Rey melangkah menjauh, punggung tegap itu menghilang dari pandangan Lara yang masih menatap kosong.
Pulang dengan membawa luka yang mulai merajam hatinya, yang semula bersemi karena cinta. Pulang dalam kesendirian. Begitu inginnya menjadikan kekasihnya sebagai tempat untuk pulang, tetapi justru dia menutup pintunya.Sesaat terdengar bunyi motor yang menghilang di kegelapan malam. Lara tersadar dari lamunannya, dengan cepat dikejar bayangan lelaki itu."Maaasss ... " Suaranya terdengar memecah keheningan malam, berharap Rey mendengar dan kembali .Sunyi ... tak terdengar suara apapun. Langkahnya gontai kembali ke dalam,. Terduduk menatap titik noda darah di lantai putih itu. Diusap lalu dibersihkan, menatap noda merah yang telah berpindah ke tangannya, tangisnya pecah."Selamanya aku akan tetap mencintaimu mas ..." gumam Lara lirih, sambil membawa genggaman tangan yang bernoda itu ke dadanya.***Rey membersihkan darah di tangannya. Menarik napas perlahan, menghempaskan tubuhnya di sofa, saat ini dia tidak menuju apartemennya tapi apartemen yang di tinggali Ambar dan Nindy,Dia harus memberitahu mereka biar tidak terlalu lama meninggalkan Panti. Sambil memijit pelipisnya yang berdenyut. Kekecewaan mendalam tergambar dari raut wajahnya. Rahangnya mengeras, menekan rasa yang tercabik, terbayang wajah cantik Lara saat matanya terpejam,wajah yang membuatnya terpesona untuk pertama kalinya pada seorang wanita. Wajah yang membuatnya merindukan tempat untuk pulang, tempat untuk berbagi. Tempat untuk mengukir masa depan.Gadis polos dengan segala daya tariknya telah mampu mengalihkan dunianya, tiga tahun lalu, hingga kini. Gadis yang dia yakini sebagai tulang rusuknya.Ambar sejak tadi mengendap karena mendengar bunyi kode Sandy pada pintu. Dalam pikirannya takut ada orang jahat yang memaksa masuk. Terbengong saat melihat Rey yang sedang terbaring di sofa."Kamu bikin Ibu kaget, Nak" sapa Ambar, membuat Lelaki itu mendongak. Wanita paruh baya itu duduk dihadapan Rey."Belum tidur, Bu?""Pintunya?""Ooo, saya punya salah satunya Bu," ujar Rey sambil menunjuk kartu yang terletak di meja, yang selalu dibawa dalam dompetnya."Ada apa?" tanya wanita yang rambutnya sebagian sudah mulai memutih. Dia tahu jika Rey sedang tidak baik-baik saja.Rey bangun lalu memperbaiki duduknya."Lara masih bimbang Bu, belum ingin menikah." Mata tua itu memincing. Ditatapnya raut sendu itu."Kenapa, apa ada masalah?"Rey menggeleng, di usap wajahnya. "Lara tidak siap untuk menjadi istri seorang prajurit, Bu." Raut sedih menggelantung di wajah ganteng itu. Sudah menjemput Ambar malah tidak jadi menikah.Wanita tua itu mengurut dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri, dapat dirasakan luka yang dirasakan oleh anak kesayangannya itu."Apa Ibu mau langsung pulang atau mau jalan-jalan dulu di sini?"Wanita itu terhenyak dari lamunannya, sesak terasa di dada. Sesaat menatap anak kecil yang telah berubah menjadi lelaki dewasa itu. Anak kecil yang dulu menangis di simpang jalan, di tengah hujan lalu dibawanya pulang.Jejak orang tuanya menghilang hanya terselip sebuah brevet Charly di bajunya, mungkin sengaja ditinggalkan. sejak saat itu Rey menganggapnya sebagai Ibunya. Ditatapnya lelaki yang diberi nama Charly Reynhard itu. Ambar tahu jika Rey berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Dia menyembunyikan kekecewaan yang mendalam di raut wajahnya."Kamu pasti banyak kerjaannya, biar kami langsung pulang saja dari pada merepotkan.""Kalo Ibu mau biar saya antar jalan-jalan dulu, mau beli apa gitu, buat dibawa pulang ke malang.""Kalo kamu tidak repot, besok antar adekmu beli perlengkapan sekolah untuk anak-anak di Panti.""Kalo saya tidak sempat nanti Alex antar Bu, tiga hari lagi saya sudah tugas."