Usia kandungan Emilly semakin bertambah setiap harinya, tanpa terasa minggu depan prediksi hari perkiraan kelahirannya. Beragam cara sudah dilakukan Emilly agar nantinya bisa melahirkan dengan normal, dimulai dari rutin senam hamil, lebih banyak melakukan kegiatan, makan dan minum khusus untuk menambah berat badan bayi dan juga meminum vitamin khusus ibu hamil yang diimpor langsung dari luar negeri.
Ketika Emilly sedang menyiram bunga-bunga yang berada di halaman belakang, perutnya terasa sangat sakit, dari setiap beberapa jam sekali kini menjadi setiap beberapa menit sekali. Semakin lama perutnya terasa kencang, keringat pun membanjiri kening serta tubuh Emilly.
“To-tolonggggg…..” teriak Emilly ditengah rasa sakit yang dirasakannya.
Kebetulan pembantu rumah tangga yang menemani Emilly menyadari ada yang aneh dengan majikannya dan segera menghampiri. “Nyonya, bertahanlah,” pinta pembantu merasa panik lalu memberitahu
Kelahiran sang buah hati sangat disambut dengan baik bahkan hangat oleh kedua belah pihak keluarga. Kedua besan yang sejak lama sedikit merenggang kini sepakat untuk akur demi sang cucu yang sudah lahir di dunia.Wajah tampan rupawan dengan warna mata kecokelatan dan berkulit putih bersih membuat semua orang yang melihatnya merasa sangat jatuh cinta. “Akhirnya kita resmi menjadi seorang kakek,” ucap Sammuel menggendong cucunya dengan sangat hati-hati dan terlihat sangat kaku. Emilly yang melihatnya merasa tertawa geli karena ayahnya seperti sedang menggendong barang yang sangat berharga sehingga harus hati-hati.Ketika mereka tengah berada dalam suasana haru bahagia, ada sebuah panggilan telepon dari ponsel Abraham yang membuat raut wajahnya seketika berubah. Emilly yang menyadari hal itu bergegas membuntuti suaminya yang memilih mengangkat panggilan telepon sedikit menjauh, tentu saja hal itu semakin membuatnya curiga. “Siapa yang menel
Setelah kepergian istri tercintanya, Abrisam bersumpah tidak akan jatuh cinta lagi kepada wanita manapun karena hanya Emilly yang ada dihatinya dan perasaan ini akan dibawanya sampai akhir hayat seperti apa yang dilakukan mendiang istrinya yang membawa cinta mereka sampai keabadian.Waktu demi waktu berlalu dengan begitu cepatnya, membesarkan Abraham tanpa sosok Ibu yang turut merawatnya tidak membuat Abraham tumbuh menjadi anak yang kekurangan kasih sayang. Saudaranya sangatlah menyayanginya, dengan senang hati mereka memberikan kasih sayang untuk Abraham apalagi ia tumbuh menjadi anak yang tidak pernah menuntut, pandai dan semakin tampan.Sesekali Sammuel masih menjenguk cucunya untuk melepas rindu sekaligus menatap anak tersayangnya dalam diri Abraham. Bola mata yang mirip dengan Emilly membuat Sammuel selalu merindukan anaknya yang telah tiada.“Andai Emilly masih ada sudah pasti dia akan bangga kepadamu, Boy. Betapa tampann
*Mulai bab ini sudah masuk alur maju ya. Dimana menceritakan kisah Arsenio juga Eve selepas diusir dari mansion Saputra Wijaya.*####Karena situasi yang semakin canggung, akhirnya Arsenio pamit pergi, sebelum itu, dirinya mengatakan sesuatu kepada Saputra Wijaya, “Tuan, saat ini kondisi Nyonya Eve sedang terbaring lemah di rumah sakit, jika masih ada sisi kemanusiaan serta terketuk hati nurani anda, silahkan jenguk anak semata wayang anda, saat ini tidak ada yang menjadi tempatnya bersandar bahkan hanya saya yang saat ini dimilikinya, bahkan saya juga sudah berjanji kepadanya, bahwa saya tidak akan meninggalkan Eve dan akan menjaganya serta melindunginya sebagaimana ketika dulu saya bekerja menjadi pengawalnya,” ucap Arsenio membuat Saputra tertegun ketika mengetahui jika anak semata wayangnya masuk rumah sakit.Bahkan Saputra merasa menjadi ayah yang gagal karena mengetahui fakta ini dari orang lain, na
Sedangkan di lain sisi, seseorang terus mengintai mereka berdua dengan sangat halus. Setelah mengetahui kondisi Eve, segera ia laporkan kepada majikannya. “Nyonya Eve setiap harinya semakin membaik, Tuan. Bahkan pengawalnya sangat telaten dalam menjaga anak semata wayang anda.”“Terus pantau kondisinya, jangan lupa. Tetaplah hati-hati,” tegur Saputra Wijaya.Meskipun dalam pikirannya selama ini bisa menyamar dan mengamati dengan baik, namun itu semua tidak berlaku bagi Arsenio yang merasa curiga sejak awal namun memilih diam sembari terus mengikuti cara bermain seseorang yang dicurigainya.Diam-diam, ia menghubungi anak buahnya untuk menjaga keamanan rumah sakit tempatd dimana Eve dirawat serta mengunci pergerakan seseorang. Tidak butuh waktu lama, kini beberapa pengawal Arsenio sudah tiba di rumah sakit menggunakan mobil tak kalah mewahnya dari bos.“Ada seseorang yang aku curigai beberapa hari ini. Hingga saat
