“Iya. Kamu akhir-akhir ini sering begituan sama suamimu?” tanya Nikkie antusias mendengar ceritanya.Alexa terdiam untuk mengingat yang pernah dilakukan oleh Barnett. Ia jarang melakukan hubungan suami istri, tapi pernah melakukannya, apalagi dia mengatakan bahwa ingin memiliki anak darinya.Ia menggeleng pelan dengan mulut terngaga sambil meneteskan air mata. Rasanya masih tidak percaya karena ucapan seorang pria yang tidak mencintainya bisa menjadi kenyataan. Antara percaya atau tidak karena jarang berhubungan dan sekali dari dia mengatakan keinginannya sampai beberapa jam dan brutal.“Ah, tidak mungkin. Aku hanya kelelahan saja sehingga siklus haid terhambat,” sanggah Alexa sambil terkekeh.“Ish, enak loh punya anak. Anak adalah media untuk menghibur diri dari kepenatan aktivitas yang padat dan perselisihan di antara suami. Anak juga bisa sebagai media untuk mencegah perpisahan sehingga rumah tangga tetap utuh dan bisa diperbaiki dari awal, asal ada komunikasi,” tutur Nikkie lembut
Materi malam ini sangat berbobot karena tentang pernikahan dan mayoritas sudah berkeluarga sehingga dibahas mengenai cara komunikasi, perbuatan lembut dan kasar sepasang suami istri dan kewajiban sebagai suami dan istri. Alexa memerhatikan dengan mengalirkan butiran bening lalu diseka secepat kilat karena teringat dengan perbuatan kasar suaminya.“Jika ada seorang istri atau suami yang kasar dan tidak menjalankan perintah agama maka berhak pisah. Walaupun perpisahan tidak dianjurkan. Namun, tidak banyak sepasang suami istri untuk memilih bertahan dalam sebuah hubungan rumah tangga yang tidak ada surga di dalamnya. Hanya sepuluh persen dari jutaan manusia untuk bertahan. Semua tergantung teman-teman dan jangan lupa tetap berdoa kepada sang pencipta.”Lagi dan lagi helaan napas panjang keluar disertai dengan senyuman panjang yang berusaha untuk tegar. Frank memerhatikan Alexa dari kejauhan ketika tertunduk. Tidak lama, acara ceramah pun selesai.Alexa sibuk merapikan jilbab dan melipat
Waktu telah berganti, sepanjang malam dalam tenda dengan kenangan yang menakutkan dan menyakitkan membuat Alexa tidak bisa memejamkan mata dengan sempurna. Sepanjang malam mengganti posisi tubuh ke kanan, kiri, terlentang dan tengkurap untuk mencoba melupakan yang dilihat olehnya.Ia mengikuti setiap kegiatan dengan semangat dan tetap tersenyum. Walaupun hati sedang sakit dan pikiran sedang terbagi. Sikap profesional harus ada dan tidak bisa mendahulukan ego dan perasaan pribadi terkait pekerjaan.Namun, tanpa ia sadari senyuman lebar tidak bisa menutupi mata kosong dan terlihat untuk berpura-pura baik, bisa dibaca oleh Reynard dan Kelvin. Kelvin menatap Alexa dari kejauhan ketika melakukan permainan mengisi pipa yang berlubang agar ember kosong di baris belakang bisa terisi.“Ayo, terus sedikit lagi imbang. Yang pojok, berpikirlah kreatif dan menguntungkan agar bisa merebutkan hadiah yang sudah disiapkan, seperti penyampaian saya saat di Aula,” teriak Alexa untuk menyemangati rekan k
