"Masih ada detak jantungnya. Tidak terlalu keras. Para Dewa ... Aku mohon pertolonganmu. Beri kekuatan pada orang ini agar dia bisa bertahan. Paling tidak sampai aku dapat mengumpulkan tujuh daun obat yang diperlukan"
Jin Santet Laknat letakkan dua telapak tangannya di dada kiri Ksatria Pengembara. Lalu dia pejamkan mata.
Perlahan-lahan si nenek mulai alirkan hawa sakti ke dada Ksatria Pengembara. Cukup lama sampai tubuhnya keringatan karena dari dada pemuda itu seolah ada hawa lain yang keluar menolak masuknya hawa sakti si nenek. ltulah hawa jahat racun tendangan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab!
"Bintang ..." bisik Jin Santet Laknat
"Walau kelak aku tidak mendapatkan dirimu, aku merasa puas jika bisa menyelamatkan jiwamu. Kehadiranmu membuat aku mulai menyadari betapa hidup di dalam kesesatan itu hanya akan membakar diri sendiri..." Si nenek belai pipi Bintang lalu bangkit berdiri. Dia harus bertindak cepat.
Sebelum keluar dari dalam gubuk di
LANGlT malam laksana runtuh, tak dapat menahan curahan hujan yang sangat lebat. Gubuk tua itu seperti akan hancur luluh. Petir sabung menyabung. Guntur menggelegar menggetarkan puncak bukit. Dinding gubuk yang banyak berlubang membuat angin dingin menerobos masuk dengan mudah.Bintang terbaring tak bergerak di atas tempat tidur terbuat dari susunan-batang pohon kelapa. Hanya dua bola matanya memandang berputar. Tubuhnya terasa dingin diterpa angin yang masuk dari luar. Tampisan air hujan dari atap dan dinding membasahi dirinya.Untuk kesekian kalinya petir menyambar. Gelegar guntur membuat batang-batang pohon kelapa yang ditiduri Bintang bergetar keras. Tiba-tiba Bintang melihat cahaya terang di atas gubuk. Lalu terdengar suara lolongan anjing di kejauhan. Sesaat kemudian "braakk!"Atap gubuk jebol ambruk. Bersamaan dengan guyuran air hujan satu sosok putih melayang turun ke dalam gubuk! Dalam kejutnya Bintang berusaha bangkit Tapi sekujur tubuhnya laksana direk
Di dalam gubuk itu waktu terasa seperti merayap. Bintang seolah sudah menunggu berhari-hari. Matanya hampir terpicing ketika akhirnya Jin Santet Laknat muncul kembali. Di tangannya dia membawa daun talas yang dibentuk demikian rupa tempat menampung remasan tujuh macam daun yang meng hasilkan semacam cairan kental."Aku datang membawa obatmu! Kau berdoalah pada Tuhanmu. Aku memohon pada para Dewa untuk kesembuhanmu. Sekarang buka mulutmu lebar- lebar!""Jin Santet Laknat, apa yang ada di dalam daun itu?""Obatmu! Jangan banyak bertanya lagi! Jangan membuang waktu. Jangan membuat aku kesal!" Karena Bintang tidak mau membuka mulutnya, nenek berwajah seperti burung gagak hitam itu jadi tak sabaran lalu pencet pipi si pemuda. Begitu mulut Bintang terbuka Jin Santet Laknat segera tuangkan cairan kental di dalam daun keladi. Bintang masih berusaha bertahan dengan tidak mau menelan cairan obat itu karena ada kekhawatiran dalam dirinya si nenek bukan memberinya obat teta
“Dewi Awan Putih Bagaimana dia bisa berada di sini. Apa yang membuat hatinya sedih hingga menangis terisak-isak?" Bintang menyelinap ke balik serumpunan semak belukar hingga berada lebih dekat dengan pohon besar. Dari tempat itu dia bisa melihat lebih jelas dan jadi terkejut ketika mendapatkan perempuan berpakaian putih panjang itu ternyata bukanlah Dewi Awan Putih. Bintang menduga- duga siapa adanya perempuan ini."Tak pernah kulihat gadis bertubuh langsing ini sebelumnya. Wajahnya sungguh luar biasa. Bulat berseri seperti bulan empat belas hari. Paras yang tidak kalah cantik dengan para gadis yang pernah kulihat di Negeri Jin ini. Rambutnya sungguh hitam dan panjang sampai sepinggang. Kulitnya tak kalah putih dengan Dewi Awan Putih. Mungkinkah dia seorang Dewi yang selama ini tidak pernah memunculkan diri? Tapi Kalau Dewi biasanya tubuh serta pakaiannya mengeluarkan bau harum semerbak."Selagi Bintang berpikir-pikir apakah dia segera saja keluar dari balik sema
"Orang itu, bukankah yang menurutmu selalu mengikutimu ..." Ruhcinta mengangguk. "Sampai saat ini dia masih saja mengikutiku. Aku akan ceritakan mengenai dirinya nanti. Biar kulanjutkan dulu cerita tadi. Dalam perkelahian hidup mati itu Jin Terjungkir Langit sempat mengatakan pada Jin Bara Neraka bahwa Maithatarun adalah saudara kandungnya. Kemudian tersingkap singkap pula rahasia bahwa Jin Terjungkir Langit itu sebenarnya adalah ayah kandung Jin Bara Neraka. Tapi Jin Bara Neraka tidak mempercayai. Malah marah besar. Dia kemudian meninggalkan tempat itu. Makhluk muka tengkorak menyusul pergi. Kemudian kami ketahui pula bahwa Dewi Awan Putih tak ada lagi di tempat itu. Maithatarun lenyap. Besar dugaan Dewi Awan Putih yang membawanya. Aku kemudian membawa Ruhsantini. Si Jin Budiman menolong Jin Terjungkir Langit yang cidera patah lengan kanannya. Kami kemudian berpisah ""Ruhsantini, apakah dia sudah bisa dikeluarkan dari dalam jala?" tanya Bintang.Ruhcinta mengge
