertahankan. Dia menjadi bergerak gelisah sendiri, sementara Shena sudah terduduk diam di kursinya dengan mata nyalang memandang pada Kastara yang ada di sampingnya. Tanpa buang waktu, dia langsung menarik Kastara dan menciumi bibir tipis Kastara tanpa jeda. Rasanya ada sesuatu yang liar di dalam tubuh dan ingin segera dilampiaskanya.Shinta dan Jessie segera memanggil helper yang ada di lorong untuk mengantarkan Kastara dan Shena ke kamar yang sudah mereka pesan setelah sebelumnya mengantar Deni dan Lisa ke kamar mereka.“Pasti seru!” tukas Jessie tertawa liar.“Kau tahu, ayahnya yang kaya itu sudah mengancamanya bahwa dia tidak boleh tidur dengan pengawalnya sendiri. (Shinta tertawa lebar) Aku ingin lihat apa yang akan dilakukan Paman Iwan saat tahu anak keasayangan itu tidur dengan pengawalnya s
“Pergi dari rumah ini, Shena! Aku tidak mau melihat tampangmu masih berada di sini!” seru Iwan Duarte keras.“Papa! Dengarkan aku dulu, Pa. kami dijebak, Pa. kami juga korban, Pa,” seru Shena membela diri dengan linangan air mata.“Aku tidak peduli kau dijebak atau pun tidak, kau sudah mencoreng nama baikku. Kau anak jahanam!” seru Iwan tegas.Air mata mengalir semakin deras saat Shena menyadari ayahnya bahkan mengumpat dirinya dengan tegas. Ya Tuhan, ini seperti mimpi buruk yang tidak pernah dia bayangkan akan menimpa dirinya.“Kau, Kastara! Tidak ada gaji maupun bonus! Kau sudah gagal dalam tugasmu! Pergi jauh-jauh dari sini, aku tidak mau melihat tampangmu juga dia!” seru Iwan mengusir Kastara juga Shena.Kastara hanya diam dan mengangguk. Dia hanya bekerja di sini … tetapi diusir seperti seorang pencuri seperti ini rasanya sakit sekali.Dia menghela napas.“Bawa dia pergi!” hardik Iwan menunjuk Shena yang masih belum bergerak dari posisinya sejak datang tadi.“Nona ….” Kastara men
“Iya, ke kampungku, Shena. Memangnya kau punya berapa banyak uang untuk bertahan di kota metropolitan ini? ini saja kita hanya menginap di motel. Kau tahu berapa hotel-hotel yang biasa kau dan ayahmu menginap satu malam? Anggap saja kau memiliki uang, tahan berapa lama hanya untuk membayar hotel? Belum makan, anggap saja hotel memberikan free breakfast, lalu makan siang dan malam? Jangan kau katakan kau hanya akan makan satu kali dalam sehari,” oceh Kastara panjang lebar.Shena terdiam mendengar ocehan Kastara. Memang masuk akal semua yang dikatakan Kastara, tapi di mana letak kampung itu? Seberapa jauh dari kota?“Di – mana letak – kampungmu, Kastara? Jauh kah dari sini?” tanya Shena pelan. Dia tidak sanggup membayangkan hidup di kampung, yang harus berjalan kaki kemana-mana, jalan berdebu dan tidak di aspal, iuuhh! Baru membayangkannya saja, kakinya langsung terasa lemas. Bagaimana ini?
Untuk pertama kalinya, Shena merasakan enaknya berada di atas kereta api. Selama ini dia hanya pernah naik kereta gantung dan kereta api cepat di luar negeri.“Ternyata enak juga naik kereta api, Kastara. Apa aku bisa tidur di sini?” tanya Shena pada lelaki yang sejak tadi hanya diam menatap pemandangan yang berlari cepat di samping jendela gerbong.Kastara tidak menyahut, dia hanya mengangguk. Shena langsung meraih ransel Kastara untuk dijadikan bantal kepala. Dan lagi-lagi lelaki itu hanya diam seribu kata membiarkan Shena melakukan apa yang ingin dilakukannya.“Kau tidak ingin tidur?” tanya Shena sambil membenahi ransel itu agar terasa agak tak nyaman di kepalanya.“Tidak. Kau tidur saja, aku akan berjaga di sini,” jawab Kastara datar. Shena menatapnya dengan pandangan yang tak dipahaminya sendiri.“Memangnya apa ada penjahat di sini?
Selesai makan, Kastara mengajak Shena untuk kembali ke gerbong mereka. Tetapi gadis itu menolak, dia msih ingin berada di gerbong makanan ini karena dari jendela yang ada di gerbong makanan itu mereka bisa mendapatkan pemandangan di luar dengan lebih leluasa. Tidak ada tirai-tirai yang ditutup seperti di gerbong mereka karena cuaca yang panas di luar.Kastara hanya bisa menuruti keinginan gadis muda itu. Tiba-tiba ponsel yang ada di kantong celananya bergetar, dia segera mengangkatnya.“Ada apa?” sapa Kastara pendek tanpa melihat layar lagi, dia sudah tahu siapa yang menghubunginya.Lalu terdengar suara samar-samar dari seberang ponsel. Shena mengernyit, suara wanita … siapa dia? Gadis itu mendekatkan telinganya ke arah Kastara untuk mencoba mendengar. Tetapi sampai ponsel dimatikan dia sama sekali tidak memperoleh info tentang siapa yang menghubungi penjaga-nya itu.“Ayo kit