"A-apa aku sudah tidak perawan lagi, Mas?" Mata Lara berkaca-kaca menatap pada Rey dengan pias."Tapi, Mas tidak melakukannya sayang, tadi Mas hanya pake mulut kok, masa bisa sih?" Dahi Rey mengerut mencoba mengingat adegan mereka tadi, jangan sampai dia kebablasan dan tidak menyadarinya karena terlalu asyik. Senyum terukir tatkala menyadari sumber darahnya. Ternyata darah itu berasal dari tangannya yang digigit Lara waktu itu, yang berdarah lagi karena mereka keasyikan. Apalagi tadi Lara sampai mencengkram dengan kuku yang tertancap pada tubuhnya.Rey mendekat, memeluk gadis itu dengan posisi duduk di atas ranjang sementara Lara berdiri di depannya."Udah mau gimana lagi, udah terlanjur, bukannya tadi kamu yang maksa-maksa untuk Mas ambil. Ayo sekalian Mas jebol." goda Rey.Mata Lara melebar."Bisa-bisanya Mas, aku lagi ... " suaranya terhenti saat Rey mengangkat tangannya yang terluka."Jadi aku masih prawan Mas?" Matanya memincing. Ternyata dia masih bisa menyimpan mahkotanya y
Rey langsung memagut bibir Lara. Disedotnya dalam-dalam benda kenyal itu."Mas janji seperti tadi, tidak lebih."Lagi-lagi Lara hanya sanggup menggangguk.Rey mengantar Lara pada puncak kemenangan, puncak nirwana.Rey mengecup kening Lara penuh kelembutan. Hanya deru napas memburu yang tersisa. Ditatap wajah kekasihnya yang berpeluh, udara AC mulai membalut tubuh mereka dalam kedinginan. Dia mengambil handuk lalu mengeringkan peluh Lara. Pandangannya tak lepas dari wajah gadis yang begitu disayanginya. Gadis yang masih bermahkota."Mas akan sangat merindukanmu sayang," ucap Rey sepenuh hati. Lara yang semula terpejam membuka kedua matanya."Mas merasa kepergian kali ini sangat berat dari sebelumnya," ujar Rey lagi, dengan cepat Lara mendongak."Ke-kenapa, Mas?"tanya Lara kuatir."Setelah apa yang telah kita lakukan. Mas merasa sangat berat meninggalkan kamu, dengan wajahmu yang terbayang saja Mas kesulitan tid
"Maaas ...." Panggil Lara setengah berbisik. Tangan Lara memutar kenop pintu yang tidak terkunci, terbengong saat dilihat ruangan itu kosong.Hampa.Terasa ada yang terenggut dari sudut hatinya, rasa kehilangan yang sangat mendera. Kehampaan yang meremas-remas jiwanya. Dia tergugu, mengusap bening yang mengaburkan penglihatannya.Lagi rasa itu menderanya, tiap kali Rey pergi bertugas. Tubuh Lara luruh, terduduk di lantai. Memeluk erat kedua kakinya, bayangan Rey terpatri jelas di pelupuk mata. Rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya, untuk menghalau suatu rasa yang mengoyak hatinya. Ingatannya terbang pada keinginan Rey agar dia menjadi wanita yang tangguh."Kuat Lara, kamu harus kuat." Monolog Lara memberi semangat pada dirinya sendiri. Sambil berdiri menyusut air matanya."Kamu bukan hanya mencintai dirinya, kamu juga harus mencintai profesinya," gumam Lara mencoba menghalau rasa yang mencabik jiwanya."Hati-hati sayang, berjuanglah demi negri ini. Kembalilah dengan selamat. A
Sementara itu Rey sedang berada di atas awan. Di dalam burung besi yang akan membawanya ke negara kangguru, Australia.Negara yang terkenal dengan ikon Sydney Harbour Bridge itu mulai terlihat. Pesawat mulai menurunkan ketinggiannya, pemandangan menakjubkan terlihat dari jendela kaca. Bandara yang dikelilingi oleh samudra dan kota serta jembatan yang indah. Pesawat landing dengan mulus.Setelah melewati proses imigrasi dan mengambil bagasi, Rey dikejutkan dengan pesan yang masuk di gawaynya, yang mengharuskan dia kembali ke Indonesia lagi besok. Misi di negara itu batal.Rey yang tidak tidur semalaman saat bersama Lara, hendak menghabiskan waktunya dengan istirahat di hotel yang terdekat dengan bandara.Namun niatnya terhalang saat ada pesan yang masuk membuat rasa kantuknya hilang dalam sekejab, ketika melihat vidio yang dikirim padanya.Vidio yang mengerikan, terjadi lagi pembantaian tujuh warga sipil. Dengan terang-terangan kelompok separatis melakukan live, membantai para pekerj
