Kyra refleks ingin mengganti posisi lain. Sebuah tangan yang besar tiba-tiba mencengkeram erat tangannya di bagian tersebut."Kenapa kamu panik?" Sambil berkata demikian, Deven mendorongnya hingga ke dinding bak mandi.Kyra mengatupkan bibirnya. "Aku nggak panik. Deven, keluarlah, kita sudah selesai." Selanjutnya, pinggangnya yang ramping tiba-tiba dicengkeram erat oleh sebuah tangan yang besar. Kyra terkejut dan ingin berteriak, tapi mulutnya telah dibungkam Deven.Deven memejamkan matanya sambil melumat bibir Kyra dengan dominan. Dia menaklukkan setiap sudut bibirnya dengan kasar. Kyra menggertakkan giginya dengan kuat dan enggan membuka mulutnya. 'Apa lagi yang ingin dilakukan bajingan ini ...,' batinnya.Namun, Deven perlahan-lahan mengubah intensitasnya, menjadi lembut dan panjang. Dia mencium cuping telinga Kyra, menggigitnya dengan lembut, lalu berkata dengan penuh hasrat, "Kyra, patuhlah."Meskipun sudah setahun mereka tidak pernah berhubungan seintim ini, Deven paling memahami
"Sebentar lagi selesai." Terdengar suara Kyra yang diikuti dengan isak tangis.'Ternyata dia sedang menangis. Setelah dipermalukan seperti itu, wajar saja kalau dia menangis. Semua ini memang pantas diterimanya. Dibandingkan dengan nyawa orang tuaku, Kyra hanya dipermalukan dengan ucapan, semua ini masih nggak berarti apa-apa,' batin Deven dengan ekspresi datar.Dua menit kemudian, Kyra keluar dengan mengenakan jubah mandi. Setelah mengambil mesin pengering rambut, dia mulai mengeringkan rambut Deven. Sejak mereka berpacaran sampai sekarang, Kyra selalu berebutan ingin mengeringkan rambut Deven setiap kali dia keramas. Setelah berpisah selama setahun, ini adalah pertama kalinya Kyra membantu Deven mengeringkan rambutnya. Selain itu, ini adalah permintaan Deven yang bersifat pemaksaan.Kyra tampak enggan melakukannya. Dia mencibir sambil buru-buru mengeringkan rambut Deven, lalu menyimpan kembali mesinnya. Sikapnya ini seakan-akan tidak rela menghabiskan waktu sedetik pun dengan Deven.
Dulu, Kyra bisa duduk di pangkuan Deven kapan saja. Namun sekarang, dia harus melihat ekspresi Deven jika ingin melakukannya. Deven tidak menolaknya, dia hanya menatap Kyra dengan ekspresi yang dingin.Bahkan setelah diabaikan, disakiti, keluarganya juga sudah dihancurkan, Kyra tetap saja menyukai pria ini. Dia tetap tidak bisa merelakan Deven. Namun apa daya, mereka telah sampai di titik ini. Apa lagi yang bisa diperbuat?Perasaan haru, ketidakrelaan, keterpurukan, dan ketidakpuasan, perlahan-lahan membanjiri hati Kyra. Kyra mendekati Deven perlahan-lahan, ekspresi pria itu tetap tampak datar. Wajahnya sangat tampan, tetapi dingin bagaikan sebuah patung.Hidung Kyra semakin terasa pedih. Dia telah mencintai pria ini selama bertahun-tahun, tapi kini harus berpisah begitu saja. Saat dia hampir menyentuh bibir tipis Deven yang terkatup rapat, sudut mata Kyra memerah dan berderai air mata yang membasahi punggung tangan Deven.Kyra menutup mulut dengan tangannya, suara isak tangis yang ber
"Kamu ngancam aku?" Deven tersenyum, lalu kembali duduk di sofa. Kyra juga tertawa, "Nggak bisa dibilang ngancam, hanya membantu Pak Deven memperhitungkan pro dan kontra.""Kenapa tiba-tiba ingin bercerai?" Deven kembali membuka surat cerai itu dan melihatnya sekilas. Kyra tidak menjawabnya."Aku mau dengar sejujurnya." Deven tidak melihatnya, melainkan membuka surat perceraian itu sambil bicara.Kyra menatapnya dan menjawab dengan sinis, "Aku juga nggak berencana mau bohong. Sejujurnya aku nggak suka lagi padamu, sudah cukup muak melihat sikapmu, dan nggak menginginkanmu lagi. Bagi Irish, kamu mungkin harta berharga. Bagiku, kamu hanya rumput liar yang nggak berguna. Sejak pertama kali melihatmu, kamu memang hanya seorang yatim piatu. Kalaupun sudah jadi presdir Grup Scott sekarang dan mengendalikan seluruh perusahaan, kamu tetap nggak berharga bagiku."Deven menggenggam pena dengan erat, lalu mendongak menatap wanita itu dengan intens. Tatapannya seolah-olah ingin membunuh Kyra. "Jad
Dengan langkah mantap, Deven beranjak keluar dari vila Keluarga Scott. Deven yang mengenakan jas berwarna gelap, langsung menelepon Ivan. Dia memberi instruksi pada Ivan dengan nada dingin. Di ujung telepon, Ivan merasa agak ragu-ragu, "Pak Deven, kalau Nyonya tahu kamu melakukan hal ini, dia pasti akan salah paham lagi. Kamu bisa langsung bicara langsung padanya kalau ada hal yang ingin dikatakan, tidak perlu sampai berbuat begini.""Kalau nggak mau laksanakan perintahku, kamu mengundurkan diri saja." Deven melihat ponselnya sambil menyeringai sinis. Di dunia ini, nafkah adalah hal yang paling penting."Akan segera kulaksanakan," jawab Ivan akhirnya. Hanya saja, dia tidak berani membayangkan reaksi Kyra setelah mengetahui hal ini.Kyra tidak bisa tidur semalaman. Dia membolak-balik surat perceraian itu dan membacanya berulang kali, termasuk melihat tanda tangan Deven. Goresan penanya sangat tegas dan kaku. Sebentar lagi semua ini akan berakhir. Baik itu hal yang baik ataupun buruk, ki
Ivan menjawab, "Mungkin pesan Nyonya nggak terbaca.""Ivan, bisa minta tolong untuk desak dia ke kantor catatan sipil? Aku sudah setengah hari di sini," ujar Kyra.Ivan terkejut dan berkata, "Kantor catatan sipil? Untuk apa Nyonya ke sana?""Dia tahu tujuanku ke sini, tolong kamu ingatkan saja," jawab Kyra singkat."Tunggu sebentar, Nyonya. Coba kutanyakan ke ruang rapat.""Maaf merepotkan, Ivan," balas Kyra."Nggak masalah, Nyonya." Setelah itu, Ivan menutup teleponnya.Kyra menghela napas berat. Padahal sudah janji mau ketemuan di kantor catatan sipil pukul 10, kenapa Deven masih rapat? Mau mempermainkannya?Di luar pintu ruang rapat Grup Scott.Ivan memegang ponselnya sambil berjalan ke depan pintu ruang rapat. Rapat hari ini adalah rapat tertutup, sehingga Ivan tidak diizinkan untuk ikut serta. Deven memang tidak suka orang mengganggunya bekerja. Jika Ivan masuk begitu saja, Deven pasti akan memarahinya.Namun saat memikirkan Kyra mungkin masih menunggu di depan kantor catatan sipi
Jelas sekali, Kyra pasti menelepon untuk menanyakan perkembangannya. Kedua orang ini yang bertengkar, tapi malah melibatkan orang kecil sepertinya. Ivan merasa sangat kesulitan berada di tengah-tengah semua ini.Ivan menduga bahwa Deven tidak akan hadir hari ini, tapi dia tidak tega membuat Kyra tersakiti. Pada akhirnya, Ivan terpaksa mengubah ponselnya menjadi mode senyap dan menyimpannya dalam saku. Layar ponselnya menyala sekitar satu menit sebelum akhirnya padam.Melihat tidak ada yang menjawab teleponnya, Kyra mengerutkan kening dengan aneh. Apakah ada sesuatu yang terjadi? Biasanya Ivan tidak pernah mengabaikan teleponnya. Kyra menunggu hingga pukul 12 siang. Semua petugas kantor catatan sipil telah beristirahat.Saat melihat Kyra yang masih berdiri di sana, salah seorang petugas bertanya, "Bu, kamu datang untuk mengurus surat nikah?""Nggak, aku mau urus perceraian," jawab Kyra sambil tersenyum getir.Petugas itu menanggapi dengan singkat, lalu berkata, "Kamu harus suruh suamimu
"Nyonya nggak bicara." Setelah berkata demikian, Ivan bertanya pada Kyra melalui telepon, "Nyonya, Anda bisa dengar suaraku? Pak Deven sudah di depan kantor catatan sipil sekarang.""Aku sudah lihat kalian, aku juga di depan pintu kantor." Deven dan Ivan berdiri dalam jarak yang dekat. Suara Kyra yang tenang juga terdengar oleh Deven. Kantor catatan sipil berada di seberang jalan. Kyra berdiri di tangga depan kantor catatan sipil.Daun-daun dan tangga diselimuti oleh hamparan salju putih. Hanya Kyra yang terlihat mencolok dengan jaket merahnya. Deven menyeberangi jalan, lalu melangkah dengan kaki jenjangnya ke arah Kyra. Tatapannya yang tajam terkunci pada wajah Kyra.Riasan Kyra sangat rapi, rambutnya diikat menjadi sanggul. Sudah lama sekali dia tidak melihat Kyra berdandan seperti ini. Sebab, dulu dia pernah mengatakan bahwa dia tidak suka jika Kyra berdandan terlalu mencolok. Selama masa pacaran dan pernikahan, Kyra selalu patuh pada perintahnya.Jaket bulu merah yang dikenakannya
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K