Alexa berbalik badan dan ditampakkan sosok Reynard yang berdiri di belakangnya sambil mengenakan jaket. Ia melangkah bersama ke halaman luas sambil menikmati keindahan alam dan menghirup udara segar.“Papa sudah bangun? Dingin, ya, Pa?”“Papa sudah terbiasa dingin. Papa hanya terbangun terus lihat pemandangan pagi yang sangat indah dan lihat kamu mau masuk di tenda. Habis dari mana?”“Alexa dari toilet,” jawabnya sambil tersenyum dan memeluk dirinya.Reynard ikut tersenyum seraya memerhatikan menantu yang masih bisa tersenyum tanpa mengatakan apa pun terkait masalahnya. Dia merasa bersalah atas sikap anaknya yang menyakitinya.Tanpa diberitahu pun, dia sudah mengetahui hal yang sering terjadi di antara mereka. Hubungan rumah tangga yang tidak baik-baik, tetapi berusaha ditutup di hadapan banyak orang dengan sikap yang ramah dan selalu tersenyum kepada rekan kerjanya.“Kenapa kamu masih bisa tersenyum?”Senyuman lebar mengecil lalu menoleh ke arah Reynard. “Apa maksudnya?” tanyanya bin
Akhirnya, ia mendapatkan surat pisah yang baru dengan alasan yang lebih masuk akal. Surat pisah yang lama tidak ditanda tangani olehnya karena Alexa tidak memiliki bukti penting atau berharga untuk menunjukkan bahwa dia bersalah.Selama perjalanan ke rumah, ia teringat dengan teman kuliah yang pernah menghubunginya sebelum menikah dan sempat mengatakan pekerjaannya. Sontak, ia mengambil handphone ketika berada di lampu lalu lintas dan mencari daftar nama kontak. Namun, sayangnya, ia harus mengingat namanya.Kepala diletakkan di tangan yang memegang kemudi sembari menunggu lampu berwarna hijau. Beberapa detik meletakkan kepala di tangan, suara klakson mobil memenuhi telinganya sehingga ia melirik lampu lalu lintas dan ternyata sudah berwarna hijau.Alexa menjalankan mobilnya dengan kecepatan standar menuju kantor. Empat puluh lima menit berlalu, ia tiba di kantor. Langkah demi langkah dan membalas sapaan rekan kerja dengan senyuman lebar.Jemari hendak menyentuh gagang pintu ruangan, p
Papa, Mama mertua, Nikkie, Maya dan Frank bergegas mendekati pintu ruangan ICU untuk mengintip yang terjadi padanya di sebuah kotak berukuran setengah dari pintunya. Sontak, mereka menutup mulut saat melihat Alexa membuka mata dan mengalirkan butiran bening di pipi.Mereka percaya adanya keajaiban dari tersadarnya seseorang yang menderita koma. Namun, Alexa masih tidak tahu apa yang terjadi padanya sampai ibu menunggu dengan mata bengkak dan sembab.“Ibu.”“Alhamdulillah, anak ibu sadar. Ibu takut kehilanganmu, Nak,” kata Ibu bergetar dengan air mata yang mengalir deras.Alexa menyeka air mata ibu perlahan. “Maaf, Bu.”“Tidak, Sayang. Kamu tidak salah.”Ibu Alexa membelai rambut dan mengusap pipinya dengan lembut sembari menatap teduh lalu mengecup keningnya selama dua menit dan air mata tak luput membasahi rambut dan pipinya. Kesadaran Alexa membuat semua orang lega dan bersyukur karena pemeriksaan awal belum diketahui penyakitnya sampai harus pingsan dan mengalami koma.Namun, situa
“Barnett ….”“Barnett lagi di kantor dan bentar lagi pulang,” sambar Frank lalu tersenyum.Semua mata tertuju padanya dengan ekspresi yang mengernyitkan dahi. Dia terlihat tampak mengetahui sesuatu yang terjadi pada Alexa dan Barnett.“Ya, dia sedang sibuk sama proyek yang sedang kita kerjakan. Dia ingin proyek itu berjalan lancar karena kamu sedang sakit dan tidak ingin membuatmu kepikiran. Jadi, dia merangkap dua tugas dan tanggung jawab pekerjaan,” imbuh Reynard.“Ah, begitu. Pantesan, dihubungi tidak diangkat, tapi setidaknya dia datang mengunjungi istrinya saat di rumah sakit,” sahut Mama mertua.“Tidak apa. Alexa pasti mengerti dan memahami kondisi suaminya yang pekerja keras,” jawab Ibu sembari menatap Alexa.Tatapan ibu yang dalam terhadapnya terlihat bahwa dia merasa khawatir dengan rumah tangganya. Perasaan seorang ibu sangat peka saat terjadi sesuatu pada anaknya.Satu per satu mengajak bicara Alexa untuk tetap menjalankan terapi ketika terbangun dari koma. Mereka harus mel
