Jin Muka Seribu terlonjak kaget dan marah ketika seorang pengawal menemuinya, memberi laporan apa yang terjadi di lorong Ruang Penyimpanan Barang Pusaka. Empat wajah di kepalanya langsung berubah menjadi wajah-wajah raksasa garang beringas. Diikuti beberapa pengawal dia berlari menuju lorong di bagian belakang istana itu.
Seperti yang dilaporkan Jin Muka Seribu menemukan dua belas pengawal bergeletakan di lantai lorong. Muka mereka kelihatan merah sedang bibir membiru. Menerima kabar dan melihat sendiri kejadian yang menimpa dua belas pengawal itu sudah merupakan kejutan besar bagi Sang Penguasa Istana Surga Dunia. Rasa terkejutnya jadi berlipat ganda ketika dia melihat keadaan muka dan tubuh pengawal itu.
"Bubuk Penjungkir Syaraf! Pengawal-pengawal ini menemui ajal akibat bubuk maut itu! Kurang ajar! Bagaimana mungkin ada orang mempergunakan bubuk rahasia itu! Kurang ajar! Siapa yang punya pekerjaan! Siapa berani melakukan perbuatan gila ini di depan mata hidung
HUJAN mulai reda ketika Ruhkinki kembali menemui Runtinti di sudut gelap halaman belakang Istana Surga Dunia. "Aku berhasil!" kata gadis berkulit hitam manis bertubuh kencang itu seraya menyodorkan Sendok Pemasung Nasib di tangan kanannya. Begitu sendok emas berpindah tangan, diterima oleh Ruhtinti, dia berkata. "Lekas tinggalkan tempat ini!"Saat itu Bintang sudah berada di samping Ruhtinti dan bertanya. "Bagaimana dengan kau? Tidak ikut beserta kami sekarang juga?""Seperti yang sudah diatur, aku tetap di Istana Surga Dunia sampai hari lima belas bulan dua belas mendatang.""Terima kasih Ruhkinki. Kami akan beri tahu Jin Terjungkir Langit dan istrinya. Betapa besar jasamu!"Ruhkinki tersenyum. Gadis ini memutar tubuh lalu berlari cepat ke arah Istana Surga Dunia. Pada saat dia hanya tinggal beberapa tombak saja dari pintu gerbang Istana tiba-tiba menggema suara genta. Bersamaan dengan itu bangunan besar istana yang tadi diselimuti kegelapan kini kelihat
Ruhtinti menarik tangan Bintang. Selagi pecahan batu kerikil yang ribuan banyaknya menghalangi pemandangan para pengawal Istana Surga Dunia, kedua orang itu pergunakan kesempatan untuk melarikan diri."Ruhtinti, aku tadi memang menghantam tiga batu besar itu dengan pukulan mengandung tenaga dalam tinggi. Tapi menurutku tiga batu itu tak mungkin bisa hancur demikian rupa. Pasti ada sesuatu.""Itu bukan batu biasa Bintang," menyahuti Ruhtinti sambil berlari cepat. Jin Muka Seribu sengaja membuatnya. Bagian dalam di isi semacam alat rahasia yang bisa dikendalikan dari tempat tersembunyi. Jika batu itu meledak, apa atau siapa saja yang ada di sekitarnya akan kena ditembus. Puluhan bahkan ratusan orang bisa menemui kematian. Kau menyaksikan sendiri tadi bagaimana para pengawal itu mati berkaparan ditembus kerikil pecahan batu.""Jin Muka Seribu benar-benar mahluk jahat luar biasa. Ruhtinti bagaimanapun aku tetap mengkhawatir- kan keselamatan Ruhkinki. Kau menga
RUHTINTI berlari sekencang yang bisa dilakukannya ke arah selatan dimana terdapat sebuah lembah teduh. Di lembah inilah Maithatarun dan Ruhrinjani menunggu bersama Bayu, Arya dan Betina Bercula. Sebenarnya jarak yang hendak dicapai tidak terlalu jauh. Namun di tengah jalan Ruhtinti diam-diam menyadari kalau dirinya ada yang menguntit. Karenanya gadis berotak tajam ini yang pernah menjadi mata-mata Jin Muka Seribu sengaja mengambil jalan berputar. Namun ternyata si penguntit masih tetap berada di belakangnya."Kalau dia bukan seorang berkepandaian tinggi pasti tidak mungkin dia selalu berada di belakangku. Lebih baik aku berhenti menghadapinya! Aku ingin tahu siapa orangnya?"Di satu jalan mendaki Ruhtinti akhirnya hentikan lari dan membalik sambil pasang kuda-kuda, siap Untuk menyerang. Suara orang bergelak tiba-tiba memenuhi tempat itu. Di lain kejap seorang berjubah Ungu muncul di hadapan si gadis."Pawungu!" membatin Ruhtinti begitu dia mengenali siapa adanya
"Manusia jahanam! Dewa akan mengutukmu!" teriak Ruhtinti ketika dilihatnya Pawungu menanggalkan jubah ungunya hingga kini hanya mengenakan celana dalam. Sambil terus menyeringai dan basahi bibirnya Pawungu membungkuk. Sesaat lagi dia hendak menggagahi gadis itu tiba-tiba satu bayangan hitam berkelebat dan bukk!Satu tendangan menyambar rusuk Pawungu."Kraaakk!"Tiga tulang iga Pawungu patah. Jeritan setinggi langit menyembur dari mulutnya. Tubuhnya terpental, melingkar di tanah, mengerang dan menggeliat-geliat. Ketika dia berusaha mencari tahu siapa yang barusan menendangnya kagetlah Pawungu. Dari jubah hitamnya yang dilengkapi kerudung sampai di kepala jelas orang itu adalah Pengawal Tingkat Satu Istana Surga Dunia."Pengawal Istana Surga Dunia! Aku adalah sahabat Jin Muka Seribu! Kau akan menerima hukuman berat atas apa yang kau lakukan terhadapku!"Ruhtinti cepat rapikan pakaiannya dan bangkit berdiri, bersembunyi di balik rerumpunan semak beluk
