"Nyonya nggak bicara." Setelah berkata demikian, Ivan bertanya pada Kyra melalui telepon, "Nyonya, Anda bisa dengar suaraku? Pak Deven sudah di depan kantor catatan sipil sekarang.""Aku sudah lihat kalian, aku juga di depan pintu kantor." Deven dan Ivan berdiri dalam jarak yang dekat. Suara Kyra yang tenang juga terdengar oleh Deven. Kantor catatan sipil berada di seberang jalan. Kyra berdiri di tangga depan kantor catatan sipil.Daun-daun dan tangga diselimuti oleh hamparan salju putih. Hanya Kyra yang terlihat mencolok dengan jaket merahnya. Deven menyeberangi jalan, lalu melangkah dengan kaki jenjangnya ke arah Kyra. Tatapannya yang tajam terkunci pada wajah Kyra.Riasan Kyra sangat rapi, rambutnya diikat menjadi sanggul. Sudah lama sekali dia tidak melihat Kyra berdandan seperti ini. Sebab, dulu dia pernah mengatakan bahwa dia tidak suka jika Kyra berdandan terlalu mencolok. Selama masa pacaran dan pernikahan, Kyra selalu patuh pada perintahnya.Jaket bulu merah yang dikenakannya
Kyra tentu saja tahu bahwa wanita ini benar-benar tulus menasihatinya untuk rujuk. Namun jika mereka benar-benar masih bisa baikan, mana mungkin akan bisa sampai tahap seperti ini?Deven mendesak, "Cepat, aku hanya punya lima menit."Wanita paruh baya itu mencari sumber suaranya, lalu melihat ke arah Deven. Tatapan Deven yang dingin dan aura yang elegan memberikan kesan seperti seorang petinggi. Melihat Deven, wanita paruh baya itu seolah-olah melihat atasannya sendiri. Tanpa disadari, dia juga ikut bergidik.Pemuda ini jelas tidak mudah didekati, pantas saja istrinya bersikeras mau bercerai. Setelah memeriksa dokumen dari kedua belah pihak dan memastikan tidak ada kesalahan, petugas itu memasukkannya dalam arsip. Dia merobek dua lembar resi dan memberikan satu lembar kepada Deven.Deven tidak mengambilnya, jadi Ivan yang mewakili Deven untuk mengambilnya. Lembar resi lainnya diserahkan kepada Kyra. "Ada masa dingin selama satu bulan untuk perceraian ini. Setelah satu bulan, kalau kali
Apakah Irish ditangkap? Kenapa secepat ini sudah dibebaskan?Kyra mendengar Deven menjawabnya dengan lembut, "Kamu tunggu dulu sebentar, aku akan ke sana sekarang."Deven menutup telepon dan bersiap untuk pergi, tetapi Kyra memanggilnya lagi, "Kamu punya cara, bukan?"Langkah Deven tiba-tiba berhenti. Dia berbalik memperhatikan Kyra beberapa detik, lalu tersenyum sinis, "Nggak sabar menunggu satu bulan?""Aku khawatir kamu akan berubah pikiran nanti," Kyra berkata sembari mencari-cari alasan. Sebenarnya, dia khawatir dirinya yang akan menyesal.Deven semakin mengejek, "Memang seharusnya kamu suruh polisi itu membelikanmu cermin untuk berkaca.""Bukankah lebih baik kalau kamu menikahinya lebih awal? Deven, bukankah lebih baik kita mengakhiri semuanya dan menjalani hidup masing-masing?" Kyra menggigit bibirnya dan mencoba untuk tersenyum. Sampai saat ini, Deven masih terus mengingatkan bahwa Kyra tidak pantas untuknya.Entah mengapa, kegusaran meluap dalam hati Deven. Kyra bahkan tidak b
"Bukan, masalah suamimu dan Irish," jawab Justin."Memangnya mereka ada masalah apa?" tanya Kyra sambil tersenyum sinis. Dia tidak tertarik dengan masalah asmara mereka. Tanpa disadari, kedua orang itu tiba di depan restoran. Saat Justin membukakan pintu kaca restoran, hawa panas dan wangi masakan langsung menyambut mereka. Suasananya sangat berbeda dengan hawa dingin yang berembus di luar."Kita masuk dulu baru bicara." Justin mengulurkan tangannya untuk mempersilakan. Kyra juga tidak sungkan-sungkan. Dia memegang erat tasnya berjalan masuk ke restoran hotpot. Bos restoran itu adalah seorang pria paruh baya yang gemuk. Saat melihat Justin, dia langsung melambaikan tangan untuk menyapanya. Jelas sekali, mereka sudah lama kenal dan Justin adalah langganan di sini."Pak Justin, aku sudah siapkan ruang privat untuk kalian.""Terima kasih," jawab Justin sambil tersenyum.Bos itu menatap Kyra, lalu mengalihkan pandangan ke Justin dan menggodanya, "Ini pacar Pak Justin?"Kyra mengerutkan ali
