Pada deretan kursi warna merah yakni berhadap- hadapan dengan deretan kursi hitam tampak duduk gadis cantik Ruhrembulan, Jin Sinting asli dan kembarannya Jin Sinting palsu. Lalu tak terduga di situ duduk pula Dewi Awan Putih didampingi Bunda Dewi dan Ratu Dewi.
Karena berada di kelompok kursi yang sama Dewi Awan Putih lebih bisa melihat Ruhrembulan dengan jelas. Diam-diam dia harus mengakui betapa halusnya kulit gadis itu dan betapa cantiknya wajahnya. Tidak heran kalau Ksatria Pengembara terpikat dan menikahinya.
Bunda Dewi dan Ratu Dewi yang memperhatikan Dewi Awan Putih sejak tadi memandang secara aneh pada Ruhrembulan, salah seorang dari mereka ajukan pertanyaan. "Gadis cantik yang kau pandangi itu. Kau kenal siapa dirinya?"
"Dia yang bernama Ruhrembulan. Istri pemuda asing Bintang!"
Ratu Dewi dan Bunda Dewi sama terkejut. "Dari mana kau tahu dia adalah istri Bintang?" tanya Ratu Dewi.
"Dari mana aku tahu tak usah kau tanyakan!" jawab Dewi
"Semua tamu, lawan dan kawan dikumpulkan di ruangan tertutup begini rupa. Kemana mata memandang hanya tembok tebal yang menghadang. Hai istriku, apakah kau tidak merasa curiga akan terjadi sesuatu di tempat ini?" berbisik Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu pada istrinya Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan. "Aku memang sedang menduga-duga," balas berbisik Jin Selaksa Angin. "Aku ingat akan ucapan guruku Jin Tanpa Bentuk Tanpa Ujud. Katanya akan terjadi satu Peristiwa besar di Negeri Jin ini. Selain itu aku harus mencari Tuhan atau Gusti Allah. Tapi yang jadi pokok pikiranku saat ini adalah Sendok Pemasung Nasib itu. Sebelumnya bukankah Ruhtinti diurus untuk mendapatkan benda itu melalui gadis bernama Ruhkinki di Istana Surga Dunia. Kita menunggunya sampai sore kemarin, dia tidak muncul. Kini aku tidak melihat dia di antara para tamu. Tapi aku curiga pada dua perempuan yang duduk berkerudung hitam di barisan kursi kuning di samping kiri kita. Salah satu dari mereka kur
Orang di atas mimbar angkat tangan kirinya. Suara berisik segera sirap. Semula banyak para tamu mengira orang yang mewakili Jin Muka Seribu ini akan marah besar. Ternyata setelah memandang ke arah sosok Pawungu dan melirik pada Ksatria Pengembara, orang ini berkata. "Ternyata kerabat Pawungu telah berada di antara kita. Hanya sayang yang datang cuma tubuh kasar. Rohnya mungkin singgah di tempat lain. Istana Surga Dunia dengan ini menyatakan duka cita. Dan kepada pemuda asing berpakaian putih di barisan kursi putih, atas nama Sang Junjungan Raja Diraja Jin Muka Seribu , Istana Surga Dunia mengucapkan terima kasih karena telah bersusah payah membawa jenazah Pawungu ke tempat ini." "Butt prettt!" Tiba-tiba terdengar suara kentut di barisan kursi putih. Bayu dan Betina Bercula cepat tekap mulutnya menahan tawa. Kembali Ruang Seribu Kehormatan menjadi berisik. Di atas mimbar orang berjubah kelihatan merah padam wajahnya. Setelah menunggu sesaat dia kembali membuka
DARI sebuah pintu di belakang mimbar pada dinding hitam, muncul dua orang berpakaian hitam menggotong sesosok tubuh lelaki yang hanya mengenakan sehelai celana pendek. Punggungnya hancur bersimbah darah. Di belakang dua penggotong melangkah dua orang berpakaian hitam membawa cambuk besar. Sosok yang digotong dilemparkan ke lantai. Orang ini tidak bergerak tidak bersuara.Di balik kerudung wajah Ruhkinki mendadak sontak berubah. Di sebelahnya Ruhtinti cepat memegang lengan gadis ini."Pakembangan... Itu Pakembangan.." bisik Ruhkinki. "Kuatkan hatimu Ruhkinki. Kita sudah menduga hal ini akan terjadi.""Tapi aku tak menduga akan sekejam ini. Aku harus menolong Pakembangan. Aku tak perduli sekalipun ikut mati bersamanya!""Jangan tolol!" sentak Ruhtinti sambil memegang lengan sahabatnya itu lebih erat.Di atas mimbar orang berjubah hitam berucap lantang. "Seorang manusia tolol bernama Pakembangan telah berlaku keji! Berbuat khianat pada Sang Junjungan