***Rey hendak membuka pintunya tapi sebelumnya diintip dari lubang kecil pintu itu. Terlihat Alex sedang berdiri masih dengan pakaian kantornya."Hai bro, makin ganteng aja, aura-aura orang yang mau menikah pasti beda ya," sapa Alex sambil meninju perut Rey yang terlihat sixpack dibalik kaos putih ketat yang mencetak tubuhnya."Kamu semakin menyatu dengan pakaian kerja seperti itu," gurau Rey."Mau gimana lagi Letnan, ini sudah tugasku sekarang.""Gimana apa ada perkembangan.""Sudah aku kirim datanya. Ada beberapa transaksi dengan jumlah yang tidak wajar, dengan nama yang berbeda. Sepertinya mereka melakukan pencucian dengan cara menyebarkan dananya ke nama yang berbeda, biar tidak terendus dan ada salah satu transaksi ke wilayah timur, seperti yang kita curigai. Datanya sudah aku kirim ke sana, agen kita di sana sedang mengintai gerak gerik mereka, entah mereka hanya sebagai penyokong atau otak dibalik semua pasokan senjata ilegal." Alex menghentikan pembicaraannya, memandang lekat sahabat di depannya itu."Bukannya hal ini kita sudah bahas di Markas kemarin, ada hal lainnya yang ingin di sampaikan, Let?" Alex tahu kalau Rey hanya berbasa-basi membahas tugas mereka.Mendung bergelayut di wajah Rey."Ada apa, apa ada perubahan?" tebak Alex yang mengira ada perubahan dari misi yang mereka jalani."Ini mengenai Lara, dia masih bimbang untuk menikah denganku," ujar Rey membuat Alex kaget.Entah kenapa mendengar hal itu hati Alex bersorak kecil. Mata Rey menelisik dalam pada kedua pasang mata di depannya."Jangan kamu coba-coba menikungku dari belakang, hal yang tidak akan pernah aku maafkan!" sarkas Rey yang seperti bisa membaca pikiran Alex."Ngawur aja kamu kalo ngomong, kalo aku punya perasaan sama dia, sebelum dengan kamu udah aku embat duluan. Itu dulu hanya biar kamu cepat-cepat mengungkapkan perasaan kamu sama dia," kilah Alex tapi dalam hatinya mengutuki dirinya sendiri yang tidak bisa mengontrol perasaannya pada kekasih sahabat sekaligus teman seprofesinya, walaupun Rey lebih tinggi pangkatnya dari dia."Aku titip dia, kali ini aku kuatir karna hubungan kami lagi renggang. Entah kenapa misi kali ini aku punya firasat yang tidak baik,""Siap! Udah pasti aku akan jagain dia buat kamu, yang perlu kamu lakukan, kembalilah dalam keadaan baik-baik saja. Jangan berpikir macam-macam,. Firasat itu mungkin karena kamu merasa tidak tenang karena hubungan kalian.""Lara masih ragu menikah denganku karna profesiku. Dia membutuhkan seorang pendamping hidup yang selalu ada di sampingnya, tidak sepertiku. Dia butuh ketenangan, bukan seperti aku yang selalu membuatnya was-was."Hati Alex berdecit, Lara ternyata tidak ingin menghabiskan hidupnya dengan orang-orang seperti mereka. 