"Hai! Mulutmu berucap keji dan sombong! Apakah ilmu kepandaianmu melebihi kesaktian para Dewa dan para Dewi di langit ke tujuh?l"
"Untuk memberi pelajaran padamu, ilmu kepandaian yang sudah kumiliki rasa-rasanya bisa membuatmu kapok seumur jaman!" Jin Muka Seribu sentakkan kepalanya hingga rambutnya yang gondrong acak- acakan tersibak dan kini empat wajahnya yang seram kelihatan jelas.
"Kutuk dan hukum para Dewa dan para Dewi akan jatuh atas dirimu! Sekarang menyingkir dari hadapanku!" Ruhrinjani melangkah ke pintu lorong yang menuju mulut goa. Tapi Jin Muka Seribu segera menghadang.
"Kau boleh pergi. Tapi tinggalkan laki-laki itu disini"
“Heh. Begitu?" Ruhrinjani tersenyum lalu tertawa perlahan. ”Baik, kupenuhi permintaanmu Hai! Jin Muka Seribu. Maithatarun akan kutinggalkan di dalam goa ini. Aku akan pergi. Tapi sebelum pergi aku minta nyawamu lebih dulu!"
"Makhluk jejadian jahanam!" teriak Jin Muka Seribu. Dua larik sinar hijau berbe
Kembali ke puncak bukit berumput biru. Bintang, Bayu dan Arya menunggu dengan hati berdebar. Mereka memandang ke langit tinggi di mana mereka melihat ada satu titik merah bergerak turun dari langit di arah timur."Aku ingin sekali cepat-cepat melihat bagaimana rupanya Ratu Dewi yang mau menolong kita itu..." bisik Bayu."Pasti sangat cantik dan paling cantik di antara semua Dewi yang pernah kita lihat. Kita sudah menyaksikan cantiknya Dewi Awan Putih, sudah melihat wajah Bunda Dewi. Ratu Dewi yang jadi pimpinan segala Dewi pasti cantiknya selangit tembus!" kata Arya pula.Titik merah yang turun dari langit makin lama semakin besar. Jin Tangan Seribu menatap dengan mata dibesarkan dan tak pernah berkesip. Ketika titik itu membentuk besarnya telur ayam, Jin Tangan Seribu pergunakan dua tangannya mengusap mukanya. Saat itu juga mukanya yang tadi rata berubah menjadi satu wajah amat mengerikan. Rambutnya yang sebelumnya putih kini menjadi merah darah, tegak ka
"Dewi edan...!" terdengar kembali suara Bayu. ”Duduknya ngongkongl Aku bisa melihat jelas sekali dari sini”"Aku juga! Benar-benar gilai Dia tidak pakai celana! Mungkin dia tidak punya celana dalam!" kata Arya sambil matanya terus mengawasi."Mungkin di negeri ini memang tidak ada perempuan pakai celanal celana dalam tidak dikenal di sini! Ha... ha... ha. !" Bintang tertawa bergelak."Dari mana kau tahu?!" ujar Arya. ”Me mangnya kau pernah mengintip perempuan di sini mandi...?!"Bayu terus menimpali. ”Bintang, tadi waktu kita menunggu lama kau bilang mungkin Dewi itu sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai kencing celananya ketinggalan di sungai! Hik... hik... hik!"Bintang usap matanya yang basah karena tertawa terus-terusan kemudian melirik pada Dewi Awan Putih. Lalu berbisik pada teman-temannya. ”Lihat Dewi Awan Putih. Dia tidak berani memandang ke depan. Mukanya bersemu merah. Berarti dia sudah melihat dan
"Enak saja aku dibilangnya bau. Padahal upilnya yang sebesar tetampah dan masih menempel di jarinya membuat aku mau muntah!""Ratu Dewi, bolehkah kami memulai upacara permohonan ini?” tanya Dewi Awan Putih setelah meletakkan kembali Arya di atas batu.Ratu Dewi anggukkan kepalanya lalu membersihkan tangannya yang tadi bekas memegang Arya dengan ujung pakaian merahnya."Kakek Jin Tangan Seribu, silahkan kau membaca rapalan..." kata Dewi Awan Putih pula.Ditunggu-tunggu tak ada suara Jin Tangan Seribu terdengar."Kek...?!" ujar Dewi Awan Putih.Karena masih belum ada jawaban Dewi Awan Putih berpaling. Ternyata Jin Tangan Seribu tengah menatap tak berkedip ke arah Ratu Dewi. Dengan wajah bersemu merah Dewi Awan Putih julurkan kakinya menendang paha si kakek. Jin Tangan Seribu baru tersadar lalu cepat-cepat bertanya. ”Ya, apa...?"Bintang, Bayu dan Arya tertawa cekikikan.”Jin itu rupanya terpesona melihat pemanda
”Nasib kita jelek kawan-kawan. Jin Tangan Seribu terpengaruh oleh apa yang dilihatnya. Dia tak bisa meneruskan membaca mantera! Berarti keadaan kita hanya sebesar ini! Setinggi lutut!""Celaka!" seru Bayu."Sial nasib kita!" ujar Arya."Bukan kita yang sial! Tapi Jin keparat itu yang sialan!" maki Bayu pula."Kalau kupikir-pikir bukan si Jin Tangan Seribu yang sial! Penyebab kesialan ini justru adalah Ratu Dewi! Coba kalau dia tidak duduk seenaknya seperti itu pasti bacaan mantera Jin Tangan Seribu lancar dan kita akan jadi sebesar mereka!" kata Bintang pula."Waktuku habis!" Tiba-tiba Ratu Dewi berkata.Dia menggeliat lalu mengangkat dua tangan. Perlahan-lahan kursi batu pualam merah yang didudukinya bergerak naik ke atas."Maafkan saya Hai! Ratu Dewi..." kata Jin Tangan Seribu sambil membungkuk. Ketika Ratu Dewi mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara Jin Tangan Seribu segera berdiri."Kek! Apa yang terjadi dengan d
