Cinta itu aneh dan membingungkan, makin berusaha menghindar dan menghapus jejak dari hati, makin sering muncul dalam pikiran.(Zayyan – Azzura )Mobil Zayyan sampai di sebuah kafe kecil di pinggiran kota Jakarta. Kafe itu tidak terlalu besar, tetapi tempatnya Instagramable. Zayyan segera memarkirkan mobil di temiat parkir yang sudah di sediakan. “Yuk, turun!” ajaknya.“Ok, siap bos!” “Wah, tempatnya keren. Kafenya enggak jauh dari kampusku. Cukup lima belas menit dari kampusku dulu. Nanti aku promosikan ke komunitasku yang masih aktif di kampus biar mampir ke sini,” ucapnya senang.“Alhamdulillah, kalau kamu suka, Ra. Aku pingin kamu kembali tersenyum. Aku tau kamu berusaha tegar bila menyangkut Rafka dan keluarganya. Aku sudah berjanji padamu akan menghilangkan traumamu, makanya aku ikut membujukmu untuk bertemu Rafka. Ternyata masih sulit, Ra. Kamu belum bisa sepenuhnya menghilangkan trauma itu. Kamu masih merasa kesakitan saat bersama mereka, meskipun kamu berusaha menutupi dari
Mengubur kenangan buruk adalah cara terbaik menghapus duka yang masih membelenggu yang menciptakan trauma menyakitkan yaitu dengan keyakinan akan ketulusan cinta dan kasih sayang.(Zayyan – Azzura)Azzura mengakhiri panggilan dari Bahar. Gadis itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Azzura kembali terlihat gelisah dan Zayyan bisa melihat hal itu. “Kamu pasti bisa. Sudah azan magrib, sebaiknya kita salat dulu!” ajak Zayyan menenangkan.“Iya, Mas. Apa Mas Zayyan enggak jadi pulang?”“Aku antar kamu lagi.”“Mas pasti capek. Biarkan aku minta antar Pak Sobri saja,” ucapnya tidak enak hati. “Enggak apa Azzura. Aku enggak capek.”Azzura tersenyum. “Terima kasih, Mas. Masuklah, kita salat Magrib dulu! Mas salatlah di Musallah panti. Aku salat di kamar,” ajak Azzura.“Nak Zayyan dan Azzura mau keluar lagi?” tanya Pak Wardi selepas salat Magrib berjamaah. Kebetulan saat ini Pak Wardi mengajak anak-anak panti salat di Musallah panti, tidak di masjid kompleks perumahan yang saat ini se
Satu Minggu sudah Rafka meninggal dunia. Azzura dan Zayyan setiap hari masih datang mengunjungi Bahar dan Savina untuk ikut tahlil bersama.Minggu ini Nirina dan Haziq sudah bersiap untuk mengantarkan Zayyan mengkhitbah Azzura. Cynthia, Bambang, dan Filzah pun akan ikut serta.Beberapa hantaran tertata rapi di ruang keluarga. Filzah dan Bik Jum terlihat sibuk memasukkannya ke dalam mobil. Pukul 16.00 mereka harus sudah sampai di panti. Namun, yang mempunyai hajat hingga kini belum datang.“Tuh, anak. Biasa banget, mesti telat. Padahal kami sudah siap semuanya,” ucap Cynthia mengomeli cucu kesayangannya.“Tunggu sebentar, Ma. Mungkin Zayyan masih repot,” ucap Nirina menenangkan sambil mengusap punggung sang mertua.“Iya, Sayang. Mama tahu, tapi tadi seharusnya dia izin dulu enggak kerja. Ini kan juga acara pentingnya,” ucap Cynthia geleng.“Oma kayak enggak tahu Kak Zayyan aja,” ucap Filzah menimpali.“Ya itu, hadeh.” Cynthia tepuk jidat sambil melirik sang putra.“Selalu mentingin pek
Dua minggu berlalu, setelah acara khitbah berlangsung. Keluarga Zayyan langsung menyiapkan semuanya, mulai dari undangan, suvenir, dan lainnya. Nirina dibantu sang putri antusias untuk mengerjakan semuanya sendiri. Filzah yang seorang desainer ternama mendesain gaun pernikahan Azzura dan Zayyan. Hari ini rencananya merak akan datang ke butik Filzah untuk fitting baju.Selain untuk calon kedua mempelai, Filzah juga mendesain kebaya untuk terima tamu dan para anggota keluarga. Zayyan sangat bangga pada sang adik yang sudah meluangkan waktunya untuk pernikahannya.“Masyaallah, Kak Azzura benar-benar cantik,” puji Filzah saat Azzura mencoba gaun pernikahannya, bahkan Zayyan sampai melongo dibuatnya.“Kak Filzah, juga cantik. Pasti kalau pakai gaun ini juga akan terlihat makin cantik,” ucap Azzura canggung.“Ish, mulai sekarang kalau panggil jangan Kak, panggil Adek aja,” ucap Filzah tersenyum manis.“Ba-baik, Dek.”“Kak, awas ngeces. Jangan melongo terus! Memang Kak Azzura cantik,” ucap
