Hari demi hari, minggu demi minggu, Akara tak henti-hentinya menempa. Puluhan senjata ia hasilkan dan terus disebarkan oleh Aliansi Angin Malam. Kegiatan yang saling menguntungkan, selain menjalankan rencana Akara, juga menaikkan pendapatan Aliansi. Mereka bahkan sudah menyewa tempat di kota yang berada di dalam perut pegunungan Vodor. Gunung terpanjang yang membentang di tiga Benua. Iya, tiga benua.
Kota Gnome menjadi ujung pegunungan di benua utama, namun pegunungan itu masih menyambung di dalam samudera. Ia terus menyambung hingga muncul lagi di kerajaan Glint, benua Smabor. Pegunungan yang menjadi batas antara wilayah kekaisaran Amerta dan Naga sejati. Pegunungan itu menyelam kembali di samudera dan muncul di benua lain, lebih tepatnya kutub, wilayah Kekaisaran Gletser Abadi. Membelah kutub, bahkan istana Kaisar Gletser Abadi berada di atas pegunungan Vodor ini...Kembali ke alur, konferensi penempa dimulai dalam beberapa hari lagi. Kini Akara dikawal oleSeorang pemuda dengan tubuh yang bisa dibilang terbentuk dengan sangat baik. Otot perutnya begitu nampak dan hampir tanpa lemak. Rambutnya yang berdiri runcing berwarna merah terang, memakai celana putih panjang dengan baju yang sudah melingkar di pinggangnya layaknya sabuk. Jarl Kalala, pemuda dari dunia magna, atau yang sering disebut dunia merah. Dibandingkan dengan kota Gnome, ilmu penempa di dunia itu beberapa langkah di depannya.Pemuda itu terkekeh puas memandangi pedang yang berhasil ia tempa. Setelah itu mendongakkan kepalanya, melihat kerumunan orang yang sedang memperhatikannya. Dengan bangga, ia melambaikan tangan dan tersenyum, melelehkan hati gadis-gadis yang melihatnya. Setelah itu ia membuka sayap perinya dan melesat menuju istana kota Gnome di ujung kota."Banyak juga sainganmu." Lemon berjalan kembali mendekati Akara setelah melihat pemuda tadi. Dengan acuh tak acuh, Akara melanjutkan berkeliling. Baru beberapa langkah mereka berjalan, ada seseora
Pandangannya lalu tertuju pada penjaga toko yang masih berdiri. Ia merupakan seorang pria paruh baya, bertubuh kurus tinggi dengan penampilan rapi. Walau begitu, bajunya yang seperti jubah memperlihatkan sebelah tubuh dari pundak hingga dadanya yang kurus hingga tulang rusuknya terlihat jelas. Trueno namanya, raut wajahnya nampak begitu kesal melihat kedatangan mereka."Ada apa!?" ucapnya dengan ketus."Kristal Nadi Gletser," jawab Akara singkat."Pergilah! Tidak ada batu itu!" serunya sambil melambaikan tangan, lalu berbalik badan dan berjalan ke belakang. Namun tiba-tiba ada suara langkah kaki sesombong yang berlari mendekat. Ia adalah gadis sebelumnya yang langsung mendekati pria tua bernama Trueno itu."Pak tua, jual kristal Nadi Gletser padaku," ucap gadis itu dengan nada memelas."Tidak akan aku jual padamu!" jawabnya ketus, lalu Akara berjalan mendekatinya dan berkata dengan santai."Katanya tidak ada?""Kau!?" Ga
Perkataan gadis itu membuat Trueno terkekeh."Kalau memang bisa memenuhi penawaran yang kau sebutkan, pergilah dan tanya pada Yog Aren. Dia tidak mungkin akan menolak penawaran itu," ucap Trueno sambil melangkahkan kakinya ke arah dalam toko."Daripada diberikan kepadanya!" seru gadis itu seraya menunjuk Akara. "Dia belum tentu bisa menempanya juga! Lebih baik diberikan kepadaku, ada seseorang yang bisa menempanya untukku!" lanjutnya.Akara langsung mendekatinya, terus mendekat hingga membuat gadis itu berjalan mundur."Mau apa kau!?" serunya, namun Akara langsung memojokkannya di dinding. Dengan tangannya yang ada di samping kepala gadis itu. "Jangan merasa hebat, masih ada orang lain yang bisa melakukannya, bahkan mungkin lebih hebat!" ucap Akara, disusul energi dingin yang muncul dari telapak tangannya. Membekukan dinding yang merambat mengarah ke kepala gadis itu."Temanku seorang Penempa tingkat lima, dia yang akan menjadi
"Mmmmmm!" Gadis itu berteriak, namun tertahan oleh mulut Akara. Ia benar-benar melumatnya dengan buas, sambil menahan kedua tangan gadis itu di atas kepalanya menggunakan satu tangan. Tangan lainnya ia gunakan untuk memegangi dagu kecilnya, lalu satu kaki di antara kakinya. Posisi kakinya selain untuk mengunci dan menghindari tendangan, juga melemahkannya dengan menekan selangkangannya.Sambil terus berusaha memberontak, mata tajamnya perlahan-lahan mulai sayu. Pergerakan tubuhnya juga melemas, diikuti oleh menetesnya air mata di pipinya. Melihat mangsanya tak berdaya, Akara lalu melepaskan ciumannya. Gadis itu langsung terduduk lemas di lantai, dengan pandangannya yang rendah, menatap kepergian pemuda yang mencuri ciuman pertamanya.Baru beberapa langkah berjalan, ada kilatan petir tipis, namun bercabang memenuhi langit-langit kota. Listrik berwarna ungu cerah, disusul suara ledakan yang gemlegar. "Apa yang terjadi?" tanya Alan pada pemuda di depannya.