'Tapi bukannya Lara mengenaliku hanya sebagai pegawai bank?' batin Alex."Ragamu di sini tapi jiwamu entah d mana!" suara Rey membuat Alex tersentak."Aku hanya sedang memikirkan target yang harus aku selidiki kali ini," kilah Alex sekenanya membuat dahi Rey berkerut."Kenapa memangnya?""Ternyata Tari putri dari target yang sedang aku selidiki.""Kenapa itu tidak ada dalam pembahasan kemarin?""Aku juga baru tau tadi setelah ngecek datanya.""Bukannya lebih bagus, kerjaan kamu bisa lebih mudah?""Huhh... aku tidak suka sama cewek yang terlalu gampang buat aku dapatin." Wajah wanita yang selalu mengejar-ngajarnya itu terbayang."Aku suka sama cewe yang penuh tantangan, yang tidak mudah terkena rayuan lelaki,""Seperti Lara?" sambar Rey"Ck ... Lara tu cinta matinya sama kamu, biar aku uber-uber juga tidak akan mempan.""Tapi sepertinya kamu punya peluang, dia taunya kamu tidak berloreng seperti aku,""Kenapa bahasannya ke situ terus," cicit Alex yang merasa tidak nyaman, Rey seperti bisa membaca pikirannya."Besok aku berangkat, Intinya aku titip dia sama kamu, tapi selama aku masih hidup jangan coba-coba kamu nikung aku.""Ada dan tidak adanya dirimu, aku pasti akan menjaganya, bukan karna aku punya perasaan tapi karna Lara gadis yang baik. Sudah aku anggap sebagai adikku sendiri, apalagi dia calon dari sahabatku sendiri.""Aku berharap setelah aku kembali, dia sudah berubah pikiran," tukas Rey gamang, wajah cantik Lara terbayang bersama impiannya untuk menikahi gadis itu."Kamu tidak pamit dengannya?"Rey menggeleng.Hening.Lama mereka saling terdiam."Jika aku gagal dan tidak pernah kembali, berusahalah mengambil hatinya, hanya kamu yang aku percaya bisa menjaganya, nikahilah dia." Kilatan memerah terlihat jelas di netra elang itu.Alex menatap kaget dengan kata-kata Rey."Jangan ngawur kamu, kembalilah dalam keadaan selamat, cuma kamu yang bisa bikin dia bahagia." Sambil mengibaskan tangannya Alex berdiri."Berjanjilah kamu akan menjaganya jika aku tak pernah kembali.""Ya sudah bro, aku harus kembali sebelum jam delapan, agen kita stanby jam segitu untuk mencari signal." Abai Alex merasa tak nyaman, entah kenapa hatinya berdesir Rey menitipkan Lara padanya.Sepeninggalnya Alex, dengan cepat Rey menyambar jaketnya, melangkah cepat menuju mobilnyadan kini berada di depan rumah Lara.Keningnya berkerut, saat melihat di rumah Lara ada beberapa mobil terpakir. Hingga mata elang itu menangkap sosok yang berapa hari ini membuatnya tak nyaman. Lara sedang duduk dengan seorang lelaki di teras. Terlihat sangat dekat dan terkesan manja, sambil sesekali Lara mencubit lengan lelaki itu."Apakah ini alasanmu menolakku," desis Rey, jari-jari tangannya memutih mencengkram erat setir."Apakah ini alasanmu menolakku," desis Rey, jari-jari tangannya memutih mencengkram erat setir."Kamu harus jelaskan semua ini, Lara Angeswari!"Bagaikan elang yang mengintai mangsanya, tatapan Rey tak lepas dari sepasang manusia yang sedang berbicara, sesekali terdengar gelak tawa di antara mereka yang terlihat bahagia sekali.Badai berdesakan di dada Rey seakan berebutan untuk keluar. Tanpa kedip, gerak gerik mereka tak lepas dari pantauannya. Tubuhnya menegak ketika melihat Lara berdiri lalu menuju ke dalam, mata Rey mengikutinya, terlihat kalau Lara akan menuju kamarnya.Rey segera keluar dari mobil, menyebrangi jalan menuju ke rumah Lara. Tak menunggu lama, dengan gerakan tubuhnya yang sudah terlatih, dengan gesitnya Rey memanjat ke lantai dua rumah itu, hingga sampai di jendela kamar Lara. Tak sulit bagi Rey untuk membuka paksa jendela, lalu dengan segera menyelinap masuk. Terdengar Lara yang masih berbincang di depan pintu. Tak lama pintu itu terdorong dari luar, setengah terbu
