"Perasaan dan dugaanku mengatakan begitu”
"Kalau itu benar telah terjadi, berarti kita harus siap menghadapi segala nista dan petaka."
Ratu Dewi anggukkan kepala. "Hai Bunda Dewi, aku terpaksa harus segera kembali. Para Dewi yang lain harus diberitahu agar mereka juga siap. Kau tetap di sini. Tunggu kedatangan Dewi Awan Putih membawa berita."
"Ratu Dewi, tunggu! Jangan pergi dulu. Nista dan petaka apakah yang akan menimpa Negeri Atas Langit sehubungan dengan kejadian lahirnya bayi pencemar segala tuah itu?"
"Banyak Hai Bunda Dewi. Namun tidak semua bisa ku beritahu padamu. Hanya beberapa saja. Misalnya, angin tak akan berhembus lagi selama setahun penuh. Kalaupun masih berhembus angin itu akan disertai hawa pengap dan bau yang tidak sedap. Air akan berhenti mengucur dari tempat ketinggian ketempat rendah. Berarti ada kawasan yang bakal menderita kekeringan sepanjang tahun. Lalu bunga-bunga akan menjadi layu. Pucuk tak akan menjadi buah. Buah yang ad
Sebaliknya Dewi Awan Putih diam-diam juga menjadi gelisah dan berkata dalam hati. "Bunda Dewi pasti telah tahu apa yang akan terjadi di masa puluhan tahun mendatang. Jangan-jangan dia mencurigai diriku”"Dewi Awan Putih, kau belum menjawab. Kau belum memberi penjelasan.""Dari pada dia mendesak, lebih baik aku mendesak duluan!" kata Dewi Awan Putih dalam hati. Maka diapun berkata. "Hatimu dan hatiku, pikiranmu dan pikiranku, penglihatanmu ke masa depan dan penglihatanku rasanya tidak banyak berbeda Hai Bunda Dewi. Namun jika aku salah mohon maafmu. Apa kau sependapat denganku bahwa dunia kita semakin lama semakin mengalami banyak perubahan? Batas antara kita bawan Dewi, Jin dan manusia di bawah langit semakin tipis laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan sinar mentari?""Dewi Awan Putih! Bagaimana kau berani berkata begitu?!" ucap Bunda Dewi setengah berseru. Dalam hati dia berkata. 'Dugaanku tidak meleset. Dia bisa membaca jauh ke lubuk hatiku! Daripa
"Kau yang berkata dan akan berbuat yang bukan bukan!" sentak Ruhmintari. "Aku tidak hamil! Aku tidak akan melahirkan! Tak ada bayi dalam perutku! Tak ada bayi yang akan keluar dari rahimku! Hik... hik... hik!""Tenang Ruhmintari. Kau jelas hamil besar dan siap melahirkan. Kau akan melahirkan seorang bayi hasil hubungan sebagai suami istri dengan Pahambalang”Si nenek mendekati kaki tempat tidur. Dengan hati-hati dia lepaskan ikatan pada dua kaki Ruhmintari. Begitu dua kaki lepas, kaki yang kanan bergerak menendang."Bukkk!"Si nenek Ruhumuntu terpekik dan terpental ke dinding.Di luar Pahambalang berteriak. "Nenek Ruhumuntu! Ada apa?!"Ruhumuntu usap-usap perutnya yang tadi kena tendang. "Tidak apa-apa Pahambalang! Kau tak usah khawatir!" Lalu si nenek memandang pada Ruhmintari dan berkata. "Sebagai dukun aku berkewajiban menolongmu melahirkan. Apapun yang akan keluar dari rahimmu aku tidak perduli!" Lalu dengan cepat si ne
"Hai Para Dewi di atas langit! Kalau ini benar kutukan dari kalian! Mengapa istriku yang kalian bunuh! Mengapa bayi tak berdosa ini yang kalian bikin cacat! Mengapa tidak diriku yang kalian bikin mati! Kejam! Jahat! Dewi terkutuk keparat! Aku akan mencari seribu jalan melakukan pembalasan!"Habis berteriak begitu Pahambalang membungkuk mengambil sosok bayi aneh yang tergeletak di sudut kamar. Lalu dia lari keluar bangunan. Seperti gila sambil lari tidak henti-hentinya dia berteriak."Ini bukan anakku! Ini bukan bayiku! Kalian menukar bayiku dengan makhluk celaka ini! Dewi jahat Dewi jahanam! Tunggu pembalasanku!"Dalam gelap dan dinginnya malam menjelang fajar itu Pahambalang lari terus membawa bayi aneh yang tiada hentinya menangis. Lelaki ini baru hentikan larinya ketika dapatkan dirinya tahu-tahu telah berada di ujung sebuah tebing. Di depannya menghadang satu jurang lebar. Di kejauhan terbentang lautan luas. Di sebelah timur langit mulai terang tanda sang su
Bayi laki-laki aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi semacam duri berwarna coklat dan masih berselubung darah itu melesat di udara lalu lenyap ditelan kegelapan malam di sebelah barat. Namun tak selang berapa lama, setelah mencapai titik tertingginya bayi ini melayang ke bawah.Di saat yang hampir bersamaan, di sebuah pulau di kawasan laut sebelah barat. Fajar yang menyingsing di ufuk timur masih belum mampu menerangi pulau itu. Masih terbungkus kegelapan, di satu bukit yang tertutup rapat oleh pohon-pohon jati berbentuk aneh, dalam sebuah lobang batu tampak melingkar sebuah benda yang tak dapat dipastikan apa adanya. Benda ini bergulung aneh, tertutup oleh sejenis sisik tebal berwarna hitam pekat. Benda ini bukan benda mati karena ada denyutan tiada henti dan setiap berdenyut sisik yang menutupinya tegak berjingkrak!Ketika bayi Pahambalang melayang jatuh ke atas pulau, sosok aneh di liang batu itu tiba-tiba bersuit keras dan panjang lalu melesat ke atas. D
"Kalian berdua boleh pergi. Jaga anak itu baik-baik. Jika ada apa-apa yang kalian tidak mengerti, temui aku di Liang Batu Hitam ini! Aku Tringgiling Liang Batu adalah kakek dari bayi itu!"Dua ekor landak menggereng halus, kembali angguk-anggukkan kepala. Paeruncing, landak yang jantan pergunakan mulutnya untuk mengangkat bayi yang diberi nama Patilandak itu ke atas punggung betinanya yaitu Paelancip. Baru saja dua landak raksasa ini hendak bertindak pergi tiba-tiba di langit ada benda pulih menyambar turun disertai teriakan memerintah. “Semua makhluk di atas pulau! Jangan ada yang berani bergerak! Aku datang membawa perintah!""Wuuuttt... wuttt!"Angin keras menderu membuat pohon-pohon jati berduri bergoyang goyang. Sesaat kemudian sebuah awan putih telah mendarat di atas sebuah batu besar, tak jauh dari makhluk bersisik berdiri dan hanya beberapa tombak dari dua ekor landak raksasa. Bau sangat harum memenuhi tempat itu.Paeruncing dan Paelancip ke
"Kalau begitu terpaksa aku mempergunakan kekerasan. Aku tidak suka. Tapi Apa boleh buat!" Habis berkata begitu Dewi Awan Putih melesat ke arah Paelancip si landak betina. Tangan kanannya menyambar ke punggung landak. Namun di saat itu pula Paeruncing si landak jantan melompat ke depan dan hantamkan tangannya yang berduri ke arah lengan Dewi Awan Putih.Melihat datangnya serangan berbahaya ini Dewi Awan Putih cepat tarik tangan kanannya. Tapi terlambat!"Breett!"Lengan bajunya yang terbuat dari sutera putih robek besar disambar duri-duri lancip tangan Paeruncing.Marahlah Dewi Awan Putih. Sambil menghantamkan kaki kirinya ke kepala Paeruncing, tangan kanannya lepaskan satu pukulan tangan kosong. Sinar putih berkelebat.Tahu kalau serangan tangan kosong itu lebih berbahaya dari pada tendangan kaki, Paeruncing cepat bergerak hindari serangan sambaran sinar putih."Bukkk!"Tendangan Dewi Awan Putih mendarat telak di bahu kanan Paer
"Dewi Awan Putih, jika kau masih keras kepala menjalankan tugas dan perintah gila itu! Seumur-umur kau tidak akan dapat meninggalkan pulau ini! Terserah padamu!' lalu Tringgiling Liang Batu membuat gerakan dengan lima jari tangan kanannya. Lima jari itu membengkok ke dalam seperti meremas. Zeus menguik keras. Sinar biru yang mengikat tubuhnya seolah-olah merawank mengencang.Dewi Awan Putih maklum, dengan segala kenekatannya Tringgiling Liang Batu mampu membunuh tunggangannya. Sang Dewi segera angkat tangan kirinya.“Dalam kepicikan dan juga kesombonganmu kau telah merasa menang makhluk bersisik! Aku akan tinggalkan pulau ini dengan berhampa tangan. Tapi satu hari kelak pembalasan kami Para Dewi Negeri Atas Langit akan jatuh atas dirimu! Saat itu kau tak akan mampu menghindari kematian! Rohmu akan tergantung antara langit dan bumi! Kau akan menderita selama sang surya dan rembulan muncul di jagat raya inil"Trenggiling Liang Batu gerakkan tangan kanannya.
Di atas pulau, di dalam rimba Pahitamkelam, makhluk bersisik seatos baja Tringgiling Liang Batu, baru saja meletakkan bayi berduri di atas punggung Paelancip si landak betina. Tiba-tiba dia berdiri tegak lalu arahkan mukanya ke sebelah barat."Ada lagi tamu tak diundang tengah menuju ke sini. Paeruncing dan Paelancip, lekas kalian bawa cucuku meninggalkan tempat ini!"Baru saja makhluk bersisik itu selesai bicara, belum sempat dua ekor landak raksasa bergerak pergi tiba-tiba berkelebat satu bayangan disertai mengumandangnya teriakan keras. Dari ucapannya jelas dia sempat mendengar kata-kata Tringgiling Liang Batu tadi. Padahal Tringgiling bicara tidak terlalu keras. Satu pertanda bahwa orang yang datang, siapapun dia adanya pastilah memiliki kepandaian tinggi."Diundang atau tidak, aku sudah menentukan bahwa hari ini aku harus menjejakkan kaki di tempat ini! Dan itu sudah kurencanakan sejak tiga puluh tahun silam!""Wuuuuttt!"Suara lenyap dan tahu