Auman dan rintihan kesakitan begitu memekikkan telinga, bahkan tidak sedikit yang teriris hatinya. Akan tetapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada satupun yang berinisiatif menolong, walau raut wajah mereka nampak begitu mengasihani. Ia terus di cambuk, bahkan sampai merobek membran sayapnya.Akara yang melihatnya langsung terbelalak, matanya melotot sangat kesal dan tanpa sadar energi dingin keluar dari tubuhnya. Mengetahui hal berbahaya itu, Alan dan Lemon langsung meraih tangannya dari kedua sisi."Bahaya! Jangan dilakukan!" bisik Alan dengan sedikit geram.Akara tidak menjawabnya, namun tubuhnya terus berontak hingga condong ke depan."Bersabarlah!" Kini giliran Lemon yang berbisik di telinganya. "Ingat tujuanmu! Kekuatanmu masih lemah! Apa kau lupa tentang gadismu!? Siapa yang akan menjemputnya!? Siapa juga yang akan membalaskan dendam ular raksasa itu!?" Akara lalu melemaskan tubuhnya, namun pandangannya tetap tertuju pad
Seleksi kompetisi menempa sudah dimulai, tidak hanya peserta dari dunia ini saja, namun dari berbagai dunia fana yang mengikutinya. Ada dua orang yang paling mencolok, aura alkemisnya yang membuat semua orang menatapnya dengan kagum. Aura yang bukan lagi pecahan pola unik, namun sudah menyatu membentuk lingkaran. "Dengan usia semuda itu mereka sudah bisa memadatkan aura alkemis tingkat lima!?""Itu tetaplah luar biasa walau mereka seorang abadi di ranah Asmaradana. Para master aura lainnya di ranah Gambuh saja belum tentu bisa memadatkan aura alkemis tingkat lima," sahut seseorang.Selain memiliki aura alkemis tingkat lima, mereka sama-sama menggunakan elemen Magma untuk menempa. Slamet Kopling, seorang pemuda bertubuh kekar yang merupakan murid langsung dari Yog Aren, raja kota Gnome. Di sisi lain ada Jarl Kalala, seorang pemuda berambut merah dengan tubuh atletisnya. Ia adalah peserta dari dunia Magna. Gerakan yang dilakukan keduanya saat ini menempa hampir sama. Tangan kiri merek
"Tidak mungkin, anak itu!?" tetua satu terbelalak melihat cahaya ungu cerah yang muncul. "Ranahnya masih di tingkat Sinom, tidak mungkin itu aura alkemisnya asli," sahut tetua dua. Perkataan yang sama dilontarkan oleh Jarl Kalala kepada Slamet Kopling."Semoga saja," jawab Slamet Kopling yang masih ragu-ragu. Mereka melanjutkan menempa, namun murid dari Yog Aren itu masih tidak tenang. Pandangannya sempat kosong saat menempa senjata, hingga akhirnya tersadarkan oleh gelombang energi yang muncul dari arah Jarl Kalala. Pemuda itu telah berhasil menempa sebuah kampak dua sisi."Jarl Kalala berhasil menempa paling cepat! Senjata kampak level empat tingkat Kaisar!" seru tetua ketiga yang menjadi komentator.Beberapa peserta yang merasakan gelombang energi darinya jadi terdiam. Mereka sedang kesulitan, malah ternyata ada yang bisa berhasil dengan mudah. Fokus mereka sudah hilang saat mentalnya goyah, hingga akhirnya Slamet Kopling menyusul."Posisi kedua dimiliki oleh Slamet Kopling, sebua
Hari yang dinantikan oleh para penempa telah dimulai. Master penempa dari berbagai dunia dan puluhan ribuan antusiasnya telah memenuhi tribun yang mengelilingi Altar penempa, tempat di mana Raja kota Gnome biasa melakukan latihan dan menempa. Altar dengan luberan magma di tengah-tengah layaknya mata air, kini sekitar tujuh peserta tersisa yang akan melakukan kompetisi. Mereka sudah berjejer mengelilingi Altar, dengan tungku pembakaran di depannya. Sedangkan para penonton ada di tribun yang mengelilingi Altar, dengan posisi yang lebih tinggi dan kawah magma yang menjadi batasnya. Seperempat tribun, memiliki posisi yang lebih tinggi, juga sekat pemisah dari tribun penonton biasa. Ada beberapa kursi besar layaknya singgasana yang berjejer, namun memiliki jarak satu meteran. Di kursi yang berada di tengah, ada seorang pria bertubuh besar dan kekar bernama Yog Aren. Raja kota Gnome duduk dengan santai dan di sampingnya ada gadis sebelumnya. Gadis yang Akara ambil ciuman pertama