"Apa yang bisa dibicarakan dan dilakukan sekarang harus dibicarakan dan dilakukan sekarang. Aku menaruh firasat bahwa akan terjadi sesuatu di Istana itu."
"Hemmmm... Ucapanmu mengingatkan aku pada kata-kata nenek berjuluk Jin Selaksa Angin. Katanya seseorang memberi petunjuk bahwa akan terjadi satu Peristiwa besar di Negeri Jin ini."
"Jika orang pandai seperti Jin Selaksa Angin bicara begitu pasti dia tidak main-main. Itu sebabnya aku berusaha mencarimu walau mungkin pertemuan ini kurang menyenangkan di hatimu. Bintang, kita tidak bisa lari dari kenyataan. Kau adalah suamiku dan aku adalah istrimu..."
"Ruhrembulan, sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu saat ini. Banyak hal yang perlu dipikirkan mengapa sampai terjadi Peristiwa di Bukit Batu Kawin itu. Saat itu aku berada di alam luar sadar. Kemudian Ramahila menemui ajal dibunuh orang. Paduliu lenyap entah kemana. "
"Jika kau menginginkan kesaksian atas perkawin
"Hai, kau mau menyuruh aku menari atau apa?" tanya Bintang masih bisa bercanda tapi entah mengapa dia lakukan juga apa yang dikatakan Ruhrembulan. Kakinya kiri kanan dikembangkan di atas batu. "Kerahkan seluruh tenaga dalammu. Bagi dua ke kaki kiri dan kaki kanan." berucap Ruhrembulan sementara sepasang matanya yang bagus seolah mengendalikan jalan pikiran Ksatria Pengembara, membuat Bintang kembali melakukan apa yang dikatakan. Ksatria Pengembara ini kerahkan tenaga dalamnya yang berpusat di pusar lalu dia alirkan ke kaki kiri dan kaki kanan. Ruhrembulan merasakan batu besar tempat mereka berdiri bergetar hebat dan bagian batu yang berada di bawah injakan kaki sang pemuda kelihatan bergerak ke bawah membentuk cekungan. Dalam kagumnya melihat kehebatan tenaga dalam Bintang, Ruhrembulan keluarkan satu teriakan keras. Dua tangannya dihantamkan ke arah Kedua kaki Ksatria Pengembara. Dua larik sinar putih berkiblat. Secara aneh dua larik sinar putih itu bergulung-gulung seperti
MENJELANG tengah hari hampir seluruh kursi di Ruang Seribu Kehormatan telah terisi. Pintu masuk utama pada dinding berwarna merah yang terbuat dari dinding batu bergeser menutup. Walau ruangan itu dihadiri ratusan orang namun udara di dalamnya terasa sejuk. Para tamu sebelumnya telah dipersilakan meneguk minuman pelepas dahaga dan mencicipi hidangan lezat. Namun tidak semuanya mau minum dan menyantap makanan yang dihidangkan. Seperti yang dipesankan Ruhrembulan Bintangpun tidak menyentuh minuman dan hidangan yang disuguhkan walau beberapa gadis cantik berulang kali mempersilakannya setengah memaksa. Ruhrembulan sudah mengetahui bahwa semua makanan dan minuman yang disuguhkan itu mengandung zat tertentu yang bisa membuat seseorang menjadi lamban pikiran serta tindakannya.Sewaktu Ksatria Pengembara masuk sambil mendukung sosok Pawungu di bahunya para pengawal tidak ada yang mencegah. Demikian juga ketika sebelumnya Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu muncul dengan memand
Pada deretan kursi warna merah yakni berhadap- hadapan dengan deretan kursi hitam tampak duduk gadis cantik Ruhrembulan, Jin Sinting asli dan kembarannya Jin Sinting palsu. Lalu tak terduga di situ duduk pula Dewi Awan Putih didampingi Bunda Dewi dan Ratu Dewi. Karena berada di kelompok kursi yang sama Dewi Awan Putih lebih bisa melihat Ruhrembulan dengan jelas. Diam-diam dia harus mengakui betapa halusnya kulit gadis itu dan betapa cantiknya wajahnya. Tidak heran kalau Ksatria Pengembara terpikat dan menikahinya. Bunda Dewi dan Ratu Dewi yang memperhatikan Dewi Awan Putih sejak tadi memandang secara aneh pada Ruhrembulan, salah seorang dari mereka ajukan pertanyaan. "Gadis cantik yang kau pandangi itu. Kau kenal siapa dirinya?" "Dia yang bernama Ruhrembulan. Istri pemuda asing Bintang!" Ratu Dewi dan Bunda Dewi sama terkejut. "Dari mana kau tahu dia adalah istri Bintang?" tanya Ratu Dewi. "Dari mana aku tahu tak usah kau tanyakan!" jawab Dewi
