Aku laksana seribu kepingan yang indah, dikumpulkan dan disatukan. Dirangkai lebih kuat dan lebih tangguh menjadi suatu mozaik yang indah. Itulah hatiku.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi – Arash Habibi Elmani)Dua keluarga itu masih membicarakan persiapan dan rangkaian acara pernikahan Arash dan Filzah. Habibi terlihat begitu antusias. Namun, tidak dengan sang istri, sejak tadi Nirmala lebih memilih diam dan hanya sesekali Nirmala berusaha tersenyum tipis pada Nirina.“Baiklah, bila semua sudah sepakat, acara kita lanjutkan dengan makan bersama. Mari Mas Habibi, Mbak Nirmala, Nak Arash!” ajak Haziq tulus sambil mempersilakan tamunya.“Tunggu, Om!” cegah Arash ikut berdiri.“Ada apa Nak Arash?” tanya Haziq seraya mengerutkan dahi. "Apa masih ada yang ingin ditambahkan dari hasil pembicaraan tadi?" lanjut Haziq dengan mimik penasaran.“Karena waktu pernikahan sebentar lagi. Saya ingin, malam ini juga menjadi malam pertunangan saya dengan Filzah. Jika diizinkan, saya akan menyematkan ci
Kamu tak harus selalu ada untuk orang lain, sesekali kamu perlu ada untuk dirimu sendiri dan menjaga hatimu.(Filzah 💔 Arash – Sekeping Hati) “Mau ke mana kamu, Rash?” tanya Nirmala sambil berjalan mendekat ke arah sang putra yang sedang bersiap hendak meninggalkan rumah.“Aku mau kembali ke kantor,” jawabnya lirih. Arash segera memakai kembali jas yang diletakkannya di sofa ruang keluarga.“Kamu belum menjawab ataupun mengiyakan apa yang Mama minta,” ucap Nirmala kesal. Arash menghela napasnya panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Tampaknya tidak ada jalan baginya untuk bisa menghindari permintaan sang mama. “Aku tidak bisa mengiyakannya sekarang, Ma. Sebelum aku bertanya pada Filzah. Kalau dia tidak berkenan mendampingiku, seperti yang telah kukatakan tadi, aku tidak akan datang ke pesta itu,” ujarnya sambil meninggalkan sang mama yang terlihat semakin kesal.“Kirim nomor Filzah, biar Mama yang meneleponnya!” teriak Nirmala. Namun, Arash tidak menghiraukannya. Pemuda tampan
Tak ada yang lebih menyakitkan dari sebuah kebenaran. Tak ada yang lebih indah dari sebuah keyakinan.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi – Sekeping Hati)Arash melajukan mobilnya keluar dari kediaman keluarga Priambudi. Pulang ke rumah adalah tujuan selanjutnya. Di pelataran parkiran rumahnya, Arash termenung sesaat. Sang mama pasti akan memberondongnya dengan pertanyaan. Meski dia sudah memiliki jawaban atas pertanyaan sang mama, namun langkahnya terasa sedikit berat untuk masuk ke dalam rumah. Di ruang keluarga sudah ada Nirmala dan Habibi yang tengah berbincang-bincang. Arash mengucapkan salam dengan sedikit lantang lalu menghampiri kedua orang tuanya.“Papa lihat tadi kamu keluar dari kantor pukul tiga sore. Kok, baru sekarang kamu sampai di rumah. Apa kamu mampir dulu ke kafe?” tanya Habibi setelah menjawab salam sang putra.“Tidak, Pa. Aku mampir ke rumah Om Haziq, mereka meminta tambahan undangan lagi,” jawabnya jujur.“Kalau kamu ke rumah gadis itu, berarti kamu tadi bertemu
Salah satu cara untuk tetap bertahan adalah dengan cara menerima kenyataan dengan keikhlasan dan kelapangan.(Filzah – Sekeping Hati)Saat ini Arash dirundung kegelisahan yang teramat menyesakkan. Bingung harus memberikan penjelasan pada siapa dulu. Apakah pada Alvisyah yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi ataukah pada Filzah dengan tatapan penuh tanya. Menyaksikan semua itu, sang mama tersenyum smirk ke arah Filzah dan gadis itupun langsung terdiam tertunduk .Melihat kedatangan Arash, mama Alvisyah terlihat senang. Dia masih belum mengetahui hubungan sang putri dan Arash sudah berakhir. Sambil mengembangkan senyum manis di wajahnya, wanita itu memberi isyarat agar Alvisyah memulai acaranya. Sang pembawa acara meminta Alvisyah dan Arash untuk naik ke atas panggung, sesuai apa yang dibisikan mama Alvisyah pada pembawa acara tersebut.Mendengar namanya dipanggil melalui pengeras suara oleh pembawa acara membuat hati Arash semakin gelisah, dia merasa bingung dan ragu, har