“Apa aku sudah tidak ada artinya lagi di mata Papah? Sampai datang ke sini pun bukan aku yang menjadi tujuannya.” Tanya Eve dengan wajah sendu.“Tidak masalah jika anda sudah bukan tujuannya, Nyonya. Masih ada saya yang akan berusaha sebaik mungkin meratukan anda,” jawab Arsenio dengan sangat yakin membuat Saputra tertawa cukup keras sebagai tanda mengejek.“Mantan pengawal sepertimu mana bisa menghidupi anak semata wayang saya yang sedari kecil bergelimang harta? Jangan mimpi terlalu tinggi!” ejek Saputra Wijaya.“Memang saya hanya mantan pengawal dari anak semata wayang anda. Namun bukan berarti saya lepas tanggung jawab setelah semua yang telah terjadi, setidaknya saya tetap berada di sampingnya dalam posisi terbawahnya. Perihal menghidupi seperti yang anda lakukan sedari kecil, saya akui memang belum bisa melakukannya namun akan saya usahakan jika anak anda tidak merasa kekurangan ketika bersama saya.” Jawab Arsenio dengan sangat tenang namun terdengar dalam bahkan menyentil peras
Ketika mereka tengah menikmati makan malam, ada panggilan masuk dari ponsel Arsenio yang harus diangkat segera. “Halo? Ada apa?” tanya Arsenio.“Kami mendapat clue siapa yang sudah membakar kantor anda, Bos.” Jawab anak buahnya membuat Arsenio sangat penasaran.“Siapa orangnya?” tanya Arsenio tidak sabar.“Kami belum bisa menyebutkan nama secara pasti, Bos lantaran orang suruhannya sampai sekarang memilih terdiam.” Jawab anak buahnya.“Paksa dia!” pekik Arsenio geram. Ia lupa jika saat ini masih ada Eve di sampingnya, panggilan yang penting itu kini terpaksa dimatikan dan berganti menjadi via chat.“Saya tidak mau tahu pokoknya paksa dia sampai mengakui semuanya!!” isi chat Arsenio.“Akan kami usahakan, Bos.” Jawab anak buahnya membuat Arsenio kurang puas.“Saya tidak butuh kata usahakan tapi segera lakukan! Jika hanya usaha saja maka tindakannya minim, maka dari itu ganti dengan lakukan, karena dengan itu kalian akan lebih banyak aksi! Jika kalian tidak mampu maka saya yang nantinya
Kini Arsenio memikirkan bagaimana caranya untuk membalas dendam atas semua ini? Belum juga luka akibat penghinaan waktu itu sembuh malah kini bertambah dengan fakta baru. “Jika aku membalasnya dengan sama-sama menghancurkan perusahaan rasanya bukanlah cara yang berkelas apalagi nantinya membutuhkan kerja yang sangat keras dalam melakukannya. Lebih baik memikirkan sebuah cara yang sangat tidak disangka olehnya namun berhasil membuatnya merasa kalah telak juga rapuh, tapi apakah itu?” batin Arsenio sedang menerka-nerka. Entah darimana pikirannya, ia kembali teringat kejadian Emir Ansel yang tertangkap basah menjadi dalang utama dalam skandalnya bahkan motifnya pun saat ini sangat dirasakan olehnya, yaitu sakit hati. “Apakah mungkin aku melakukan hal itu? Bukankah rasanya sangat kejam? Lalu nanti apa bedanya antara diriku dengan Emir Ansel?” gumam Arsenio penuh kebimbangan. Ditengah rasa bimbangnya, Eve datang menghampiri untuk menawarkan makan bersama bahkan ia meminta diajarkan ca
“Baik…. Semoga acara pernikahan kalian nantinya lancar ya dan jangan lupa untuk honeymoon di sini siapa tahu kita bertemu lagi,” goda Steff sembari tertawa yang membuat Eve mengangga dan Arsenio hanya tersenyum tipis sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Mengapa orang yang baru kita kenal bisa begitu mudahnya menilai kita?” tanya Eve terkejut. “Entahlah…. Mungkin diantara kita ada chemistry yang sangat kuat sehingga membuat orang-orang menyimpulkan jika kita ini adalah sepasang kekasih yang akan menikah.” Jawab Arsenio membuat Eve semakin tersipu malu. Entah mengapa, kali ini ia merasakan jika Arsenio sudah mulai berani mengutarakan apa yang ada di hatinya. Padahal sebelumnya ia adalah cowok yang sangat dingin bahkan terlalu serius makanya membuat Eve sering merasa kesal ketika berhadapan dengannya apalagi ketika hendak bernegosiasi supaya Eve bisa pergi tanpa pengawalannya dulu. “Aku lapar, Arsenio.” Rengek Eve memegangi perutnya, sebenarnya ia belum merasa sangat lapar