“Kenapa harus besok selagi aku sehat dan sudah pulih?”“Tidak apa. Aku khawatir sama kamu aja soalnya baru saja pulih.”“Khawatir sama aku? Yakin? Atau terjadi sesuatu sehingga aku tidak boleh masuk hari ini?”Alexa bertanya dengan penuh ketidak percayaan terhadap Barnett karena dia tidak ada di rumah sakit selama sakit. Ia memiliki firasat yang buruk terhadapnya.Tiga hari sebelumnya, ketika Alexa koma, Barnett bersenang-senang dengan Deana. Tidak ada rasa iba sekali pun terhadap istrinya. Pikirannya hanya ada Deana, padahal wanita yang dicintai telah memiliki kekasih dan akan menikah sekaligus memiliki rencana jahat kepadanya.Alexa belum memeriksa kamera pengintai di handphone karena takut melihat hal yang menyakitkan. Namun, ia harus tetap melihatnya untuk menyakinkan diri bahwa firasat buruk itu benar.“Kenapa kamu gak percaya sama aku? Atau karena aku sering menyakitimu dan tidak memedulikanmu?” tanya Barnett yang tampak tidak merasa bersalah dan tidak terjadi sesuatu padanya.“
“Maafkan kami yang tidak bisa menyelamatkan nyawanya. Mas Frank telah meninggalkan kita semua.” Dokter yang pernah menanganinya memberikan kabar buruk kepada Alexa, Barnett, Helena dan Bayu.Ia mematung dengan kaki yang sudah tak kuat menahan apa pun yang didengar dan tubuhnya hingga terduduk lemas sambil menggendong Ali dan ditangkap oleh Barnett yang ikut duduk di lantai. Alexa menggeleng pelan sambil mengalirkan butiran bening di pipi.“Tidak mungkin, Frank orangnya kuat, mana mungkin dia meninggal. Dokter berbohong kepadaku.”Helena mengambil Ali dan menggendong lalu menjauh dari situasi yang memanas dan sedih hingga berdiri di dekat dinding yang masih bisa memantau kakaknya dan Alexa. Alexa berdiri sembari menyingkirkan Barnett lalu menarik jas putih itu.“Katakan pada saya, Dok bahwa Dokter berbohong, kan atas kematian Frank? Dia sudah kuat beberapa tahun untuk melawan penyakitnya, tapi kenapa dia menyerah begitu saja disaat aku dengannya mau menikah, Dok? Katakan kalau itu boho
“Katanya sudah lama, tapi tidak pernah memberitahuku tentang penyakitnya dengan alasan tidak ingin membuatku sedih, tapi kalau sudah seperti ini bag—”“Dia sudah baik melakukannya seperti itu karena kondisimu saat itu sedang terpuruk sehingga menurutnya tidak ingin membebani dan menambah pikiranmu karena aku yang berbuat masalah,” sela Barnett yang mencoba untuk memberi pengertian kepadanya.“Iya, lebih baik seperti itu,” kata Alexa menegaskannya.Barnett terdiam saat Alexa menegaskan kalimatnya. Ia mengusap kening Ali setelah selesai minum ASI lalu memandangi tulisan sedang beroperasi berwarna merah dan menyala dengan harapan hasil yang baik dan bisa melanjutkan hidup bersamanya.“Aku tadi menemukan dua kertas putih di atas nakas di kamar yang berada di kamar utama yang terlipat dan terdapat nama berbeda,” ucap Helena sambil mengeluarkan dua kertas putih itu dan diberikan kepada pemilik yang tertulis di kertas itu.Alexa dan Barnett hendak membuka surat itu, Dokter dan satu perawat k
