Martis memandangi selembar kertas yang diberikan oleh Aoi padanya. Ternyata, dalam kertas itu ada gambar foto wajahnya. "Martis, kau akan menjadi orang yang diincar banyak orang. Terutama pemburu hadiah." Aoi menjelaskan pada Martis. "Itu adalah poster buronan untukmu. Dan lihat angka itu. Untuk angka sebesar itu, pasti sangat membuatmu semakin diburu oleh mereka." "Aku menjadi buronan? Sungguh tidak masuk akal! Cih!" Tentu saja Martis sangat kesal. "Kami yang diserang, kami yang dirugikan, tapi kenapa justru mereka lah yang merasa menjadi sebagai korbannya?!" Aoi menghembuskan nafas panjangnya. "Huft..., Martis, kau tidak tahu kebusukan The World Government. Yah..., beginilah kenyatannya. Mereka selalu berlindung dibalik kata KEADILAN! Mereka semua munafik!" "Lalu, untuk apa semboyan yang mereka gemborkan itu?! Mengayomi masyarakat...? Cih!" Martis merobek kertas buronan miliknya. "Ini tidak bisa dibiarkan! Aku berjanji, aku akan mengungkapkan kebusukan mereka! Aoi, bisakah ka
Martis terkejut, ia menatap wajah Aoi dengan lekat. "Aoi, apakah kau bermaksud ingin pergi bersamaku membasmi para Sachibaki?" Martis melihat tatapan serius di raut wajah Aoi. Dengan wajah penuh ketegasan, Aoi pun mengangguk dan menjawab, "Benar, Martis. Ijinkan aku pergi bersamamu. Aku memiliki dendam tersendiri pada The World Government. Terlebih lagi, apakah kau tahu, jika Sachibaki yang kau kalahkan kemarin adalah salah satu kepercayaan Edmiral, namnya Kaziru." Dari tatapannya, sepertinya Aoi sangat marah. "Aoi, ini sangat berbahaya. Apakah kau tidak takut mati?" tanya Martis dengan wajah serius. "Mati? Martis, semua orang pasti akan mati. Jadi, kenapa aku harus merasa takut dengan kematian? Kita tidak tahu kapan waktunya kita akan mati. Tapi setidaknya, aku ingin menjadikan kematianku nantinya tidaklah sia-sia. Jika memang aku harus mati, maka aku ingin mati dalam pertempuran yang terhormat demi membela hak orang banyak!" Martis merasakan benar-benar tidak ada keraguan sed
Karena melihat Aoi yang sangat mahir dalam berpedang, Martis memutuskan akan mengajari teknik berpedang padanya. "Aoi, aku ada sesuatu untukmu. Lihatlah ini, coba kau pelajari secara perlahan." Rupanya Martis membeli sebuah kitab berpedang dari sistem yang kemudian ia berikan pada Aoi. "Martis, kitab apa ini?" tanya Aoi seraya menerima kitab yang Martis berikan. "Sesuai judulnya, itu adalah kitab Seni Berpedang. Aku rasa, kau akan cocok jika mempelajari kitab ini." "Em..., baiklah. Aku akan mempelajarinya. Tapi, apakah kitab ini boleh kau berikan padaku secara cuma-cuma seperti ini?" tanya Aoi yang sedikit sungkan. "Jika kau memang ingin memilikinya, maka ambilah. Tapi jika memang nanti ingin kau kembalikan, kau boleh mengembalikannya nanti, setelah kau menguasai semua teknik yang ada di dalam kitab ini." "Terima kasih, Martis. Sejujurnya, aku memang mencintai seni berpedang. Kau sangat mengerti apa yang aku butuhkan." Hari ini, Martis dan Aoi lanjut berlatih. Dan latihan
Akhirnya Martis dan Aoi mendapatkan kamar yang bersebelahan. Walaupun harganya terbilang cukup mahal tapi tidak masalah bagi Martis dan Aoi karena mereka suka atas pelayanan dan tempat yang tersedia sesuai dengan harganya. "Hey, kamu..., siapa namamu?" tanya Martis seraya mengeluarkan satu koin perunggu dari kantung koinnya dan ia berikan pada pemuda yang mengantarnya tadi. "Jefry, Tuan. Nama saya Jefry. Terimakasih Tuan...," jawab pemuda itu seraya menundukkan kepala dan menerima uang tips yang diberi kan oleh Martis. "Oh, Jefry ya? Oke, akan ku ingat namamu." Martis dan Aoi lalu memesan kamar untuk menginap sementara di kota Kalendra. Martis juga sengaja memesan kamar yang bersebelahan dengan Aoi. Dengan cara ini Martis bisa meminimalisir respon jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada Aoi. Martis sadar, pasti sudah ada orang yang mengincarnya, karena poster wajah dirinya sepertinya sudah tersebar cukup banyak. Dan benar saja, baru beberapa jam dia istirahat di kamar