"Semua tamu, lawan dan kawan dikumpulkan di ruangan tertutup begini rupa. Kemana mata memandang hanya tembok tebal yang menghadang. Hai istriku, apakah kau tidak merasa curiga akan terjadi sesuatu di tempat ini?" berbisik Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu pada istrinya Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan. "Aku memang sedang menduga-duga," balas berbisik Jin Selaksa Angin. "Aku ingat akan ucapan guruku Jin Tanpa Bentuk Tanpa Ujud. Katanya akan terjadi satu Peristiwa besar di Negeri Jin ini. Selain itu aku harus mencari Tuhan atau Gusti Allah. Tapi yang jadi pokok pikiranku saat ini adalah Sendok Pemasung Nasib itu. Sebelumnya bukankah Ruhtinti diurus untuk mendapatkan benda itu melalui gadis bernama Ruhkinki di Istana Surga Dunia. Kita menunggunya sampai sore kemarin, dia tidak muncul. Kini aku tidak melihat dia di antara para tamu. Tapi aku curiga pada dua perempuan yang duduk berkerudung hitam di barisan kursi kuning di samping kiri kita. Salah satu dari mereka kur
Orang di atas mimbar angkat tangan kirinya. Suara berisik segera sirap. Semula banyak para tamu mengira orang yang mewakili Jin Muka Seribu ini akan marah besar. Ternyata setelah memandang ke arah sosok Pawungu dan melirik pada Ksatria Pengembara, orang ini berkata. "Ternyata kerabat Pawungu telah berada di antara kita. Hanya sayang yang datang cuma tubuh kasar. Rohnya mungkin singgah di tempat lain. Istana Surga Dunia dengan ini menyatakan duka cita. Dan kepada pemuda asing berpakaian putih di barisan kursi putih, atas nama Sang Junjungan Raja Diraja Jin Muka Seribu , Istana Surga Dunia mengucapkan terima kasih karena telah bersusah payah membawa jenazah Pawungu ke tempat ini." "Butt prettt!" Tiba-tiba terdengar suara kentut di barisan kursi putih. Bayu dan Betina Bercula cepat tekap mulutnya menahan tawa. Kembali Ruang Seribu Kehormatan menjadi berisik. Di atas mimbar orang berjubah kelihatan merah padam wajahnya. Setelah menunggu sesaat dia kembali membuka
DARI sebuah pintu di belakang mimbar pada dinding hitam, muncul dua orang berpakaian hitam menggotong sesosok tubuh lelaki yang hanya mengenakan sehelai celana pendek. Punggungnya hancur bersimbah darah. Di belakang dua penggotong melangkah dua orang berpakaian hitam membawa cambuk besar. Sosok yang digotong dilemparkan ke lantai. Orang ini tidak bergerak tidak bersuara.Di balik kerudung wajah Ruhkinki mendadak sontak berubah. Di sebelahnya Ruhtinti cepat memegang lengan gadis ini."Pakembangan... Itu Pakembangan.." bisik Ruhkinki. "Kuatkan hatimu Ruhkinki. Kita sudah menduga hal ini akan terjadi.""Tapi aku tak menduga akan sekejam ini. Aku harus menolong Pakembangan. Aku tak perduli sekalipun ikut mati bersamanya!""Jangan tolol!" sentak Ruhtinti sambil memegang lengan sahabatnya itu lebih erat.Di atas mimbar orang berjubah hitam berucap lantang. "Seorang manusia tolol bernama Pakembangan telah berlaku keji! Berbuat khianat pada Sang Junjungan
Kembali kegemparan melanda Ruang Seribu Kehormatan sementara Jin Penjunjung Roh, Jin Selaksa Angin dan Jin Lembah Paekatakhijau tertawa cekikikan. Jin Terjungkir Langit terkekeh-kekeh!Semua orang yang duduk di barisan kursi hitam kelihatan menggeram marah dan merah padam muka masing-masing. Namun mereka masih bisa mengendalikan diri. Tak ada yang bergerak. Mereka sudah bisa mengukur siapa adanya tiga nenek yang ada di tempat itu. Apalagi ada pesan dari Jin Muka Seribu agar tidak melakukan sesuatu terhadap apapun yang diperbuat para tamu. Akan tetapi lain halnya dengan orang di atas mimbar. Amarah yang meledak membuat dia lupa diri dan bertindak menurut kemauannya sendiri."Jin Penjunjung Roh dan Jin Selaksa Angin! Sebagai tamu kekurang ajaran kalian sudah lewat batas! Terpaksa aku mengusir roh kalian keluar dari tempat ini. Tubuh kasar kalian untuk sementara boleh tetap di sini!" Tangan kiri kanan orang di atas mimbar bergerak laksana kilat, dua larik sinar hitam mend
KETIKA Ruhkinki melompat menyambar tubuh Pakembangan, Ruhtinti tak bisa berbuat lain dan cepat membantu. Kesempatan ini dipergunakan pula oleh Ksatria Pengembara. Dia bergerak mendekati Ruhtinti dan berbisik menanyakan Sendok Pemasung Nasib."Jangan khawatir, ada padaku. Segera akan kuberikan padamu! Sebelumnya aku pergi ke danau. Tapi Kakek Jin Terjungkir Langit tak ada di sana! Rupanya dia sudah duluan ke sini bersama istrinya," kata Ruhtinti pula."Berikan sendok itu padaku sekarang juga! Kita tidak punya waktu lama! Aku punya firasat akan terjadi apa-apa di tempat ini!"Dari balik pakaiannya Ruhtinti mengambil sebuah sendok emas lalu dengan cepat diberikannya pada Bintang. Bintang kembali ke deretan kursi putih tempatnya duduk, langsung menemui Jin Terjungkir Langit."Kek, Sendok Pemasung Nasib ada padaku!" kata Bintang begitu sampai di hadapan Jin Terjungkir Langit. Sosok Jin Terjungkir Langit mengapung setinggi satu tombak ke udara saking kagetnya t