Nada dering panjang berbunyi keras saat Alexa menuju Apartemen Frank. Ia merogoh wadah kotak di samping kursi mobil dan menemukannya. Nomor tak dikenal menghubunginya beberapa kali lalu mengangkat panggilan masuk dari nomor itu.“Lama sekali mengangkat panggilan masuknya!” sentak seorang pria di balik handphone.Alexa mengernyitkan dahi. “Siapa?”“Bayu!”“Ada apa? Kenapa kamu marah-marah?”“Cepetan ke rumah sakit internasional,” jawab Bayu yang terdengar tangisan bayi yang melengking.“Kamu sedang menggendong anakku?”“Iya, cepetan datang ke Rumah sakit Internasional sekarang! Kondisi Frank drop!” pekik Bayu panik lalu menutup panggilan masuk darinya.Alexa memutar balik arah tujuannya menjadi ke Rumah Sakit Internasional dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia harus segera tiba di sana sebelum memasuki jam dua belas siang agar tidak terjebak macet.Ia membunyikan klakson ketika ada mobil yang mencoba untuk mendahuluinya dan menghalangi jalur perjalanannya. Namun, ketika hendak memasuk
Barnett mengalihkan kepala dari tangannya lalu menatap Helena yang berdiri dengan mengalirkan butiran bening di pipi dengan deras. Dia meminta untuk mendekat padanya dan Helena duduk di samping Barnett dan Frank.“Psikologi Papa terganggu, Dik.”“Astaga, Papa,” rengek Helena terisak.Helena memeluk erat Barnett saat mendengar kondisi papanya yang sakit. Mereka terlihat menyesali perbuatan yang sering membantah dan membangkang orang tuanya, apalagi hanya memiliki satu orang tua dalam hidupnya.Alexa melihat adik kaka berpelukan menjadi sedih karena berusaha keras menjaga orang tua yang sudah lansia dan hanya tersisa satu orang. Semua harus didasari oleh kejadian terlebih dahulu untuk merekatkan hubungannya.Semua selalu mengalami keterlambatan untuk menjadi satu. Jika tidak seperti itu maka siapa pun tidak akan pernah merasakan kembali ke keluarga yang sudah retak.“Barnett, Helena, aku pulang dulu, ya. Alexa sudah punya anak kecil, jadi maaf tidak bisa lama-lama seperti biasa.”“Iya,
Kelvin tertawa keras ketika melihat Barnett yang sangat khawatir kepadanya. Dia tidak pernah berbuat khawatir kepada adiknya dan membuatnya merasa aneh. Kelvin semakin menjambak rambut Helena hingga membuatnya mengerang.Sontak, Reynard memegang kaki Kelvin dengan erat. Dia seakan memohon untuk melepas tangan dari rambutnya. Kelvin menyingkirkan tangan pria lansia itu dengan keras sampai tersungkur di lantai.“Kelvin!” teriak Barnett dengan wajah semakin merah padam.“Apa? Jika kamu berniat mengganti hak kuasa maka Raja pengusaha dan adikmu yang cantik ini mati di tanganku!”“Kamu mengancamku juga percuma karena aku sudah mengesahkannya ke notaris.”“Kamu!”Kelvin menembak pundak Helena dan Helena berteriak kesakitan sembari memegang pundaknya yang mengalirkan air berwarna merah segar. Sontak, semua orang membulatkan bola mata dan membuat Alexa memajukan langkahnya, tapi ditahan oleh Frank.Frank memasuki ruangan luas yang kosong terlebih dahulu dengan mengendap-endap dan disusul oleh
Bola menyebar ke seluruh benda yang ada di kamarnya dan berhenti di meja dekat sofa. Meja kayu persegi panjang ter dapat botol yang digunakan wadah untuknya setelah memompa ASI.“Dia pintar juga bisa menidurkan Ali tanpa membangunkanku. Aku sangat bersyukur memilikimu, Sayang karena kamu adalah pria sigap tanpa diberitahu dan diminta tolong. Semoga kamu adalah jodoh terakhirku dalam seumur hidupku dan mudah-mudahan kamu sembuh agar bisa menikah dan punya anak darimu.”Alexa berbicara lirih dengan penuh harapan sembari menatapnya lamat dari kejauhan. Wajah tampan dengan garis rahangnya yang tegas membuat nyaman seakan tidak pernah memaki, menghakimi dan merendahkanku. Bahkan cara menegurnya sangat lembut tanpa membentak, meskipun ia tahu bahwa Frank sangat kesal dan marah kepadanya.Butiran mengalir bening ketika mengingat penyakit yang ganas menginap di tubuhnya. Namun, ia berjanji merawat Frank dengan berusaha keras untuk menyembuhkannya.Frank terbangun dari tidur dengan per