"Malam ini kamu milikku sayang.""Maas ...." suara Lara tercekat dengan nafas tersengal, dadanya turun naik. Napasnya seperti terhenti saat Rey mengukungnya. Selama pacaran baru kali ini mereka seranjang."Mas ingin menghabiskan malam ini dengan kamu sayang."Tubuh Lara gemetar. Rey memposisikan Kedua tangan menopang tubuhnya. Sebelah tangannya mengusap wajah Lara, memyimpirkan anak rambut yang jatuh di dahi, perlahan mengecup dahi itu dengan kelembutan."Mas sangat menyayangimu, tiap saat yang terbayang hanya wajahmu ..." ujung jarinya menyusuri setiap lekukan wajah Lara. Lara terpejam, dadanya seakan mau meledak merasakan sensasi yang baru dirasakannya. Kulitnya tiba-tiba menjadi sangat sensitif."Jagalah dirimu selama aku pergi. Jangan pernah singkirkan Mas dari hatimu." kata-kata Rey terdengar begitu lembut dan menghanyutkan.Rey menunduk menyusuri wajah Lara dengan kecupannya. Sesaat terhenti menatap kembali kedua mata yang terpejam, yang terlihat sedang mengigit bibirnya, h
"Jadilah bagian terindah dalam hidupku, Mas."Rey tersenyum bahagia."Aku pasti akan kembali, tidak sabar untuk menjadikan kamu sebagai istriku. Tunggulah Mas sayang, jadilah bagian terindah dalam hidupku." Rey mengecup kening Lara lembut."Jadilah rumahku, tempat tujuanku untuk pulang. Mas janji akan selalu membahagiakanmu, memberimu hari-hari bahagia yang tak akan kamu lupakan."Kata-katanya sendiri sempat membangkitkan hasratnya, namun di tekannya. Rey tak ingin menodai kesucian Lara sebelum waktunya."Tapi Janji Mas tidak akan macam-macam di luar sana." Manik Lara indah menuntut kesetiaan Rey.Rey menatap Lara dalam."Percayalah pada hatimu. Apakah Mas akan mengkhianati cinta kita, terbayang pun tidak pernah apalagi sampai melakukannya.""Trima kasih Mas, aku percaya Mas orang yang setia.""Jangan dekat-dekat sepupumu itu."Lara mendongak, menatap Rey penuh tanya."Adrian?"
Mata Lara membulat, mendengar permintaan Rey yang rasanya tak masuk akal. Beringsut menjauh dari Rey."Apa Mas tidak mencintaiku, ini hanya siasat Mas saja untuk meninggalkan aku kan, Mas ingin balas dendam karna aku menolak Mas, kan?" "Bagaimana mungkin kamu bisa berpikiran seperti itu, sayang." Rey menatap lama wajah Lara lalu meraup wajahnya kasar."Aku tidak mungkin dan selamanya tidak rela untuk menyerahkan kamu ke laki-laki lain.""Lucu! Bukannya barusan Mas nyuruh aku untuk menikah dengan Alex ?!""Kenapa begitu sulit untuk membuatmu mengerti sayang. Maksud dari perkataan Mas tadi, jika Mas tidak kembali karna gagal dalam misi Mas, hanya pulang nama saja. Menikahlah dengan Alex, jangan berlarut-larut dalam kesedihanmu, kamu harus bahagia walaupun tanpa Mas." Mata Rey memerah rasanya seperti menelan ribuan jarum.Rey tahu misinya kali ini sangat berbahaya, hanya ada dua hal, pulang dengan raga yang bernyawa atau pulang nama saja. Alex pun tidak tahu tentang misi ini, yang Alex
"A-apa aku sudah tidak perawan lagi, Mas?" Mata Lara berkaca-kaca menatap pada Rey dengan pias."Tapi, Mas tidak melakukannya sayang, tadi Mas hanya pake mulut kok, masa bisa sih?" Dahi Rey mengerut mencoba mengingat adegan mereka tadi, jangan sampai dia kebablasan dan tidak menyadarinya karena terlalu asyik. Senyum terukir tatkala menyadari sumber darahnya. Ternyata darah itu berasal dari tangannya yang digigit Lara waktu itu, yang berdarah lagi karena mereka keasyikan. Apalagi tadi Lara sampai mencengkram dengan kuku yang tertancap pada tubuhnya.Rey mendekat, memeluk gadis itu dengan posisi duduk di atas ranjang sementara Lara berdiri di depannya."Udah mau gimana lagi, udah terlanjur, bukannya tadi kamu yang maksa-maksa untuk Mas ambil. Ayo sekalian Mas jebol." goda Rey.Mata Lara melebar."Bisa-bisanya Mas, aku lagi ... " suaranya terhenti saat Rey mengangkat tangannya yang terluka."Jadi aku masih prawan Mas?" Matanya memincing. Ternyata dia masih bisa menyimpan mahkotanya y
