"Ke kamar, yuk."Rey langsung menggendongnya, Lara mengalungkan tangannya.Dengan hati-hati membaringkan tubuh gadis itu di atas pembaringan.Tiba-tiba bunyi ponsel memecah konsentrasi mereka. Dengan tatapan tak rela Rey menyambar benda di atas nakas yang masih bergetar.Membacanya sekilas, raut wajahnya berubah. Lara memperhatikan tiap perubahan di wajah lelaki itu."Mas harus kerja sayang, tidak apa kan?"Lara mengangguk cepat. Rey mendaratkan ciumannya sekilas pada bibir Lara, kakinya sudah terjejak pada lantai namun kembali naik lagi ke ranjang mengukung Lara."Maas ... nanti kerjaan mas tidak selesai-selesai kalo gini terus." ujar Lara sambil mendorong tubuh Rey."Huuf, Mas kerja dulu sayang."Lara tertawa kecil melihat raut Rey yang seperti orang frustasi.Rey dengan segera menghidupkan labtopnya. Membuka data-data file yang dikirimkan padanya.[Saya sudah melihatnya, sesuai dengan rencana saya akan ke sana besok dengan fligh pagi, secepatnya saya akan mengumpulkan semua bukti,
Lara menuju dapur, menutup kembali makanan yang telah disiapkan. Melihat-lihat apa yang kira-kira bisa dibereskan, namun semua terlihat rapi. Seperti ada sentuhan tangan wanita, bersih, rapi, dan terasa nyaman.Melangkah ke kamar melewati meja kerja Rey. Rasanya ingin merapikan kertas-kertas yang agak berantakan namun diurungkan. Dia takut malah melakukan kesalahan. Kakinya hendak melangkah namun sesuatu menarik perhatiannya. Lara mendekat semakin memperjelas penglihatannya. Ditarik pelan kertas yang agak sedikit menghalangi.Matanya melebar saat melihat foto wanita cantik yang tercetak di kertas putih, sepertinya baru habis diprint. Tangan Lara gemetar, perasaan asing menjalar di dinding dadanya.'Siapa ini?' Hati Lara bertanya-tanya. Dengan tangan masih gemetar, membalik kertas itu mungkin ada sesuatu yang bisa ditemukan.Anggela!Nama yang tertera di belakang kertas itu dengan tanggal.'Bukankah tanggal ini ...? Apakah Mas pergi menemuinya?'Mata indah itu bergerak-gerak ke sana
"Trima kasih atas kerja samanya. Saya merasa sangat tersanjung, anda mau menggandeng saya dalam proyek besar anda." Rey menjabat tangan Hengki Wiguna mantan petinggi negri, pemilik beberapa perusahaan yang mengelola pariwisata, dan beberapa perusahaan alat berat yang tersebar di beberapa negara ini, hingga manca negara."Dari dulu impian saya untuk melebarkan sayap ke timur Indonesia, baru terealisasi sekarang.""Ooo ... benarkah? Asal jangan jadikan saya sebagai umpan saja." sindir Rey.Hengky tertawa terbahak-bahak. "Anda sangat terus terang, saya suka," ujar Hengky dengan tawa yang masih berderai. "Saya tidak menyangka anda masih muda, sampai saya menyuruh sekretaris saya untuk mengecek dokumennya kembali, kuatir ada kesalahan data.""Yah, nama sebelumnya itu menggunakan nama parnert saya. Kami berdua memang terlibat kerja sama, namun setelah saya pikir, jika saya bisa menangkap ikannya sendiri kenapa saya harus menggunakan pancing orang lain. Setidaknya saya tidak perlu untuk m
"Menikah?" tanya Rey berusaha menyembunyikan keterkejutannya."Yah, hal itu yang disebut di dalam pesannya. Dia marah-marah tak jelas dan mengatakan ingin menikah dengan lelaki yang membuatnya telah jatuh cinta. Siapa lagi kalau bukan anda," ujar Lelaki itu sambil melebarkan kedua tangannya."Apa anda keberatan?" Hengky menelisik wajah Rey, yang dikenalnya sebagai Devin"Tentu saja tidak, cuma apa anda sudah pastikan jika tujuan putri anda adalah saya. Saya malah takut anda salah menanggapi maksud putri anda. Karna hubungan kami belum sejauh itu."Rey menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. 'kenapa malah aku sendiri yang terjebak.' batin Rey."Jika yang putri anda maksudkan adalah saya, tentu saja saya bersedia. Laki-laki mana yang bisa menolak pesona putri anda. Saya merasa sangat beruntung jika itu adalah saya."Senyum tersungging di bibir Hengky, setidaknya salah satu masalah yang akan dihadapinya sudah ada jalan keluarnya, begitu pikir Hengky. Dia sudah berpikir bagaimana akan rum
"Menyembunyikan apa?"Alex terdiam, sengaja menggantung jawabannya."Ayo katakan, apa yang mas Rey sembunyikan dariku.""Dia seorang Intel, tentu saja ada hal yang harus dia sembunyikan dari kamu, dari aku. Dia tidak mungkin memberitahukan padamu apa tujuan misinya karna itu sangat rahasia. Rey orang yang sangat patuh pada aturan, dia orang yang akan mengutamakan negara ini lebih dari dirinya. Kenapa sekarang kamu sangat posesif, dia bukan orang yang mudah jatuh cinta."Lara terdiam, 'seharusnya aku tidak meragukan Rey,' Lara membatin.Alex menatapnya dalam-dalam."Aku mau pulang," ujar Lara sambil berlalu ke dapur membawa kembali gelas yang tadi dibawanya.Lara mencuci gelas dan piring bekas makannya tadi, dengan peralatan yang digunakan Alex untuk menggoreng nasi.Ketika hendak berbalik Lara terkejut dengan Alex yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya, sehingga mereka bertubrukan. Sesaat mereka saling diam. Aroma yang begitu dirindukan menguar dari tubuh Alex, parfum yang sama.'
