"Di sebelah sana ada deretan panjang pohon-pohon besar. Kita akan menyelidik ke sana”
Begitu sampai di deretan pohon-pohon yang tadi dilihatnya di kejauhan, Maithatarun hentikan langkah, memandang dengan muka mengernyit.
"Pohon-pohon aneh! Tumbuhnya rapat sekali! Dan dipenuhi duri mulai dari ranting sampai ke batang!" Berseru Bintang yang ada dalam dukungan Maithatarun.
Maithatarun maju mendekat. "Kau betul Bintang. Seumur hidup baru sekali ini aku melihat pohon-pohon seperti Ini. Bentuknya seperti pohon jati. Tapi mengapa ditumbuhi duri-duri panjang. Tumbuhnya juga rapat. Jika tidak hati-hati sulit bagi seseorang bisa lolos di antara dua pohon”
"Di belakang deretan pohon-pohon itu hanya ada kegelapan menghitam," berkata Arya. "Saat Ini masih siang. Kalau malam tiba pasti sangat gelap Di sebelah sana. Tangan di depan mata mungkin tak bisa kelihatan”
Maithatarun tampak diam seolah tengah berpikir. "Maithatarun, mengapa kau diam saj
"Astaga! Hai! Kau memang betul Bintang. Jika kau tidak memberi tahu hal itu tidak sempat menjadi perhatianku. Jadi memang aku, kita semua harus berhati-hati. Awas, kalian semua pasang mata pasang telinga. Aku mulai bergerak melangkah!""Dukk... duukkk!"Gerakan langkah kaki Maithatarun menggetarkan tanah. Patung-patung kayu tampak bergoyang.Maithatarun maju dua langkah. Dia melewati patung kayu deretan pertama di kiri kanan. Ketika dia hampir sampai pada deretan patung kayu kedua tiba-tiba terdengar suara berkereketan. Tangan-tangan patung pada deretan kedua itu bergerak ke atas lalu dengan cepat turun ke bawah mengemplang ke arah batok kepala Maithatarun!Maithatarun berseru kaget, cepat dia membungkuk rundukkan kepala. Baru saja dia berhasil selamatkan diri tiba-tiba terdengar teriakan Bintang."Maithatarun! Awas di belakangmu!"Maithatarun cepat berpaling. Astaga! Ternyata dua patung pada deretan pertama yang barusan dilewatinya tengah m
"Perasaan dan dugaanku mengatakan begitu”"Kalau itu benar telah terjadi, berarti kita harus siap menghadapi segala nista dan petaka."Ratu Dewi anggukkan kepala. "Hai Bunda Dewi, aku terpaksa harus segera kembali. Para Dewi yang lain harus diberitahu agar mereka juga siap. Kau tetap di sini. Tunggu kedatangan Dewi Awan Putih membawa berita.""Ratu Dewi, tunggu! Jangan pergi dulu. Nista dan petaka apakah yang akan menimpa Negeri Atas Langit sehubungan dengan kejadian lahirnya bayi pencemar segala tuah itu?""Banyak Hai Bunda Dewi. Namun tidak semua bisa ku beritahu padamu. Hanya beberapa saja. Misalnya, angin tak akan berhembus lagi selama setahun penuh. Kalaupun masih berhembus angin itu akan disertai hawa pengap dan bau yang tidak sedap. Air akan berhenti mengucur dari tempat ketinggian ketempat rendah. Berarti ada kawasan yang bakal menderita kekeringan sepanjang tahun. Lalu bunga-bunga akan menjadi layu. Pucuk tak akan menjadi buah. Buah yang ad
Sebaliknya Dewi Awan Putih diam-diam juga menjadi gelisah dan berkata dalam hati. "Bunda Dewi pasti telah tahu apa yang akan terjadi di masa puluhan tahun mendatang. Jangan-jangan dia mencurigai diriku”"Dewi Awan Putih, kau belum menjawab. Kau belum memberi penjelasan.""Dari pada dia mendesak, lebih baik aku mendesak duluan!" kata Dewi Awan Putih dalam hati. Maka diapun berkata. "Hatimu dan hatiku, pikiranmu dan pikiranku, penglihatanmu ke masa depan dan penglihatanku rasanya tidak banyak berbeda Hai Bunda Dewi. Namun jika aku salah mohon maafmu. Apa kau sependapat denganku bahwa dunia kita semakin lama semakin mengalami banyak perubahan? Batas antara kita bawan Dewi, Jin dan manusia di bawah langit semakin tipis laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan sinar mentari?""Dewi Awan Putih! Bagaimana kau berani berkata begitu?!" ucap Bunda Dewi setengah berseru. Dalam hati dia berkata. 'Dugaanku tidak meleset. Dia bisa membaca jauh ke lubuk hatiku! Daripa
"Kau yang berkata dan akan berbuat yang bukan bukan!" sentak Ruhmintari. "Aku tidak hamil! Aku tidak akan melahirkan! Tak ada bayi dalam perutku! Tak ada bayi yang akan keluar dari rahimku! Hik... hik... hik!""Tenang Ruhmintari. Kau jelas hamil besar dan siap melahirkan. Kau akan melahirkan seorang bayi hasil hubungan sebagai suami istri dengan Pahambalang”Si nenek mendekati kaki tempat tidur. Dengan hati-hati dia lepaskan ikatan pada dua kaki Ruhmintari. Begitu dua kaki lepas, kaki yang kanan bergerak menendang."Bukkk!"Si nenek Ruhumuntu terpekik dan terpental ke dinding.Di luar Pahambalang berteriak. "Nenek Ruhumuntu! Ada apa?!"Ruhumuntu usap-usap perutnya yang tadi kena tendang. "Tidak apa-apa Pahambalang! Kau tak usah khawatir!" Lalu si nenek memandang pada Ruhmintari dan berkata. "Sebagai dukun aku berkewajiban menolongmu melahirkan. Apapun yang akan keluar dari rahimmu aku tidak perduli!" Lalu dengan cepat si ne
"Hai Para Dewi di atas langit! Kalau ini benar kutukan dari kalian! Mengapa istriku yang kalian bunuh! Mengapa bayi tak berdosa ini yang kalian bikin cacat! Mengapa tidak diriku yang kalian bikin mati! Kejam! Jahat! Dewi terkutuk keparat! Aku akan mencari seribu jalan melakukan pembalasan!"Habis berteriak begitu Pahambalang membungkuk mengambil sosok bayi aneh yang tergeletak di sudut kamar. Lalu dia lari keluar bangunan. Seperti gila sambil lari tidak henti-hentinya dia berteriak."Ini bukan anakku! Ini bukan bayiku! Kalian menukar bayiku dengan makhluk celaka ini! Dewi jahat Dewi jahanam! Tunggu pembalasanku!"Dalam gelap dan dinginnya malam menjelang fajar itu Pahambalang lari terus membawa bayi aneh yang tiada hentinya menangis. Lelaki ini baru hentikan larinya ketika dapatkan dirinya tahu-tahu telah berada di ujung sebuah tebing. Di depannya menghadang satu jurang lebar. Di kejauhan terbentang lautan luas. Di sebelah timur langit mulai terang tanda sang su
Bayi laki-laki aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi semacam duri berwarna coklat dan masih berselubung darah itu melesat di udara lalu lenyap ditelan kegelapan malam di sebelah barat. Namun tak selang berapa lama, setelah mencapai titik tertingginya bayi ini melayang ke bawah.Di saat yang hampir bersamaan, di sebuah pulau di kawasan laut sebelah barat. Fajar yang menyingsing di ufuk timur masih belum mampu menerangi pulau itu. Masih terbungkus kegelapan, di satu bukit yang tertutup rapat oleh pohon-pohon jati berbentuk aneh, dalam sebuah lobang batu tampak melingkar sebuah benda yang tak dapat dipastikan apa adanya. Benda ini bergulung aneh, tertutup oleh sejenis sisik tebal berwarna hitam pekat. Benda ini bukan benda mati karena ada denyutan tiada henti dan setiap berdenyut sisik yang menutupinya tegak berjingkrak!Ketika bayi Pahambalang melayang jatuh ke atas pulau, sosok aneh di liang batu itu tiba-tiba bersuit keras dan panjang lalu melesat ke atas. D
"Kalian berdua boleh pergi. Jaga anak itu baik-baik. Jika ada apa-apa yang kalian tidak mengerti, temui aku di Liang Batu Hitam ini! Aku Tringgiling Liang Batu adalah kakek dari bayi itu!"Dua ekor landak menggereng halus, kembali angguk-anggukkan kepala. Paeruncing, landak yang jantan pergunakan mulutnya untuk mengangkat bayi yang diberi nama Patilandak itu ke atas punggung betinanya yaitu Paelancip. Baru saja dua landak raksasa ini hendak bertindak pergi tiba-tiba di langit ada benda pulih menyambar turun disertai teriakan memerintah. “Semua makhluk di atas pulau! Jangan ada yang berani bergerak! Aku datang membawa perintah!""Wuuuttt... wuttt!"Angin keras menderu membuat pohon-pohon jati berduri bergoyang goyang. Sesaat kemudian sebuah awan putih telah mendarat di atas sebuah batu besar, tak jauh dari makhluk bersisik berdiri dan hanya beberapa tombak dari dua ekor landak raksasa. Bau sangat harum memenuhi tempat itu.Paeruncing dan Paelancip ke
"Kalau begitu terpaksa aku mempergunakan kekerasan. Aku tidak suka. Tapi Apa boleh buat!" Habis berkata begitu Dewi Awan Putih melesat ke arah Paelancip si landak betina. Tangan kanannya menyambar ke punggung landak. Namun di saat itu pula Paeruncing si landak jantan melompat ke depan dan hantamkan tangannya yang berduri ke arah lengan Dewi Awan Putih.Melihat datangnya serangan berbahaya ini Dewi Awan Putih cepat tarik tangan kanannya. Tapi terlambat!"Breett!"Lengan bajunya yang terbuat dari sutera putih robek besar disambar duri-duri lancip tangan Paeruncing.Marahlah Dewi Awan Putih. Sambil menghantamkan kaki kirinya ke kepala Paeruncing, tangan kanannya lepaskan satu pukulan tangan kosong. Sinar putih berkelebat.Tahu kalau serangan tangan kosong itu lebih berbahaya dari pada tendangan kaki, Paeruncing cepat bergerak hindari serangan sambaran sinar putih."Bukkk!"Tendangan Dewi Awan Putih mendarat telak di bahu kanan Paer