APA yang ada dalam pikiran nenek ini. Jangan-jangan hati jahatnya muncul kembali. Dia berdiri menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya..." membatin Ksatria Pengembara. Dalam khawatirnya dia segera siapkan tenaga dalam ke tangan kanan. Dia merasa lega ternyata kesembuhannya memang menyeluruh, termasuk kemampuan mengerahkan hawa sakti yang dimilikinya."Kau mencari benda ini?" tiba-tiba Jin Santet Laknat ajukan pertanyaan. Lalu nenek ini gerakkan tangan kanannya yang sejak tadi dikebelakangkan. Ternyata di tangan itu dia memegang Pedang Pilar Bumi. Sinar matahari pagi membuat senjata sakti itu memancarkan sinar menyilaukan."Nek, berkat pertolonganmu aku sudah sembuh!" Bintang mengalihkan pembicaraan walau saat itu dia ingin sekali mengambil Pedang saktinya dari tangan si nenek."Aku berterima kasih padamu Nek," kata Bintang lagi sambil memegang bahu si nenek kiri kanan. Jin Santet Laknat pandangi wajah Bintang lalu memperhatikan dua tangan yang mendekap bahuny
"Maithatarun pernah menceritakan hal itu padaku. Tapi itu terjadi sebelum aku dan kawan-kawan berada di negeri ini. Aku tidak akan mengungkit-ungkit hal itu, Lagi pula Zalanbur, orang yang menjadi biang racun kesengsaraan Maithatarun sudah menemui ajal di tangan Maithatarun sendiri. Tapi aku akan berterima kasih besar jika kau mau menolong mereka semua."Lama Jin Santet Laknat terdiam. Setelah menarik nafas panjang nenek ini berkata. "Aku berjanji akan menolong Ruhsantini dan Maithatarun keluar dari jaring api biru. Tapi untuk melenyapkan dua bola batu di kaki Maithatarun memakan waktu lama. Bisa sampai tiga atau empat tahun ""Kalau begitu kerjakan apa yang segera bisa kau lakukan." Jin Santet Laknat mengangguk "Aku berjanji menolong mereka. Sekarang aku harus pergi. Sebelum pergi aku ada satu pertanyaan dan satu permintaan. Kuharap kau mau menjawab satu pertanyaan itu dan memenuhi satu permintaan itu!""Kalau pertanyaanmu tidak sulit pasti akan kujawab. Kalau
“Malam tadi, menjelang dinihari, aku terbangun dan dapatkan diriku telah sembuh. Kau tak ada dalam gubuk. Diliputi perasaan gembira aku keluar. Di bawah satu pohon besar tak jauh dari sini aku melihat seorang gadis berambut panjang sepinggang, berpakaian putih tengah duduk menangis. Kemudian muncul seekor ular hitam besar. Gadis itu memangku ular tersebut, bicara dengan binatang itu. Ular kemudian pergi. Tak lama berselang gadis itu pergi pula. Aku berusaha mengejarnya tapi dia lenyap cepat sekali ""Kau tidak bermimpi seperti malam tempo hari?" tanya Jin Santet Laknat."Aku yakin aku tidak bermimpi. Karena tak berhasil menemukan gadis itu aku kembali ke gubuk ini menjelang pagi. Nek, kau pasti kenal betul kawasan ini. Apakah kau tahu atau bisa menduga siapa adanya gadis yang kulihat itu? Mungkin dia memang tinggal di sekitar kawasan ini?""Sulit aku menduga," jawab Jin Santet Laknat. "Dia muncul malam menjelang dinihari. Berpakaian putih dan menangis. Ber
MALAM itu adalah satu hari setelah pertemuan Ruhcinta dengan Bintang. Di dalam gua di kaki bukit Ruhcinta dan Ruhsantini tertidur pulas. Di langit bulan sabit bersinar redup dan sesekaii menghilang di balik saputan awan hitam. Ketika awan hitam menutupi bulan sabit itu untuk kesekian kalinya dan suasana kaki bukit kembali menjadi gelap gulita serta diselimuti kesunyian dan udara dingin mencekam.Saat itulah tiba-tiba dari arah timur kaki bukit. berkelebat satu bayangan hitam. Gerakannya cepat seperti bayang-bayang. Di satu tempat sosok ini hentikan gerakannya. Dia berdiri tak bergerak. lalu memandang berkekeliling seperdi mencari sesuatu. Matanya yang tajam akhirnya menemui apa yang dicarinya yakni mulut gua di dalam mana Ruhsantini dan Ruhcinta tengah tertidur nyenyak. Segera saja orang ini hendak melangkah cepat menuju mulut gua. Tapi mendadak telinganya mendengar sambaran angin di kejauhan."ltu bukan desir daun pepohonan, bukan suara kepak binatang malam. Ada seseo