Hari itu laut terlihat tenang. Tiupan angin pada layar membuat perahu kecil itu meluncur laju di permukaan air laut. Lelaki bertubuh kekar berambut gondrong yang mukanya ditumbuhi janggut, kumis dan cambang bawuk lebat duduk di bagian haluan. Dua kakinya terbungkus batu berbentuk bola yang beratnya puluhan kati. Namun anehnya perahu kecil itu tidak terjungkat ke belakang oleh beratnya dua bola batu itu. Lelaki ini duduk tak bergerak, memandang tak berkesip ke depan. Dia adalah Maithatarun, bekas Kepala Negeri Kota Jin bergelar Bola-Bola Neraka namun lebih dikenal dengan berjuluk Jin Kaki Batu.Di bagian depan perahu sosok manusia aneh yang tingginya hanya sebatas lutut Maithatarun duduk saling berpegangan. Di wajah masing-masing jelas terlihat rasa gamang dan khawatir yang amat sangat. Dengan keadaan tubuh mereka sebesar itu, meluncur cepat di atas perahu dan memandang berkeliling hanya hamparan laut yang kelihatan tentu saja ketiganya menjadi ngerl. Malah kakek yang di ujung
"Topan badai menyerang laut!" seru Maithatarun.Kalian bertiga lekas ke sini!"Bintang, Bayu dan Arya cepat lari mendatangi Maithatarun. Oleh Maithatarun ketiga orang ini segera diselipkannya di balik sabuk kulit yang melilit di pinggangnya. Lalu dengan cepat dia menurunkan layar perahu untuk menghindari terpaan angin. Dengan kedua tangannya yang dipergunakan sebagai dayung dia mengayuh. Perahu meluncur pesat. Namun hantaman angin dan ombak raksasa membuat perahu itu mencelat lima tombak ke udara. Ketika jatuh ke permukaan laut, kembali ombak besar menghantam. Perahu hancur berkeping-keping. Sosok Maithatarun yang diberati dua bola batu langsung tenggelam ke dalam amukan air taut. Dia kerahkan tenaga dalam untuk melenyapkan gaya berat pada dua kakinya. Secara luar biasa Maithatarun berhasil membuat dua kakinya yang terbungkus bola-bola batu mengambang di atas permukaan laut yang dilanda badai itu. Namun setiap kali dia coba menaikkan tubuhnya ke atas, hantaman om
"Di sebelah sana ada deretan panjang pohon-pohon besar. Kita akan menyelidik ke sana”Begitu sampai di deretan pohon-pohon yang tadi dilihatnya di kejauhan, Maithatarun hentikan langkah, memandang dengan muka mengernyit."Pohon-pohon aneh! Tumbuhnya rapat sekali! Dan dipenuhi duri mulai dari ranting sampai ke batang!" Berseru Bintang yang ada dalam dukungan Maithatarun.Maithatarun maju mendekat. "Kau betul Bintang. Seumur hidup baru sekali ini aku melihat pohon-pohon seperti Ini. Bentuknya seperti pohon jati. Tapi mengapa ditumbuhi duri-duri panjang. Tumbuhnya juga rapat. Jika tidak hati-hati sulit bagi seseorang bisa lolos di antara dua pohon”"Di belakang deretan pohon-pohon itu hanya ada kegelapan menghitam," berkata Arya. "Saat Ini masih siang. Kalau malam tiba pasti sangat gelap Di sebelah sana. Tangan di depan mata mungkin tak bisa kelihatan”Maithatarun tampak diam seolah tengah berpikir. "Maithatarun, mengapa kau diam saj
"Astaga! Hai! Kau memang betul Bintang. Jika kau tidak memberi tahu hal itu tidak sempat menjadi perhatianku. Jadi memang aku, kita semua harus berhati-hati. Awas, kalian semua pasang mata pasang telinga. Aku mulai bergerak melangkah!""Dukk... duukkk!"Gerakan langkah kaki Maithatarun menggetarkan tanah. Patung-patung kayu tampak bergoyang.Maithatarun maju dua langkah. Dia melewati patung kayu deretan pertama di kiri kanan. Ketika dia hampir sampai pada deretan patung kayu kedua tiba-tiba terdengar suara berkereketan. Tangan-tangan patung pada deretan kedua itu bergerak ke atas lalu dengan cepat turun ke bawah mengemplang ke arah batok kepala Maithatarun!Maithatarun berseru kaget, cepat dia membungkuk rundukkan kepala. Baru saja dia berhasil selamatkan diri tiba-tiba terdengar teriakan Bintang."Maithatarun! Awas di belakangmu!"Maithatarun cepat berpaling. Astaga! Ternyata dua patung pada deretan pertama yang barusan dilewatinya tengah m