"Menikah? Kita?" Rey menelisik Angela dengan seksama.Angela mengangguk."Hey, kita tidak sedekat itu, bahkan berbicara saja masih anda-anda." "Kita bahkan baru tiga kali ketemu." Lanjut Rey."Ok, untuk memutus jarak di antara kita, aku akan memanggilmu apa? Mas, Abang, sayang ...""Jangan Mas, aku tidak suka mendengar orang lain memanggilku, Mas." Sela Rey cepat. 'aku hanya ingin Lara yang memanggilku begitu, sangat indah kata itu keluar dari bibirnya saat dia terpejam.'"Panggil Devin, atau Dev saja sudah cukup.""Ok, baik Dev, mungkin itu lebih enak didengar. Sejak pertama kali aku melihatmu, langsung jatuh cinta, dan aku tidak bisa menghilangkan bayangan dirimu dari kepalaku. Hal itu tidak pernah aku rasakan dan ketika melihatmu di ruangan Daddy aku yakin kamu adalah jodohku." Jujur Angela, matanya tak lepas mengabsen tiap lekuk di wajah Rey. Kening tebal yang hampir tertaut tertata rapi, hidung mancung, garis wajah yang karismatik, bibir seksi dengan senyum khas yang sangat m
Beruntung, mobil itu dalam kecepatan sedang, dengan sigap Rey menangkapnya sebelum Angela menyentuh badan trotoar. Walaupun sempat menyentuh aspal sebelumnya.Mereka terjatuh di samping trotoar dengan posisi bertindihan, Anggela di atas tubuh Rey. Dengusan napas Rey terdengar merasuki jiwa Angela. Dapat dirasakan tubuh Rey yang liat mendekapnya erat. Sesaat Mereka saling tatap.Rey beringsut bangun."Apa yang kamu lakukan, mau bunuh diri?!" berang Rey."Ma-maaf, Aduh ... sakit ..." Angela mengadu, saat Rey berdiri dan membiarkannya terduduk di atas aspal. Lalu melepas heels-nya. Roknya tersingkap buru-buru ditutupinya."Apa yang sakit, Kamu bisa berdiri?"Angela berusaha berdiri, namun kembali meringis."Kakiku tidak bisa memijak, sakit sekali." Rungis Angela."Mungkin ada yang terkilir," ucap Rey sambil memperhatikan kaki Angela."Tahan, aku akan menariknya.""Aaow." Angela menjerit saat menyangka tulangnya terlepas karena bunyi kretakan tulang."Coba berdiri."Rey memegang kedua tan
Rey mengurai pelukannya, menatap Angela. Gadis itu kembali memeluk erat Rey."Pelukanmu terasa hangat bahkan lebih hangat dari kedua orang tuaku, yang sudah lama tak aku rasakan. Mereka hanya sibuk mengumpulkan harta. Entah untuk siapa mereka melakukan itu semua, aku putri mereka satu-satunya. Harta yang ada bahkan tidak akan habis tujuh turunan." Angela terseguk."Lepaskanlah apa yang kamu rasakan."Rey tentu saja sebelum aktion sudah menyelidiki targetnya. Dia tahu semua seluk beluk tentang mereka, dan sudah mempelajari watak mereka. Dia tahu jika saat ini ibu Angela sedang sibuk memelihara berondong, ayahnya sedang sibuk membantu para pengkhianat bangsa, tinggal menunggu bukti untuk dijebloskan ke penjara. Angela sibuk menenggelamkan diri dalam dunia hiburan hanya untuk pelarian semata. Jika semua terungkap satu-satunya yang akan syok dan terluka adalah Angela. Dan orang yang akan Angela benci pasti dirinya juga.Keberangkatannya kemarin ke Australia karena salah satu targetnya ad
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru