Beberapa bulan setelah pernikahan Zayyan dan Azzura yang digelar sangat megah dengan mengundang tamu dari berbagai kalangan. Filzah dipertemukan kembali dengan sosok pria tampan yang selama ini diam-diam gadis cantik bermata hazel itu cintai. Ya, pria beruntung itu adalah Arash, salah satu sahabat Zayyan yang dulu sering bermain ke rumah keluarga Priambudi saat masih berseragam putih biru.Namun, tidak seindah perjalanan cinta Zayyan, sang saudara kembar bersama sang Kakak ipar yang terbilang mulus kisah cintanya. Perjalanan cinta Filzah cukup berliku dan menguras air mata.Alih-alih mendapatkan kebahagiaan seperti yang diberikan keluarga besar Priambudi selama ini. Gadis cantik itu harus mengubur impiannya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan tanpa balasan dari Arash yang masih belum bisa melepas masa lalunya membuat Filzah sakit dan terluka. Namun, gadis cantik itu menyimpan dukanya sendiri tanpa berniat mengatakan pada keluarga besarnya.Bagi Arash, Filzah hanyalah kesepakatan yang
Setiap masalah yang datang menghampiri, akan memberi peluang bagimu untuk melakukan hal terbaik dalam hidup.(Arash Habibi Elmani – Filzah Haziq Priambudi)Arash tidak menyangka, perusahaan milik keluarganya akan mengalami kerugian besar. Perusahaan yang bergerak di bidang makanan cepat saji itu, mengalami kerugian karena produk terbarunya sama sekali tidak laku di pasaran. Hal tersebut berdampak buruk terhadap nilai saham perusahaan.Kerugian berdampak besar pada pendapatan perusahaan. Utang pun tidak bisa dihindari lagi. Berita yang didapat Habibi pagi ini, membuat laki-laki paruh baya itu syok. Penyakit jantung yang dideritanya pun kambuh. Bukan saja Habibi, Arash pun syok mendapat kabar itu. Arash tidak menyangka, hal ini terjadi pada perusahaan keluarganya. Arash dan Nirmala langsung membawa Habibi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Bukan saja sang papa yang syok, dirinya pun syok mendapat kabar itu. Sejak keluar dari rumah, sang mama terus menangis melihat ko
Nilai ketulusan seseorang terletak pada apa yang hatinya beri, bukan pada apa yang mampu dirinya terima.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Zayyan benar-benar menepati janjinya. Baru saja Arash akan beranjak meninggalkan firma hukum milik sahabatnya itu, notif di ponselnya berbunyi. Berisi pemberitahuan, uang masuk ke rekeningnya sejumlah yang telah disepakati untuk penjualan kafe. Arash tersenyum melihat notif itu. Namun, senyum itu kembali pudar saat mengingat permintaan Zayyan padanya. Arash mengusap kasar wajahnya, bingung harus menentukan pilihan. “Bagaimanapun juga, aku harus mengambil keputusan secepatnya. Namun, aku harus tetap melibatkan kedua orang tuaku untuk meminta pendapat mereka,” ucap Arash sambil memejamkan mata dan menghela napas panjang.Arash memutuskan kembali ke perusahaannya terlebih dahulu, sebelum ia mengunjungi sang papa. Tadi, mamanya sudah menghubungi dan mengabarkan keadaan sang papa yang sudah mulai membaik.Saat akan memasuki ruangannya, Nina menghentikan
Setiap pilihan pasti ada risikonya. Jika kamu takut mengambil keputusan, maka tidak akan pernah kamu ketahui jawaban apa yang ada di depannya. Terkadang, keputusan kecillah yang dapat mengubah hidupmu selamanya.(Arash Habibi Elmani)Usai meeting bersama kepala divisi dan mengembalikan uang kepada pemegang saham, Arash meninggalkan perusahaannya menuju rumah sakit di mana sang papa dirawat.Arash menyusuri koridor di sepanjang rumah sakit besar itu. Langkahnya terhenti di salah satu ruang rawat inap. Bau obat menguar dari balik pintu ruang yang tak tertutup rapat. Ketika wajahnya mengintip ke dalam ruangan yang serba putih itu, senyumnya pun terbit. Hatinya merasa lega, dilihatnya sang papa tengah duduk bersandar di ranjangnya sambil memakan sesuatu dari tangan sang mama. “Bagaimana keadaan Papa, Ma? Apa yang dikatakan dokter?” tanyanya mendekat.“Kata dokter, kondisi Papamu sudah mulai membaik, Rash. Tensinya juga sudah normal,” ucap Nirmala sambil mengulas senyum tipis. Tangannya
Kepedihan mendalam membuat kita tertunduk. Apalagi kepedihan datang ketika cinta hadir. Namun, kita tidak punya harapan pada cinta itu.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi – Arash Habibi Elmani)Arash mencoba meyakinkan sang sahabat untuk mempercayai keputusannya. Tidak ada nada gugup dalam setiap kata yang keluar dari lisannya. Semua kalimatnya mengalir dengan penuh percaya diri. Keseriusan pun tergambar di wajah tampannya dengan sedikit senyuman yang sejak tadi dipaksakan.“Kalau kamu izinkan, aku akan membawa Filzah menemui Mama dan Papaku di rumah sakit besok. Setidaknya mereka bisa saling mengenal terlebih dahulu, sebelum aku membawa lamaran kepada keluargamu,” ucapnya meminta persetujuan.“Aku akan sampaikan hal ini pada adikku dulu. O iya, apa kamu punya nomor ponsel Filzah? Kalau kamu punya, bisa langsung hubungi dia,” ujarnya sambil menepuk bahu sang sahabat yang duduk di sampingnya.“Aku tidak punya nomor Filzah. Tolong kamu kirim nomornya!” pintanya dengan tersenyum tipis.“Baik
Jangan bersedih jika ketulusan dibalas dengan dusta. Bersyukurlah kamu punya hati yang tulus karena ketulusan hanya dimiliki orang yang berhati mulia.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi – Arash Habibi Elmani)Zayyan memberikan nomor ponsel Filzah pada Arash setelah mendapatkan persetujuan dari sang adik. Zayyan langsung menghubungi Arash setelah mengirim nomor sang adik pada pria tampan yang sudah membuat Filzah jatuh cinta itu.“Udah aku kirim nomor Filzah, kamu bisa menghubunginya sendiri, supaya tidak ada kecanggungan diantara kalian," ucap Zayyan setelah panggilan terhubung dan salamnya di jawab seseorang dari seberang sana..“Baik, Zay. Terima kasih. Nanti aku hubungi Filzah, tapi sebelumnya dia sudah kamu beritahu tentang keputusanku, ‘kan?” tanyanya memastikan dari seberang sana dengan hati bergejolak.“Iya, sudah. Aku juga sudah bilang kalau kamu akan menghubunginya,” ujar Zayyan.“Ya sudah, sekali lagi terima kasih. Aku akan menghubungi Filzah secepatnya,” ucapnya sebelum menutu
Senyum yang lahir dari ketulusan dan keikhlasan akan menghindarkan diri kita dari sifat kebencian dan kedengkian.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Usai membayar dan menerima parsel buah, Filzah kembali ke mobil. Arash yang sejak tadi menunggu di balik kemudi, membiarkan Filzah duduk nyaman di kursinya.“Apa sudah selesai?” tanya Arash sambil melihat sekilas ke arah Filzah yang tersenyum lembut padanya.Filzah menunjukkan parsel berisi beberapa jenis buah yang ditata apik dalam keranjang buah sambil tersenyum pada Arash. “Sudah, Kak. Bisa kita berangkat sekarang!?” ajaknya, masih mengukir senyum di wajah cantiknya. Arash berusaha mengalihkan pandangan, melihat senyum manis Filzah membuatnya sedikit salah tingkah. Ya, hanya sedikit “Baiklah.” Setelah melihat Filzah memasang sabuk pengaman, pemuda tampan itu melajukan mobilnya menuju rumah sakit.Di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan. Arash fokus menyetir, meskipun pemuda tampan itu berulang kali mencuri pandang ke arah Filzah yan
Tidak ada yang lebih indah dari seseorang yang patah hati, tetapi masih percaya pada cinta.(Sekeping Hati – Kebahagiaan Samar(Filzah dan Arash))Mobil Arash melaju meninggalkan gedung rumah sakit tempat sang papa dirawat. Di dalam mobil suasana kembali hening. Ingin rasanya Filzah bertanya untuk memecahkan keheningan, tetapi lidahnya kelu tak mampu berucap. Ada rasa canggung dan malu.Mobil mewah Arash berhenti tepat di depan kafe bernuansa alam yang Instagramable. Ya, kafe miliknya yang sekarang sudah berganti kepemilikan menjadi milik Zayyan, meskipun sang sahabat tidak mau menerima dokumen penting bukti kepemilikan. “Sudah sampai, kita turun,” ucapnya sambil melepas sabuk pengaman. Arash bergegas keluar dan membukakan pintu untuk Filzah.“Wah, kafenya bagus, Kak. Aku suka!” seru Filzah takjub saat sudah keluar dari mobil. Gadis cantik itu tersenyum senang dengan wajah berbinar.“Kafe ini milik Kakakmu,” ujar Arash sedikit acuh.Filzah mengernyit. Dia tahu semua kafe yang dimilik