Rey langsung memagut bibir Lara. Disedotnya dalam-dalam benda kenyal itu."Mas janji seperti tadi, tidak lebih."Lagi-lagi Lara hanya sanggup menggangguk.Rey mengantar Lara pada puncak kemenangan, puncak nirwana.Rey mengecup kening Lara penuh kelembutan. Hanya deru napas memburu yang tersisa. Ditatap wajah kekasihnya yang berpeluh, udara AC mulai membalut tubuh mereka dalam kedinginan. Dia mengambil handuk lalu mengeringkan peluh Lara. Pandangannya tak lepas dari wajah gadis yang begitu disayanginya. Gadis yang masih bermahkota."Mas akan sangat merindukanmu sayang," ucap Rey sepenuh hati. Lara yang semula terpejam membuka kedua matanya."Mas merasa kepergian kali ini sangat berat dari sebelumnya," ujar Rey lagi, dengan cepat Lara mendongak."Ke-kenapa, Mas?"tanya Lara kuatir."Setelah apa yang telah kita lakukan. Mas merasa sangat berat meninggalkan kamu, dengan wajahmu yang terbayang saja Mas kesulitan tid
"Maaas ...." Panggil Lara setengah berbisik. Tangan Lara memutar kenop pintu yang tidak terkunci, terbengong saat dilihat ruangan itu kosong.Hampa.Terasa ada yang terenggut dari sudut hatinya, rasa kehilangan yang sangat mendera. Kehampaan yang meremas-remas jiwanya. Dia tergugu, mengusap bening yang mengaburkan penglihatannya.Lagi rasa itu menderanya, tiap kali Rey pergi bertugas. Tubuh Lara luruh, terduduk di lantai. Memeluk erat kedua kakinya, bayangan Rey terpatri jelas di pelupuk mata. Rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya, untuk menghalau suatu rasa yang mengoyak hatinya. Ingatannya terbang pada keinginan Rey agar dia menjadi wanita yang tangguh."Kuat Lara, kamu harus kuat." Monolog Lara memberi semangat pada dirinya sendiri. Sambil berdiri menyusut air matanya."Kamu bukan hanya mencintai dirinya, kamu juga harus mencintai profesinya," gumam Lara mencoba menghalau rasa yang mencabik jiwanya."Hati-hati sayang, berjuanglah demi negri ini. Kembalilah dengan selamat. A
Sementara itu Rey sedang berada di atas awan. Di dalam burung besi yang akan membawanya ke negara kangguru, Australia.Negara yang terkenal dengan ikon Sydney Harbour Bridge itu mulai terlihat. Pesawat mulai menurunkan ketinggiannya, pemandangan menakjubkan terlihat dari jendela kaca. Bandara yang dikelilingi oleh samudra dan kota serta jembatan yang indah. Pesawat landing dengan mulus.Setelah melewati proses imigrasi dan mengambil bagasi, Rey dikejutkan dengan pesan yang masuk di gawaynya, yang mengharuskan dia kembali ke Indonesia lagi besok. Misi di negara itu batal.Rey yang tidak tidur semalaman saat bersama Lara, hendak menghabiskan waktunya dengan istirahat di hotel yang terdekat dengan bandara.Namun niatnya terhalang saat ada pesan yang masuk membuat rasa kantuknya hilang dalam sekejab, ketika melihat vidio yang dikirim padanya.Vidio yang mengerikan, terjadi lagi pembantaian tujuh warga sipil. Dengan terang-terangan kelompok separatis melakukan live, membantai para pekerj