MAHLUK bersisik yang dikenal dengan nama Tringgiling Liang Batu berteriak menyuruh Jin Patilandak menghentikan larinya. Sampai-saat itu kakek dan cucu ini masih terus mengusung sosok Ruhmundinglaya, nenek yang tengah sekarat dalam usaha mereka mencari Ruhcinta, Jin Penjunjung Roh dan Jin Lembah Paekatakhijau. Saat itu mereka berada di lereng sebuah bukit batu. "Kek! Kau kembali menyuruh aku berhenti. Kali ini ada apa lagi?!" tanya Jin Patilandak dengan suara menandakan kejengkelan. "Kau jangan mengomel saja! Pergunakan otakmu untuk melihat kenyataan dan menghitung hari!" men- damprat Tringgiling Liang Batu. "Apa maksudmu?" tanya sang cucu. "Hari lima belas bulan dua belas hanya tinggal satu hari dari sekarang. Kita masih belum menemukan satupun dari tiga orang yang kita cari. Dan coba kau perhatikan keadaan nenek diatas usungan ini. Tubuhnya sudah sama renta dengan alas usungan. Aku tidak bisa memastikan lagi apa dia masih hidup atau sudah menemui aja
KETIKA Ruhcinta menengadah, sepasang matanya membentur satu wajah yang tak asing lagi. Satu wajah yang selama ini sangat dirindukannya karena sejak lama hati dan kasih sayangnya tertambat pada orang ini. "Bintang... Kau menyelamatkan diriku. Mengapa...?" suara Ruhcinta perlahan sekali karena tertindih isak tangis yang tak bisa dilepaskan. "Bukan aku yang menolongmu Ruhcinta. Tapi Gusti Allah yang Maha Kuasa," jawab Ksatria Pengembara. Lalu jauhkan dadanyanya dari dada gadis itu. Ruhcinta pejamkan matanya. Air mata jatuh mengambang di wajahnya yang halus kemerahan. Dia tak Sanggup untuk berdiri tegak. Tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh kesamping kalau tidak lekas ditolong Oleh Bintang. Saat itu juga Jin Penjunjung Roh dan Jin Paekatakhijau mendatangi, ikut membantu. Ruhcinta senggugukkan lalu mulai keluarkan suara menangis. “Pemuda asing mata keranjang! Jangan sentuh Cucuku” tiba-tiba satu bentakan menggeledek, membuat Bintang berpaling. Yang membenta
"Anak-anak! Lekas kalian kuliti pemuda tak tahu diri itu!" Ratusan katak berubah beringas dan membuka mulut mereka, mengeluarkan suara bising seperti mau merobek gendang-gendang telinga. Sesaat sebelum binatang-binatang itu melesat ke arah Bintang, Ruhcinta melompat dan tegak membelakangi Bintang, menghadap ke arah gurunya. "Guru harap maafkan diriku! Aku..." "Muridku! Apa kau hendak ikut-ikutan jadi tidak waras seperti pemuda itu?! Kau hendak membela orang yang telah mempermainkan dirimu?!" "Guru, jangan salah sangka. Aku..." "Jangan banyak bicara Ruhcinta!" memotong Jin Penjunjung Roh. "Kalau kau mau mati berdua pemuda ini kami tidak akan menghalangi!" "Nek, Hai! Biarkan aku bicara dulu. Apa salah pemuda ini sampai kalian hendak menjatuhkan tangan menghukumnya?!" Dua nenek Ruhmasigi dan Ruhniknik sama-sama saling pandang pelototkan mata lalu sama-sama tertawa panjang. "Ruhniknik!" kata Ruhmasigi pula. "Otak cucumu ben
Kokok ayam memecah keheningan di penghujung malam. Di ufuk timur kelihatan langit mulai terang pertanda fajar telah menyingsing. Begitu sang surya tersembul maka inilah satu pertanda bahwa hari itu adalah hari lima belas di bulan dua belas. Empat jalan di kawasan bebatuan kelabu menuju ke puncak bukit dipenuhi oleh orang-orang yang hen- dak pergi ke Istana Surga Dunia. Mereka adalah para tokoh di Negeri Jin yang ingin memenuhi undangan Sang Penguasa yakni Jin Muka Seribu yang bergelar Jin Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu dan telah mengangkat dirinya sebagai raja diraja segala Jin di negeri Jin. Para tokoh yang sehaluan dengan Jin Muka Seribu. Apalagi yang jelas- jelas merupakan sahabat Jin Muka Seribu dan menyambut pertemuan itu dengan segala kegembiraan. Sebaliknya semua tokoh yang tidak sehaluan, muncul di tempat undangan itu dengan rasa ingin tahu upacara apa sebenarnya yang hendak dilakukan di Istana Surga Dunia itu. Selain itu masing-masing mereka yang sudah tahu