Lebih baik mencintai dan kehilangan, daripada tidak pernah mencintai sama sekali, dengan begitu kita akan merasakan perjuangan.(Filzah 💔 Arash – Sekeping Hati)Setelah melihat Filzah cukup tenang dan tidak mengeluarkan air mata lagi, Arash kembali melajukan mobilnya. Arash sudah kehilangan akal untuk bisa meyakinkan Filzah agar tidak membatalkan rencana pernikahan mereka. Namun, gadis itu tetap mengunci mulutnya, memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.Mobil Arash sudah memasuki halaman rumah mewah keluarga Priambudi. Satpam yang berjaga di pos tanpa menunggu perintah bergegas membukakan gerbang, saat mobil yang sudah dikenalnya akan masuk.Arash melirik pada gadis yang berada di sampingnya. Terlihat Filzah sedang merapikan hijab yang dipakainya, sebelum ia turun dari mobil. Filzah membuka pintu mobil, sayangnya pintu mobil itu masih dikunci.Arash tersenyum melihat wajah tegang Filzah yang berusaha membuka pintu mobil. “Kenapa dikunci, Kak? Aku mau turun,” tanya Filzah kesal.“Aku
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216).(Sekeping Hati – Kebahagiaan Samar)Filzah langsung masuk ke dalam kamar setelah menutup pintu utama tanpa menghiraukan Arash yang masih berdiri di depan pintu. Beruntung di rumah tidak ada siapa-siapa, sehingga dia bisa masuk tanpa harus membiarkan Arash masuk untuk berpamitan pada anggota keluarga yang lain. Sementara itu, seperti biasa, Bik Jum setelah makan malam sudah masuk kamar dan beristirahat. Di kamar, Filzah kembali menumpahkan cairan bening, meskipun sejak tadi cairan itu sudah membasahi pipinya.Rasanya ada gumpalan yang menyesakkan dada sehingga menekan kelopak matanya tuk mengurai air mata. “Ya Allah, aku harus bagaimana?” isaknya sesenggukan. Lelah menangis, gadis cantik bermata hazel itu pun tertidur sambil meringkuk di atas ranjang queen size kesayangannya.P
Saat kesedihan melanda hati, maka berdoalah karena Allah selalu tahu bagaimana caranya menciptakan kebahagiaan.(Filzah – Sekeping Hati)Merasa telah cukup berbincang dengan keluarganya, Filzah kembali ke kamar mengambil ponsel dan tas, bersiap berangkat ke butik. Baru saja ia menutup pintu kamar, terdengar dering ponselnya. Dikeluarkannya ponsel dari dalam tas tangannya. Terpampang nama Arash di layar ponsel.Sebelum menggeser layar ponsel tuk menjawab panggilan telpon, gadis cantik itu terlebih dulu menetralkan degup jantungnya. “Assalamualaikum, Kak,” sapanya lembut.“Wa’alaikumussalam, Zah. Bagaimana keadaanmu pagi ini? Aku berharap perasaanmu sudah lebih baik pagi ini. Aku tidak sabar untuk bertemu dan mendengar jawaban darimu. Sungguh aku berharap kamu tidak akan membatalkan rencana pernikahan kita,” ucap Arash dengan suara sedikit memelas penuh harap.“Kita akan bertemu nanti. Saat ini aku sedang terburu-buru, aku sudah terlambat. Maaf, aku tutup dulu, Kak. Assalamualaikum.”
Proses pendewasaan dalam hidup adalah melalui ujian-ujian yang terjadi dalam hidup.(Filzah – Azzura ~ Sekeping Hati)Filzah memang memutuskan untuk melanjutkan rencana pernikahannya, tetapi sikap gadis itu terlihat datar menanggapi setiap ucapan Arash. Arash mencoba memaklumi sikap yang ditunjukkan gadis itu, walaupun sedikit kecewa.“Maaf, Kak. Aku harus segera kembali ke butik. Pukul tiga nanti, ada meeting lagi dengan pelanggan. Permisi,” pamitnya sambil berdiri sedikit membungkukkan badan.“Baiklah, sekali lagi terima kasih sudah mau melanjutkan rencana pernikahan kita. Aku akan berusaha memperbaiki situasi yang membuatmu tidak nyaman ini,” ucapnya yang ditanggapi Filzah dengan senyum tipis. “Assalamualaikum,” ucapnya seraya meninggalkan Arash.“Wa’alaikumussalam,” balas Arash sambil menatap sendu punggung gadis yang berjalan meninggalkannya. Tubuh ramping gadis itu perlahan menghilang dari arah pandangnya.“Aku tahu, Zah. Sulit untukmu memutuskan semua ini, bahkan aku melihat a