Keringat membasahi wajah dan sekujur tubuh Ruhjelita. Telapak tangannya yang menempel di tubuh Maithatarun terasa panas. Dia seolah-olah memegang bara api. Dari sela-sela jarinya keluar tiga larik asap hitam, meliuk-liuk ke atas lalu lenyap di salah satu sudut ruangan. Gadis ini tersentak kaget ketika mendadak sosok Maithatarun menggeliat Dari mulutnya keluar suara seperti binatang menggereng. Dua kakinya bergerak ke atas.
"Duukkk... duukkkk! Byaaaarr!"
Ujung tonggak batu hancur berantakan ketika dua kaki Maithatarun yang berbentuk batu jatuh menghantam. Ruhjelita tiba-tiba menjerit. Bukan karena hancurnya tonggak batu, tapi karena melihat ada darah mengucur keluar dari hidung, mulut dan telinga, bahkan pinggiran mata Maithatarun!
"Hai! Apa yang terjadi! Matikah dia?! Aku tak bermaksud membunuhnya! Maithatarun! Aku tidak ber- maksud membunuhmu!" teriak Ruhjelita. Diguncangnya tubuh lelaki itu. Dia seperti hendak menangis. Lalu kepalanya diletakkan di dada Maitha
Kita kembali dulu pada beberapa saat sebelum Ruhjelita dan Maithatarun masuk ke dalam goa dan naik ke ruangan yang penuh dengan bunga-bunga.Hujan telah lama reda. Ruhtinti masih duduk di punggung kuda kaki enam menahan dingin. Setelah sekian lama menunggu dan Maithatarun tidak juga muncul, timbul rasa was-was dalam hati gadis cantik berkulit hitam manis ini."Jangan-jangan terjadi apa-apa dengan lelaki itu. Sifat Ruhjelita tidak bisa diduga. Waktu di tepi telaga jelas kulihat pada wajah dan sikapnya bayangan rasa cemburu terhadap Dewi Awan Putih. Pertanda dia menyukai lelaki itu. Kalau sampai terjadi sesuatu, bagaimana dengan diriku...?"Ruhtinti usap-usap kuduk basah Kuda berkaki enam lalu berkata. ”Kuda hitam berkaki enam, kau tunggulah di sini. Aku akan melihat ke dalam goa”Kuda berkaki enam putar lehernya dan julurkan lidahnya seraya mengedipkan mata seolah mengerti ucapan si gadis. Ruhtinti segera bergerak turun. Namun baru saja kakinya
Namun saat itu dari samping Jin Muka Seribu bertindak lebih cepat. Dua tangannya dengan telapak terkembang didorongkan ke arah Kuda berkaki enam. Binatang Ini meringkik keras ketika tubuhnya yang besar laksana dilanda topan prahara terlempar keras lalu terbanting ke mulut goa. Sebagian mulut goa dan dinding batu hancur berantakan. Kuda berkaki enam meringkik keras sekali lagi lalu jatuh melosoh. Untuk beberapa lamanya binatang ini tak mampu bergerak tak mampu keluarkan suara. Mulut Jin Muka Seribu depan belakang meludah berulang kali. Lalu dia berkelebat memasuki Goa Pualam Pamerah. "Ruhjelita! Di mana kau! Ruhjelita!" Jin Muka Seribu berteriak memanggil. Suaranya menggema dahsyat di seantero lorong batu. Di satu ruangan Jin Muka Seribu hentikan langkahnya. Telinganya menangkap suara berdesir di atas kepalanya. Ketika dia mendongak, wajahnya yang saat itu masih berujud muka empat raksasa berkerenyit. Empat buah matanya membersitkan sinar hijau. Di atasnya, langit-lan
Dalam keadaan tak mampu menggerakkan kaki kanan, Maithatarun pergunakan kaki kiri untuk menangkis serangan batu runcing yang mengarah ke kepalanya.'Traaakkkk!"Batu runcing hancur berantakan begitu beradu dengan bola batu yang membungkus kaki kiri Maithatarun.Walau selamat namun seperti yang terjadi dengan kaki kanannya, kembali Maithatarun merasakan kaki itu menjadi berat dan kaku hingga tak bisa digerakkan. Kini Maithatarun benar-benar jadi tidak berdaya. Ketika Jin Muka Seribu melangkah mendekatinya, dia tidak mampu berdiri! Dengan cepat dia kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri kanan, menjaga segala kemungkinan, mempersiapkan pukulan Kutuk Api Dari Langit. Akan tetapi, Jin Muka Seribu bertindak lebih cepat. Dari dua matanya di sebelah depan melesat dua larik sinar hijau berbentuk segitiga panjang! Inilah serangan maut yang disebut Jin Hijau Penjungkir Roh!. Konon ilmu kesaktian ini dulunya dimiliki oleh seorang dedengkot Jin di Neger
"Hai! Mulutmu berucap keji dan sombong! Apakah ilmu kepandaianmu melebihi kesaktian para Dewa dan para Dewi di langit ke tujuh?l""Untuk memberi pelajaran padamu, ilmu kepandaian yang sudah kumiliki rasa-rasanya bisa membuatmu kapok seumur jaman!" Jin Muka Seribu sentakkan kepalanya hingga rambutnya yang gondrong acak- acakan tersibak dan kini empat wajahnya yang seram kelihatan jelas."Kutuk dan hukum para Dewa dan para Dewi akan jatuh atas dirimu! Sekarang menyingkir dari hadapanku!" Ruhrinjani melangkah ke pintu lorong yang menuju mulut goa. Tapi Jin Muka Seribu segera menghadang."Kau boleh pergi. Tapi tinggalkan laki-laki itu disini"“Heh. Begitu?" Ruhrinjani tersenyum lalu tertawa perlahan. ”Baik, kupenuhi permintaanmu Hai! Jin Muka Seribu. Maithatarun akan kutinggalkan di dalam goa ini. Aku akan pergi. Tapi sebelum pergi aku minta nyawamu lebih dulu!""Makhluk jejadian jahanam!" teriak Jin Muka Seribu. Dua larik sinar hijau berbe
Kembali ke puncak bukit berumput biru. Bintang, Bayu dan Arya menunggu dengan hati berdebar. Mereka memandang ke langit tinggi di mana mereka melihat ada satu titik merah bergerak turun dari langit di arah timur."Aku ingin sekali cepat-cepat melihat bagaimana rupanya Ratu Dewi yang mau menolong kita itu..." bisik Bayu."Pasti sangat cantik dan paling cantik di antara semua Dewi yang pernah kita lihat. Kita sudah menyaksikan cantiknya Dewi Awan Putih, sudah melihat wajah Bunda Dewi. Ratu Dewi yang jadi pimpinan segala Dewi pasti cantiknya selangit tembus!" kata Arya pula.Titik merah yang turun dari langit makin lama semakin besar. Jin Tangan Seribu menatap dengan mata dibesarkan dan tak pernah berkesip. Ketika titik itu membentuk besarnya telur ayam, Jin Tangan Seribu pergunakan dua tangannya mengusap mukanya. Saat itu juga mukanya yang tadi rata berubah menjadi satu wajah amat mengerikan. Rambutnya yang sebelumnya putih kini menjadi merah darah, tegak ka
"Dewi edan...!" terdengar kembali suara Bayu. ”Duduknya ngongkongl Aku bisa melihat jelas sekali dari sini”"Aku juga! Benar-benar gilai Dia tidak pakai celana! Mungkin dia tidak punya celana dalam!" kata Arya sambil matanya terus mengawasi."Mungkin di negeri ini memang tidak ada perempuan pakai celanal celana dalam tidak dikenal di sini! Ha... ha... ha. !" Bintang tertawa bergelak."Dari mana kau tahu?!" ujar Arya. ”Me mangnya kau pernah mengintip perempuan di sini mandi...?!"Bayu terus menimpali. ”Bintang, tadi waktu kita menunggu lama kau bilang mungkin Dewi itu sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai kencing celananya ketinggalan di sungai! Hik... hik... hik!"Bintang usap matanya yang basah karena tertawa terus-terusan kemudian melirik pada Dewi Awan Putih. Lalu berbisik pada teman-temannya. ”Lihat Dewi Awan Putih. Dia tidak berani memandang ke depan. Mukanya bersemu merah. Berarti dia sudah melihat dan
"Enak saja aku dibilangnya bau. Padahal upilnya yang sebesar tetampah dan masih menempel di jarinya membuat aku mau muntah!""Ratu Dewi, bolehkah kami memulai upacara permohonan ini?” tanya Dewi Awan Putih setelah meletakkan kembali Arya di atas batu.Ratu Dewi anggukkan kepalanya lalu membersihkan tangannya yang tadi bekas memegang Arya dengan ujung pakaian merahnya."Kakek Jin Tangan Seribu, silahkan kau membaca rapalan..." kata Dewi Awan Putih pula.Ditunggu-tunggu tak ada suara Jin Tangan Seribu terdengar."Kek...?!" ujar Dewi Awan Putih.Karena masih belum ada jawaban Dewi Awan Putih berpaling. Ternyata Jin Tangan Seribu tengah menatap tak berkedip ke arah Ratu Dewi. Dengan wajah bersemu merah Dewi Awan Putih julurkan kakinya menendang paha si kakek. Jin Tangan Seribu baru tersadar lalu cepat-cepat bertanya. ”Ya, apa...?"Bintang, Bayu dan Arya tertawa cekikikan.”Jin itu rupanya terpesona melihat pemanda
”Nasib kita jelek kawan-kawan. Jin Tangan Seribu terpengaruh oleh apa yang dilihatnya. Dia tak bisa meneruskan membaca mantera! Berarti keadaan kita hanya sebesar ini! Setinggi lutut!""Celaka!" seru Bayu."Sial nasib kita!" ujar Arya."Bukan kita yang sial! Tapi Jin keparat itu yang sialan!" maki Bayu pula."Kalau kupikir-pikir bukan si Jin Tangan Seribu yang sial! Penyebab kesialan ini justru adalah Ratu Dewi! Coba kalau dia tidak duduk seenaknya seperti itu pasti bacaan mantera Jin Tangan Seribu lancar dan kita akan jadi sebesar mereka!" kata Bintang pula."Waktuku habis!" Tiba-tiba Ratu Dewi berkata.Dia menggeliat lalu mengangkat dua tangan. Perlahan-lahan kursi batu pualam merah yang didudukinya bergerak naik ke atas."Maafkan saya Hai! Ratu Dewi..." kata Jin Tangan Seribu sambil membungkuk. Ketika Ratu Dewi mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara Jin Tangan Seribu segera berdiri."Kek! Apa yang terjadi dengan d