Beberapa bulan setelah pernikahan Zayyan dan Azzura yang digelar sangat megah dengan mengundang tamu dari berbagai kalangan. Filzah dipertemukan kembali dengan sosok pria tampan yang selama ini diam-diam gadis cantik bermata hazel itu cintai. Ya, pria beruntung itu adalah Arash, salah satu sahabat Zayyan yang dulu sering bermain ke rumah keluarga Priambudi saat masih berseragam putih biru.Namun, tidak seindah perjalanan cinta Zayyan, sang saudara kembar bersama sang Kakak ipar yang terbilang mulus kisah cintanya. Perjalanan cinta Filzah cukup berliku dan menguras air mata.Alih-alih mendapatkan kebahagiaan seperti yang diberikan keluarga besar Priambudi selama ini. Gadis cantik itu harus mengubur impiannya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan tanpa balasan dari Arash yang masih belum bisa melepas masa lalunya membuat Filzah sakit dan terluka. Namun, gadis cantik itu menyimpan dukanya sendiri tanpa berniat mengatakan pada keluarga besarnya.Bagi Arash, Filzah hanyalah kesepakatan yang
Setiap masalah yang datang menghampiri, akan memberi peluang bagimu untuk melakukan hal terbaik dalam hidup.(Arash Habibi Elmani – Filzah Haziq Priambudi)Arash tidak menyangka, perusahaan milik keluarganya akan mengalami kerugian besar. Perusahaan yang bergerak di bidang makanan cepat saji itu, mengalami kerugian karena produk terbarunya sama sekali tidak laku di pasaran. Hal tersebut berdampak buruk terhadap nilai saham perusahaan.Kerugian berdampak besar pada pendapatan perusahaan. Utang pun tidak bisa dihindari lagi. Berita yang didapat Habibi pagi ini, membuat laki-laki paruh baya itu syok. Penyakit jantung yang dideritanya pun kambuh. Bukan saja Habibi, Arash pun syok mendapat kabar itu. Arash tidak menyangka, hal ini terjadi pada perusahaan keluarganya. Arash dan Nirmala langsung membawa Habibi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Bukan saja sang papa yang syok, dirinya pun syok mendapat kabar itu. Sejak keluar dari rumah, sang mama terus menangis melihat ko
Nilai ketulusan seseorang terletak pada apa yang hatinya beri, bukan pada apa yang mampu dirinya terima.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Zayyan benar-benar menepati janjinya. Baru saja Arash akan beranjak meninggalkan firma hukum milik sahabatnya itu, notif di ponselnya berbunyi. Berisi pemberitahuan, uang masuk ke rekeningnya sejumlah yang telah disepakati untuk penjualan kafe. Arash tersenyum melihat notif itu. Namun, senyum itu kembali pudar saat mengingat permintaan Zayyan padanya. Arash mengusap kasar wajahnya, bingung harus menentukan pilihan. “Bagaimanapun juga, aku harus mengambil keputusan secepatnya. Namun, aku harus tetap melibatkan kedua orang tuaku untuk meminta pendapat mereka,” ucap Arash sambil memejamkan mata dan menghela napas panjang.Arash memutuskan kembali ke perusahaannya terlebih dahulu, sebelum ia mengunjungi sang papa. Tadi, mamanya sudah menghubungi dan mengabarkan keadaan sang papa yang sudah mulai membaik.Saat akan memasuki ruangannya, Nina menghentikan
Setiap pilihan pasti ada risikonya. Jika kamu takut mengambil keputusan, maka tidak akan pernah kamu ketahui jawaban apa yang ada di depannya. Terkadang, keputusan kecillah yang dapat mengubah hidupmu selamanya.(Arash Habibi Elmani)Usai meeting bersama kepala divisi dan mengembalikan uang kepada pemegang saham, Arash meninggalkan perusahaannya menuju rumah sakit di mana sang papa dirawat.Arash menyusuri koridor di sepanjang rumah sakit besar itu. Langkahnya terhenti di salah satu ruang rawat inap. Bau obat menguar dari balik pintu ruang yang tak tertutup rapat. Ketika wajahnya mengintip ke dalam ruangan yang serba putih itu, senyumnya pun terbit. Hatinya merasa lega, dilihatnya sang papa tengah duduk bersandar di ranjangnya sambil memakan sesuatu dari tangan sang mama. “Bagaimana keadaan Papa, Ma? Apa yang dikatakan dokter?” tanyanya mendekat.“Kata dokter, kondisi Papamu sudah mulai membaik, Rash. Tensinya juga sudah normal,” ucap Nirmala sambil mengulas senyum tipis. Tangannya