"Aku pernah mendengar nama Keduanya. Aku bahkan tahu dimana harus mencari nenek keparat itu! Sang Junjungan, izinkan aku mencari Kedua orang itu untuk menuntut balas!"
Jin Muka Seribu menyeringai. "Kau anak baik! Yang tahu bagaimana membalas budi orang tua! Tapi kau tak usah bersusah diri menghabiskan waktu dan tenaga mencari kedua orang itu. Tenagamu diperlukan di sini untuk menghadapi hari lima belas bulan dua belas. Kedua orang itu kelak akan muncul memenuhi undanganku. Pada saat itulah kita akan menghajar dan mengirimnya ke alam roh! Aku akan memastikan kematian mereka lebih mengerikan dari nasib yang menimpa diri ayahmu!"
Mendengar ucapan Jin Muka Seribu itu Pakembangan tak bisa berbuat apa-apa walau niatnya membalas dendam saat itu seperti hendak membakar dirinya. Pemuda ini tundukkan kepala, kepalkan dua tinjunya lalu saking geramnya dia hantamkan tangan kanannya ke dada sendiri seraya berteriak keras seolah berusaha melepas bendungan amarah!
Jin Muka Ser
Malam itu hujan turun cukup lebat. Di atas bukit batu, Istana Surga Dunia baik di dalam maupun di sebelah luar terbungkus oleh hitamnya kegelapan. Sesekali jika kilat menyambar baru kelihatan istana itu dalam bentuknya yang putih angker. Udara dingin di luaran menembus masuk sampai ke dalam istana.Di satu sudut gelap halaman belakang Istana Surga Dunia seseorang berpakaian hijau pekat berjalan cepat melewati sebuah gapura kecil. Dengan gerakan enteng dia melompati tembok setinggi dada lalu menyelinap ke balik sebuah patung batu berbentuk seekor singa berkepala dua.Di balik patung singa ini rupanya telah menunggu seorang berpakaian hitam. Dari wajah serta lekuk tubuhnya jelas dia adalah seorang gadis. Di Negeri Jin gadis ini dikenal dengan nama Ruhtinti. Dulunya dia merupakan seorang pembantu yang dijadikan mata-mata oleh Jin Muka Seribu. Dalam Episode yang lalu diceritakan bagaimana Dewi Awan Putih mendapat Perintah untuk membenam dengan lahar panas dari Gunung Patin
DI LORONG yang menuju pintu ruang penyimpanan barang-barang pusaka hanya ada dua obor yang menyala. Pertama dijalan masuk, Kedua di samping pintu ruangan, seperti biasanya dua belas pengawal tetap ada di sepanjang lorong berjaga-jaga.Para pengawal ini serta merta memutar kepala masing-masing ke arah jalan masuk ketika mereka mendengar ada suara langkah-langkah halus mendatangi disertai munculnya bayang-bayang seseorang di dinding lorong."Ruhkinki!" pengawal di paling ujung yang merupakan pimpinan dari selusin pengawal yang ada di tempat itu menegur. "Ada apa kau datang ke sini. Kau muncul seorang diri. Apa kau lupa aturan bahwa ruangan ini hanya bisa dimasuki jika Sang Junjungan Jin Muka Seribu ikut hadir?! Apa kau lupa ini adalah kawasan terlarang bagi siapapun?!""Aku tahu aturan! Aku juga sadar ini adalah kawasan terlarang! Dengar, Jin Muka Seribu sedang tidak enak badan. Sang Junjungan sendiri yang memberi Perintah padaku untuk mengambil sesuatu dari dalam
Jin Muka Seribu terlonjak kaget dan marah ketika seorang pengawal menemuinya, memberi laporan apa yang terjadi di lorong Ruang Penyimpanan Barang Pusaka. Empat wajah di kepalanya langsung berubah menjadi wajah-wajah raksasa garang beringas. Diikuti beberapa pengawal dia berlari menuju lorong di bagian belakang istana itu.Seperti yang dilaporkan Jin Muka Seribu menemukan dua belas pengawal bergeletakan di lantai lorong. Muka mereka kelihatan merah sedang bibir membiru. Menerima kabar dan melihat sendiri kejadian yang menimpa dua belas pengawal itu sudah merupakan kejutan besar bagi Sang Penguasa Istana Surga Dunia. Rasa terkejutnya jadi berlipat ganda ketika dia melihat keadaan muka dan tubuh pengawal itu."Bubuk Penjungkir Syaraf! Pengawal-pengawal ini menemui ajal akibat bubuk maut itu! Kurang ajar! Bagaimana mungkin ada orang mempergunakan bubuk rahasia itu! Kurang ajar! Siapa yang punya pekerjaan! Siapa berani melakukan perbuatan gila ini di depan mata hidung