Irish menggertakkan giginya dan berbicara sambil meneteskan air mata. Justin memicingkan matanya, lalu tertawa sinis pada Irish, "Nona Irish, kamu sudah berjanji padaku untuk bersikap baik setelah keluar dari kantor polisi. Kenapa? Baru saja keluar, sekarang mau dikurung beberapa hari lagi?""Aku ...." Irish langsung terdiam. Saat mengingat semua cemoohan dan perlakuan yang diterimanya di kantor polisi, tangannya langsung menjadi pucat.Deven juga ikut marah. Seolah-olah tidak ada hubungannya dengan dirinya, Deven hanya bersandar di kursi dan mematikan rokoknya sambil tersenyum kepada Justin, "Pak Justin, sepertinya kamu sangat melindunginya ya?""Pak Deven, kalau kamu ditindas orang lain juga aku akan melindungimu. Ini adalah kewajiban seorang polisi terhadap rakyat," jawab Justin dengan wajah yang serius."Pak Justin, ayo kita pergi. Nggak usah banyak basa-basi dengannya." Kyra berbalik dan berjalan keluar dari restoran. Justin melemparkan pandangan tajam kepada Irish dan Deven, lalu
"Pak Deven, Pak Justin adalah orang yang jujur, tidak mungkin dia akan merebut pasangan orang lain. Mungkin ada kesalahpahaman di sini?" Ivan yang sedang menyetir, tiba-tiba menggenggam erat setirnya. Jika Kyra mengetahui Deven melakukan hal ini di belakangnya, dia pasti akan marah besar.Deven tiba-tiba tertawa. Sambil melihat pantulan dirinya di kaca spion, dia berkata, "Sekarang kamu nggak mau menurutiku lagi?""Aku tahu apa yang harus dilakukan," jawab Ivan dengan bibir terkatup sembari memperhatikan kondisi jalan di depan.Lampu jalanan berwarna oranye menerangi salju yang beterbangan di udara dan memberikan kesan suasana yang muram. Justin benar-benar sial karena terlibat dengan istri Deven. Sekarang, jabatan wakil kepala polisi yang hampir didapatkannya akan hilang begitu saja.Di restoran Jepang.Kyra melihat Justin di sampingnya dengan bingung dan bertanya, "Pak Justin tadi bilang ada hal penting yang mau disampaikan. Apa itu?""Nggak terjadi apa pun pada Irish dan suamimu mal
"Apa yang dilakukan Deven? Apa dia baru bisa puas setelah mendesak mertuanya sampai mati?" Mendengar bahwa semua ini adalah ulah Deven, Mia merasa sangat jengkel.Sudut mata Kyra berkedut. Dia tidak menyangka Deven akan selicik ini. Baru saja mendaftarkan perceraian, Deven telah mencabut semua dana untuk pengobatan ayahnya.Direktur rumah sakit menghela napas berat, lalu berkata pada Kyra, "Nona Kyra, kusarankan sebaiknya kalian cepat cari rumah sakit lain untuk pindah. Rumah sakit negara biayanya lebih murah. Meski pengobatannya nggak bisa dibandingkan dengan di sini, setidaknya lebih baik daripada nggak dirawat sama sekali.""Berapa lama waktu yang diberinya untuk pindah?" tanya Kyra."Dua hari. Begitu tenggat waktunya tiba, baik kalian berhasil menemukan rumah sakit lain atau nggak, kami akan tetap mencabut semua alat. Nona Kyra, berusahalah yang keras, waktu yang diberikan untuk Pak Nelson nggak banyak."Setelah direktur itu pergi, Mia langsung menelepon Deven dengan kesal. Nada sa
Kyra menyeka air matanya. Setelah mencari semalaman di internet, dia menemukan bahwa ada 200 rumah sakit swasta dan 100 rumah sakit negeri di kota ini. Dia tidak percaya tidak ada satu pun rumah sakit yang mau menampung mereka di antaranya.Biaya pengobatan untuk rumah sakit sekarang ini memang agak besar. Cepat atau lambat, mereka tetap harus pindah. Keesokan harinya saat Kyra menelepon rumah sakit lain untuk menanyakan perihal pemindahan pasien, dia menyadari bahwa semua rumah sakit itu langsung menolak begitu mendengar namanya. Mereka selalu memberi alasan bahwa kamar sudah penuh atau memberikan harga yang sangat mahal agar Kyra mundur dengan sendirinya.Kyra sangat tercengang. Bukankah ini terlalu kebetulan? Untungnya, hasil tidak mengkhianati usahanya. Akhirnya ada sebuah rumah sakit yang rela menerima Nelson. Biayanya juga tidak terlalu mahal, mereka hanya perlu memberikan deposit 200 juta untuk biaya opname.Kebetulan kartu banknya masih ada 200 juta saat ini, jadi masih bisa di
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K