Wanita itu tertawa saat sudah berhadapan dengan Martis. "Memangnya kenapa jika kau sudah memiliki anak dan istri?" "Tidak, hanya sekedar pemberitahuan saja. Karena aku mengira kau akan meminta untuk aku nikahi. Jadi..., ya..., kuberi tahu pada kalian semua, bahwa aku sudah memiliki anak dan istri." Jawaban Martis, justru semakin membuat wanita itu semakin jatuh cinta karena dia tahu betapa kuatnya rasa setia Martis pada mereka. Kemudian wanita itu kembali berbicara, "Jujur, aku sangat benci ketika tahu bahwa kau telah memiliki anak dan istri. Tapi sungguh, aku ingin menjadi milikmu." Semua orang benar-benar tercengang dibuatnya. Kata-kata itu adalah kata-kata yang diharapkan jutaan pria di dunia ini. "Lalu, setelah kau tahu aku telah memiliki anak dan istri, apa yang akan kau lakukan?" tanya Martis, suasana di sana hening, tidak ada yang berani berbicara sembarangan. Salah sedikit saja dalam berbicara, bisa nyawa melayang. Begitulah kekejian Klan Wanita yang cukup terkenal
Martis baru sadar, kalau dirinya tengah berada di suatu ruangan yang ternyata sangat ramai. Yang membuat Martis cukup tercengang adalah pemandangan yang takjub. Para wanita ini, entah bagaimana caranya, wajah mereka semua terlihat sama. Bahkan pakaian yang dikenakan pun sama. Sulit bagi Martis membedakan antara mereka. Hal ini membuat pikiran Martis semakin pusing memikirkannya. 'Apa-apaan ini? Kenapa bisa mereka memiliki wajah yang sama semuanya? Apakah ini sebuah trik? Teknik apa yang digunakan dalam jurus seperti ini? Rasanya seperti nyata. Sangat nyata!' Martis melanjutkan langkahnya untuk berkeliling wilayah Klan Wanita tanpa sadar. Dia memperhatikan bahwa tempat ini begitu indah. Ada rasa nyaman saat menghirup udara untuk bernafas. Rasanya sangat segar, benar-benar terasa masih alami. Semakin Martis memperhatikan tempat ini, semakin Martis merasa nyaman. "Apakah aku boleh tinggal di sini?" tanya Martis. "Tentu saja boleh. Jika kau menjadi suamiku," jawab Mia yang mendampi
Hari ini adalah hari di mana hati dan pikiran Martis dipenuhi tanda tanya. Namun, untuk saat ini Martis tidak mau terlalu pusing dengan keadaan dan situasi saat ini. Pikirnya, yang terpenting setidaknya ia dapat menghilangkan rasa rindunya pada keluarga kecil yang amat dicintainya. Setelah mereka semua selesai bercerita, malam ini juga akhirnya Martis dan Mia yang ada di Planet lain ini sepakat dan langsung melangsungkan hari pernikahan mereka berdua. Tapi sepertinya, saat mereka akan saling mengucap janji setia, ada sedikit insiden. Insiden itu terjadi akibat adanya beberapa provokator dari anggota Klan Wanita yang menolak keras pernikahan ini. "Tunggu dulu! Kami tidak akan membiarkan acara pernikahan ini terjadi!" Terdengar teriakan seorang wanita. Dia adalah Juwita. Bukan hanya Juwita, ada Agnes dan yang lainnya turut berdiri dan menentang pernikahan Martis dan Mia tersebut. "Benar, kami juga tidak setuju dengan pernikahan ini! Kami adalah Klan Wanita, dan kami semua sudah
Martis sangat penasaran dengan apa yang ada di dalam peti itu. Dan akhirnya rasa penasarannya itu berakhir setelah melihat apa yang ada di dalam peti itu. "Mia...? Benda apa ini?" tanya martis, ia mengambil benda yang ada di dalam peti. Benda itu ternyata bentuknya segitiga dan ukurannya cukup kecil, tidak sebanding dengan peti untuk menyimpannya. Padahal, awalnya martis mengira yang ada di dalam peti itu sebuah pedang atau benda lainnya yang ukurannya sesuai dengan peti itu. Namun, setelah mengetahui benda di dalam peti itu ukurannya kecil, hanya setelapak tangan saja, Martis merasa itu sangat berlebihan. "Martis, aku tahu apa yang ada di dalam pikiranmu," ujar mia. "Em..., tidak, tidak. Aku penasaran, kenapa benda ini disimpan dengan cara khusus. Itu tandanya, benda ini pasti memiliki keistimewaan." Mia tersenyum, ia sudah menebak kalau Martis akan berkata seperti itu. "Penilaianmu sangat baik. Baiklah, dengarkan aku. Aku akan menjelaskan benda apa ini." Suasana menjadi s