Kembali kegemparan melanda Ruang Seribu Kehormatan sementara Jin Penjunjung Roh, Jin Selaksa Angin dan Jin Lembah Paekatakhijau tertawa cekikikan. Jin Terjungkir Langit terkekeh-kekeh!Semua orang yang duduk di barisan kursi hitam kelihatan menggeram marah dan merah padam muka masing-masing. Namun mereka masih bisa mengendalikan diri. Tak ada yang bergerak. Mereka sudah bisa mengukur siapa adanya tiga nenek yang ada di tempat itu. Apalagi ada pesan dari Jin Muka Seribu agar tidak melakukan sesuatu terhadap apapun yang diperbuat para tamu. Akan tetapi lain halnya dengan orang di atas mimbar. Amarah yang meledak membuat dia lupa diri dan bertindak menurut kemauannya sendiri."Jin Penjunjung Roh dan Jin Selaksa Angin! Sebagai tamu kekurang ajaran kalian sudah lewat batas! Terpaksa aku mengusir roh kalian keluar dari tempat ini. Tubuh kasar kalian untuk sementara boleh tetap di sini!" Tangan kiri kanan orang di atas mimbar bergerak laksana kilat, dua larik sinar hitam mend
KETIKA Ruhkinki melompat menyambar tubuh Pakembangan, Ruhtinti tak bisa berbuat lain dan cepat membantu. Kesempatan ini dipergunakan pula oleh Ksatria Pengembara. Dia bergerak mendekati Ruhtinti dan berbisik menanyakan Sendok Pemasung Nasib."Jangan khawatir, ada padaku. Segera akan kuberikan padamu! Sebelumnya aku pergi ke danau. Tapi Kakek Jin Terjungkir Langit tak ada di sana! Rupanya dia sudah duluan ke sini bersama istrinya," kata Ruhtinti pula."Berikan sendok itu padaku sekarang juga! Kita tidak punya waktu lama! Aku punya firasat akan terjadi apa-apa di tempat ini!"Dari balik pakaiannya Ruhtinti mengambil sebuah sendok emas lalu dengan cepat diberikannya pada Bintang. Bintang kembali ke deretan kursi putih tempatnya duduk, langsung menemui Jin Terjungkir Langit."Kek, Sendok Pemasung Nasib ada padaku!" kata Bintang begitu sampai di hadapan Jin Terjungkir Langit. Sosok Jin Terjungkir Langit mengapung setinggi satu tombak ke udara saking kagetnya t
"Kalian memilih mati bersama memang tak ada salahnya!" Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjawab tantangan. Sambil menyeringai dia angkat tangannya memberi isyarat ke arah barisan kursi hitam. Dari tempat ini beberapa orang segera berkelebat, membuat kurungan di sebelah luar. Mereka adalah Jin Bara Neraka, Sepasang Jin Bercinta dan Pamanyala. Keempat orang ini sama-sama angkat tangan, siap untuk digebukkan pada orang-orang yang |mengurung Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan Jin Berpipa Emas."Hai! Tidak ada kematian senikmat mati bersama! Karena itu biar aku menyertai kalian para sahabat!" Satu suara bergema di tempat itu. Lalu satu bayangan berkelebat dan mengapung di udara.Ternyata orangnya adalah Jin Tangan Seribu. Saat itu sosoknya telah berubah menjadi mahluk berambut merah. Dari kulit kepalanya mengepul asap merah.Dua matanya menjorok keluar rongga. Hidungnya berubah panjang dan bengkok. Empat tangannya menggantung di udara siap menghantam ke arah para pengur
Saat itu menggema suara genta untuk Ketiga kalinya. Jin Penjunjung Roh dekati kerabatnya Jin Paekatakhijau."Tiga orang yang dicari Ruhmundinglaya ada di sini! Kita harus segera memberi tahukan nenek itu! Apa yang hendak dikatakannya. Aku punya firasat keadaan tambah gawat!""Aku akan memanggil Ruhcinta dan Patampi, kau harap segera memberi tahu Tringgiling Liang Batu dan Jin Patilandak untuk mengusung nenek itu ke sudut dinding putih dan merah” kata Jin Paekatakhijau pula. Semua orang bergerak cepat. Sebelum terompet pertama berbunyi semua sudah berkumpul di sudut yang ditentukan sementara semua orang yang ada di tempat itu memperhatikan orang yang ada di tempat itu memperhatikan dengan perasaan heran tapi tak ada yang berani mengusik termasuk kelompok tuan rumah di barisan kursi hitam."Ruhmundinglaya!" kata Jin Penjunjung Roh sambil letakkan tangan kanannya ke dada Ruhmundinglaya untuk mengalirkan tenaga dalamnya memberi kekuatan pada si nenek yang seka
Ruhmundinglaya angkat tangannya memberi isyarat memotong kata-kaia Ruhcinta sambil geleng-gelengkan kepala. Saat itu kumandang terompet yang kedua memenuhi Ruang Seribu Kehormatan. Si nenek di atas tandu masih saja geleng-gelengkan kepala."Nek, bicaralah! Waktu kita tak ada lagi!" desak Ruhcinta setengah meratap. Sementara Bintang telah berada pula di tempat itu bergabung dengan yang lain-lainnya."Perempuan itu memang ibumu Hai Ruhcinta. Dia ibu kandungmu, tetapi dia bukan Ruhpiranti. Bukan anak Ruhniknik nenekmu ini. Bukan adik Patampi...""Gila! Aku mau gila mendengar kata-katamu!" sentak Ruhniknik alias Jin Penjunjung Roh. "Kalau perempuan gantung diri di hutan itu bukan anakku, bukan Ruhpiranti lalu siapa dia?!""Maafkan aku Ruhniknik. Aku mohon padamu dan pada semua yang ada di sini," Ruhmundinglaya susut air matanya, lalu meneruskan ucapannya. "Waktu Ruhpiranti masih bayi dirinya kuculik, kutukar dengan bayi orang lain.""Jahanam! Mengapa k