“Dia sakit kanker perut stadium empat. Dia menahan rasa sakit yang luar biasa dan memiliki motivasi sembuh dari penyakitnya karena seorang wanita yang membuatnya lebih baik dan nyaman dalam menjalani hidup.”Dokter membeberkan penyakit Frank yang semakin parah. Sontak, butiran bening mengalir deras sambil menutup bibirnya yang ternganga. Frank tidak pernah memberitahu tentang penyakit yang menggerogoti tubuhnya dan terlihat sehat.Alexa memukul lengannya pelan sembari terisak dan ditinggal oleh Dokter untuk diberi ruang privasi di antara mereka. Dokter yang menanganinya adalah Dokter yang sudah lama merawatnya dan memberi asupan obat.Frank memegang tangannya lalu memeluk erat. Dia tidak pernah tega dan maksud untuk menyembunyikan penyakitnya. Dia selalu memikirkan perasaan orang lain dan mementingkan kebahagiaan orang lain.“Jahat!”“Maaf.”“Kalau kamu sakit seharusnya bilang ke aku, jangan disembunyikan. Aku minta sama kamu untuk selalu berkata jujur atas apa pun yang terjadi. Janga
“Dia baru sadar, Mbak. Sedari tadi belum sadar dan hanya memanggil nama Mbak terus. Apakah Mbak tadi mengajak bicara pasien?”“Iya, Dok. Saya tadi mengajak bicara dan merespons tangan saya dengan menggenggam erat.”“Tidak apa, Mbak. Pasien koma mendengar yang dikatakan oleh kita sehingga dia merespons dan merangsang otaknya untuk sadar. Jadi, kami sangat berterima kasih kepada Mbak karena perkiraan kami tersadar dari koma bakalan lama, ternyata tidak.”“Kalau boleh tahu, kenapa Dokter memvonis dia bakal lama sadar dari komanya? Apa yang mengenainya?”“Selain tembakan, dia juga mengalami gagar otak. Bagian kepalanya pecah sehingga menurut kami lama, tapi takdir tidak ada yang tahu sehingga bangun lebih cepat. Kami akan mengabari keluarganya.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Ia pun baru tahu bahwa mengajak bicara orang koma akan mempercepat alam bawah sadar dan meningkatkan fungsi otak. Alexa bersyukur bisa membuat Barnett terbangun dari koma dan dijadikan saksi untuk kasus istri dan sahabat
“Jangan mikirin itu dulu, kamu harus sudah ada di sana secepat mungkin. Ayo berangkat!”Frank menggandeng tangan Alexa lalu berpamitan ke Ibu dan keluar dari rumahnya. Mereka pergi ke rumah sakit menggunakan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Lima belas menit berlalu, mereka tiba di rumah sakit lalu mengambil langkah seribu menuju IGD dan disuguhkan pemandangan Helena memeluk ayahnya sambil terisak.“Helena, Papa.”“Mbak Alexa!”“Masuk, Nak. Ada perawat yang berjaga di sana untuk menunggumu karena harus menggunakan pakaian rumah sakit.”Alexa bergegas masuk rumah sakit dan melepas tangan Frank. Ia mengenakan pakaian rumah sakit lalu masuk ke ruangan dan melihat Barnett memanggil namanya.“Dia dari tadi memanggil nama saya, Sus?”“Iya, Mbak. Apakah Mbak adalah Mbak Alexa?”“Baiklah. Saya tinggal, ya, Mbak.”Alexa duduk di samping Barnett dengan memegang tangannya yang diinpus. Hati merasa terenyuh saat melihat kondisinya saat ini.“Aku di sini, Barnett,” kata Alexa sambil mengus