HUJAN mulai reda ketika Ruhkinki kembali menemui Runtinti di sudut gelap halaman belakang Istana Surga Dunia. "Aku berhasil!" kata gadis berkulit hitam manis bertubuh kencang itu seraya menyodorkan Sendok Pemasung Nasib di tangan kanannya. Begitu sendok emas berpindah tangan, diterima oleh Ruhtinti, dia berkata. "Lekas tinggalkan tempat ini!"Saat itu Bintang sudah berada di samping Ruhtinti dan bertanya. "Bagaimana dengan kau? Tidak ikut beserta kami sekarang juga?""Seperti yang sudah diatur, aku tetap di Istana Surga Dunia sampai hari lima belas bulan dua belas mendatang.""Terima kasih Ruhkinki. Kami akan beri tahu Jin Terjungkir Langit dan istrinya. Betapa besar jasamu!"Ruhkinki tersenyum. Gadis ini memutar tubuh lalu berlari cepat ke arah Istana Surga Dunia. Pada saat dia hanya tinggal beberapa tombak saja dari pintu gerbang Istana tiba-tiba menggema suara genta. Bersamaan dengan itu bangunan besar istana yang tadi diselimuti kegelapan kini kelihat
Ruhtinti menarik tangan Bintang. Selagi pecahan batu kerikil yang ribuan banyaknya menghalangi pemandangan para pengawal Istana Surga Dunia, kedua orang itu pergunakan kesempatan untuk melarikan diri."Ruhtinti, aku tadi memang menghantam tiga batu besar itu dengan pukulan mengandung tenaga dalam tinggi. Tapi menurutku tiga batu itu tak mungkin bisa hancur demikian rupa. Pasti ada sesuatu.""Itu bukan batu biasa Bintang," menyahuti Ruhtinti sambil berlari cepat. Jin Muka Seribu sengaja membuatnya. Bagian dalam di isi semacam alat rahasia yang bisa dikendalikan dari tempat tersembunyi. Jika batu itu meledak, apa atau siapa saja yang ada di sekitarnya akan kena ditembus. Puluhan bahkan ratusan orang bisa menemui kematian. Kau menyaksikan sendiri tadi bagaimana para pengawal itu mati berkaparan ditembus kerikil pecahan batu.""Jin Muka Seribu benar-benar mahluk jahat luar biasa. Ruhtinti bagaimanapun aku tetap mengkhawatir- kan keselamatan Ruhkinki. Kau menga
RUHTINTI berlari sekencang yang bisa dilakukannya ke arah selatan dimana terdapat sebuah lembah teduh. Di lembah inilah Maithatarun dan Ruhrinjani menunggu bersama Bayu, Arya dan Betina Bercula. Sebenarnya jarak yang hendak dicapai tidak terlalu jauh. Namun di tengah jalan Ruhtinti diam-diam menyadari kalau dirinya ada yang menguntit. Karenanya gadis berotak tajam ini yang pernah menjadi mata-mata Jin Muka Seribu sengaja mengambil jalan berputar. Namun ternyata si penguntit masih tetap berada di belakangnya."Kalau dia bukan seorang berkepandaian tinggi pasti tidak mungkin dia selalu berada di belakangku. Lebih baik aku berhenti menghadapinya! Aku ingin tahu siapa orangnya?"Di satu jalan mendaki Ruhtinti akhirnya hentikan lari dan membalik sambil pasang kuda-kuda, siap Untuk menyerang. Suara orang bergelak tiba-tiba memenuhi tempat itu. Di lain kejap seorang berjubah Ungu muncul di hadapan si gadis."Pawungu!" membatin Ruhtinti begitu dia mengenali siapa adanya
"Manusia jahanam! Dewa akan mengutukmu!" teriak Ruhtinti ketika dilihatnya Pawungu menanggalkan jubah ungunya hingga kini hanya mengenakan celana dalam. Sambil terus menyeringai dan basahi bibirnya Pawungu membungkuk. Sesaat lagi dia hendak menggagahi gadis itu tiba-tiba satu bayangan hitam berkelebat dan bukk!Satu tendangan menyambar rusuk Pawungu."Kraaakk!"Tiga tulang iga Pawungu patah. Jeritan setinggi langit menyembur dari mulutnya. Tubuhnya terpental, melingkar di tanah, mengerang dan menggeliat-geliat. Ketika dia berusaha mencari tahu siapa yang barusan menendangnya kagetlah Pawungu. Dari jubah hitamnya yang dilengkapi kerudung sampai di kepala jelas orang itu adalah Pengawal Tingkat Satu Istana Surga Dunia."Pengawal Istana Surga Dunia! Aku adalah sahabat Jin Muka Seribu! Kau akan menerima hukuman berat atas apa yang kau lakukan terhadapku!"Ruhtinti cepat rapikan pakaiannya dan bangkit berdiri, bersembunyi di balik rerumpunan semak beluk
MAHLUK bersisik yang dikenal dengan nama Tringgiling Liang Batu berteriak menyuruh Jin Patilandak menghentikan larinya. Sampai-saat itu kakek dan cucu ini masih terus mengusung sosok Ruhmundinglaya, nenek yang tengah sekarat dalam usaha mereka mencari Ruhcinta, Jin Penjunjung Roh dan Jin Lembah Paekatakhijau. Saat itu mereka berada di lereng sebuah bukit batu. "Kek! Kau kembali menyuruh aku berhenti. Kali ini ada apa lagi?!" tanya Jin Patilandak dengan suara menandakan kejengkelan. "Kau jangan mengomel saja! Pergunakan otakmu untuk melihat kenyataan dan menghitung hari!" men- damprat Tringgiling Liang Batu. "Apa maksudmu?" tanya sang cucu. "Hari lima belas bulan dua belas hanya tinggal satu hari dari sekarang. Kita masih belum menemukan satupun dari tiga orang yang kita cari. Dan coba kau perhatikan keadaan nenek diatas usungan ini. Tubuhnya sudah sama renta dengan alas usungan. Aku tidak bisa memastikan lagi apa dia masih hidup atau sudah menemui aja