Tak sabar Lara langsung melakukan Vidio call."Mas di mana, memangnya udah balik, kok cepat sekali?" tanya Lara dengan mulut menganga saat wajah Rey muncul di layar."Apa kamu sengaja menggoda, Mas.""Hah, apanya.""Hanya dengan handuk gitu, sengaja mau goda Mas.""Hah, ya ampun Mas, aku tidak sadar kalo belum pake baju."Senyum Rey terkulum saat tiba-tiba yang terlihat hanya langit-langit kamar."Kenapa langsung dipake padahal Mas pengen cuci mata. Barusan mandi ya, aromamu tercium sampe sini.""Iihh ... dasar. Mas udah balik beneran?""Iya, besok fligh lg. Ada yang harus Mas selesaikan, sekarang sudah di apartemen. Kamu bisa ke sini nggak. Masih ada yang harus Mas kerjakan tapi kangen kamu.""Apartemen yang mana, Mas nggak pernah ngajak aku ke situ.""Nanti Mas sharelok.""Pake taksi aja, jangan bawa motor. Pamit sama mami sekalian bawa baju kerjanya.""Aku sendirian di rumah sama, Bi Arum. Mami dan papi lagi ke Bandung.""Ok, Mas tunggu."Rey menutup telponnya lalu berjalan menuju
Rey cepat-cepat menghalangi tubuh Lara begitu menyadari keberadaan Alex."Maaf, aku tidak sangka kalo kalian ada di sini." Alex memutar badannya membelakangi mereka, melangkah menjauh.Rey dan Lara mematung untuk sesaat. Wajah Lara memerah seperti udang rebus."Aku malu Mas, apa tadi dia melihat kita." Lara menutup wajah dengan kedua tangannya."Tidak usah dipikirkan, tadi terhalang oleh, Mas.""Mas panggil dia untuk makan sekalian dengan kita boleh?" tanya Rey yang dianggukkin Lara.Walaupun Lara malu, tapi dia tidak mau karena dia hubungan Rey dan Alex merenggang. Lara tahu bagaimana persahabatan mereka yang telah terjalin sejak dulu."Maaf bro, aku tidak sangka kalo kalian ada di sini. Padahal waktu masuk tadi sudah aku panggil-panggil waktu lihat labtopmu di meja.""Sudah, ayo kita makan. Tunggu aku ambil baju Lara dulu."Rey menyelinap ke kamar dan keluar dengan baju menuju dapur."Pake ini sayang.""Alex belum pergi, Mas?" tanya Lara sambil menyarungkan baju."Belum, udah Mas bi
"Ke kamar, yuk."Rey langsung menggendongnya, Lara mengalungkan tangannya.Dengan hati-hati membaringkan tubuh gadis itu di atas pembaringan.Tiba-tiba bunyi ponsel memecah konsentrasi mereka. Dengan tatapan tak rela Rey menyambar benda di atas nakas yang masih bergetar.Membacanya sekilas, raut wajahnya berubah. Lara memperhatikan tiap perubahan di wajah lelaki itu."Mas harus kerja sayang, tidak apa kan?"Lara mengangguk cepat. Rey mendaratkan ciumannya sekilas pada bibir Lara, kakinya sudah terjejak pada lantai namun kembali naik lagi ke ranjang mengukung Lara."Maas ... nanti kerjaan mas tidak selesai-selesai kalo gini terus." ujar Lara sambil mendorong tubuh Rey."Huuf, Mas kerja dulu sayang."Lara tertawa kecil melihat raut Rey yang seperti orang frustasi.Rey dengan segera menghidupkan labtopnya. Membuka data-data file yang dikirimkan padanya.[Saya sudah melihatnya, sesuai dengan rencana saya akan ke sana besok dengan fligh pagi, secepatnya saya akan mengumpulkan semua bukti,
Lara menuju dapur, menutup kembali makanan yang telah disiapkan. Melihat-lihat apa yang kira-kira bisa dibereskan, namun semua terlihat rapi. Seperti ada sentuhan tangan wanita, bersih, rapi, dan terasa nyaman.Melangkah ke kamar melewati meja kerja Rey. Rasanya ingin merapikan kertas-kertas yang agak berantakan namun diurungkan. Dia takut malah melakukan kesalahan. Kakinya hendak melangkah namun sesuatu menarik perhatiannya. Lara mendekat semakin memperjelas penglihatannya. Ditarik pelan kertas yang agak sedikit menghalangi.Matanya melebar saat melihat foto wanita cantik yang tercetak di kertas putih, sepertinya baru habis diprint. Tangan Lara gemetar, perasaan asing menjalar di dinding dadanya.'Siapa ini?' Hati Lara bertanya-tanya. Dengan tangan masih gemetar, membalik kertas itu mungkin ada sesuatu yang bisa ditemukan.Anggela!Nama yang tertera di belakang kertas itu dengan tanggal.'Bukankah tanggal ini ...? Apakah Mas pergi menemuinya?'Mata indah itu bergerak-gerak ke sana