Windy menenteng tasnya mencari kontrakan untuk tempat tinggalnya, ia berjalan dengan gontai meratapi nasibnya dan menahab rasa sesak di dadanya yang terus menerus merasa terhimpit.
"Kenapa nasibku seperti ini ya Allah?" keluh Windy.Saat berjalan menyusuri beberapa rumah Windy melihat tulisan 'Masih kosong kontrakan khusus wanita', Windy langsung saja masuk menanyakan siapa pemiliknya pada penghuni di sekitar kontrakan tersebut."Permisi, kalau boleh tahu pemilik kontrakan ini dimana ya rumahnya?" tanya Windy pada seorang perempuan paruh baya."Oh itu, yang rumahnya warna kuning" jawab perembuan paruh baya tersebut."Oh, Terimakasih bu." ucap Windy.Windy berjalan kearah rumah yang ditunjukkan, dia mengetuk pintu beberapa kali sehingga muncullah Wanita paruh baya dengan memakai kacamata diwajahnya."Permisi, apakah benar ini yang punya kontrakan disini?" tanya Windy."Betul neng, mau ngontrak disini?" tanyanya."Emang satu bulannya berapa bu?" tanya Windy."Satu bulannya 500 ribu, kalau mau bisa langsung ditempati udah ada kasurnya sama kamar mandinya juga di dalem neng." ucap pemilik kontrakan."Wah mau dong bu, saya langsung bayar sekarang juga mumpung uangnya ada." ucap Windy."Sebentar, saya bawa kunci dulu." ucap pemilik kontrakan yang bernama Sari.Sari mengambil kuncinya dari dalam rumah, dia kemudian menujukkan kamar kontrakan yang akan ditempati oleh Windy. Daripada pusing nyari tempat tinggal lebih baik ia ambil tawaran dari Sari, toh dia gak perlu siapin kasur dengab harga yang lumayan."Ini kamarnya, lumayan luas sih kalau buat sendiri. Ini kuncinya, listrik sama air itu udah berikut ya neng semoga betah tinggal disini." ucap Sari."Iya bu, ini uangnya." ucap Windy mengeluarkan uang dari dalam tasnya.Sari mengambil uang yang di berikan oleh Windy, dia memasukannya kedalam saku bajunya. Windy mengambil kuncinya lalu masuk kedalam kontrakannya, dia melihat sekelilingnya yang ternyata emang lumayan kalau buat dirinya yang tinggal sendirian."Lumayan lah, daripada luntang lantung di jalanan." ucap Windy sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur.Keesokan harinya.Windy sudah bersiap memakai pakaian kerjanya, jarak dari kontrakan ke tempat dimana dia bekerja lumayan jauh jadi dia harus berangkat lebih awal. Saat ini Windy sudah berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan umum lewat, setelah ada angkot yang melintas ia segera menghentikannya kemudian masuk kedalamnya.Dikediaman David.Gibran hari ini libur sekolah dan ayahnya mengajaknya ke perusahaan, senang sudah pasti karena ia bisa menghabiskan waktunya bersama sang ayah. David turun dari kamarnya sudah rapi dengan jas kantornya, dia sarapan bersama Gibran sebelum berangkat ke kantor."Gibran habiskan sarapanmu, sebentar lagi kita berangkat." ucap David datar."Iya dad." jawab Gibran.David dan Gibran fokus dengan makanannya, mereka sarapan tanpa mengeluarkan suaranya hanya dentingan sendok yang beradu memecah keheningan diantara keduanya. Selesai sarapan David dan Gibran masuk kedalam mobilnya dan dusuk di kursi belakang, Udin melajukan mobilnya menuju ke perusahaan milik David. Ketika sudah berada di dalam mobil pastinya David akan mengecek laporan yang masuk kedalam emailnya, Gibran hanya mampu terdiam sambil menatap jalanan yang ramai kendaraan berlalu lalang.Cekiit..Mobil sudah sampai di depan perusahaan Mahesa group yang sudah berdiri bertahun-tahun lamanya, David selaku pewaris Mahesa group memimpin perusahaan semakin berjaya, atas kegeniusannya David mampu menduduki urutan nomor satu pengusaha tersukses di dunia bisnis.David menggandeng tangan putranya masuk kedalam perusahaan, dia berjalan dengan langkah tegap tanpa menunjukkan ekspresinya. Para karyawan menundukkan kepalanya saat David dan Gibran berjalan melewati semua karyawan yang sedang berlalu lalang, asisten pribadi David yaitu Alan menyambut kedatangannya."Ruang meeting sudah siap tuan, para kolega sudah menunggu anda disana." ucaon Alan."Hemm." jawab David dengan singkat.David berjalan keruang kerjanya yang berada dilantai paling atas gedung miliknya, dia membawa sang putra ikut serta naik keatasnya."Gibran kau tunggu di ruang kerja daddy, jangan nakal dan jangan kemana-mana." ucap David dingin."Baik daddy." sahut Gibran.Sampai diruangan khusus CEO David mengambil berkas yang akan ia bawa meeting, dia juga membuka kamar yang disediakan khusus miliknya kemudian meletakkan buku dan juga menyalakan televisi untuk Gibran."Alan kau tetap awasi anakku di ruang meeting." titah David."Siap tuan." jawab Alan.David meninggalkan Gibran yang kini sedang fokus menonton animasi kesukaannya, dia berjalan ke ruang meeting dimana para kolega bisnis sedang berkumpul menunggu kedatangannya.David memimpin meeting sampai menjelang jam istirahat, setelah beres melakukan meeting dan mendapat kesepakatan dia mengakhiri pertemuannya. David keluar dari ruangan meeting diikuti oleh Alan dibelakangnya, dia berjalan menuju keruangannya dimana Gibran sudah tertidur diatas kasur dengan tv yang masih menyala."Kasihan sekali dia sampai ketiduran." ucap David.David tidak ingin mengganggu tidur sang anak, dia lebih memilih mengistirahatkan tubuhnya disamping Gibran sambil bersandar di kepala ranjang.Euunnghhh..Hooaamm.."Daddy." panggil Gibran dengan suara serak khas bangun tidurnya."Hemm." sahut David dengan mata terpejam.Kkkrruukkk..Suara perut Gibran berbunyi begitu nyaring sampai mata David langsung terjaga, David meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku."Kau lapar boy?" tanya David."Iya dad." jawab Gibran."Ayo kita makan di restoran favoritmu." ajak David.Gibran menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, David menggendong tubuh Gibran karena anaknya masih terlihat mengantuk."Alan." panggil David.Alan yang merasa dipanggil langsung masuk kedalam ruangan David."Apa ada yang tuan butuhkan?" tanya Alan."Kita ke restoran Giomani, bilang pada Teguh untuk siapkan laporan pengeluaran dan juga pemasukan biar sekalian aku memeriksanya." ucap David."Laksanakan tuan." seru Alan.Alan menelpon pihak restoran milik David yang tak jauh dari perusahaan, selesai menelpon Alan menutup telponnya."Sudah tuan, Teguh bilang kalau laporannya tinggal di periksa saja." ucap Alan."Oke, Ayo." ucap David mengajak Alan pergi.David berjalan sambil menggendong tubuh Gibran diikuti oleh Alan dibelakangnya, ia masuk ke dalam mobilnya kemudian melesat pergi menuju restoran.Di sebuah restoran Windy terlihat sedang melayani pengunjung, dia menata makanan dan minuman yang sudah di pesan sebelumnya diatas meja. Manager restoran mengumpulkan semua karyawannya di belakang, setelah semua berhasil dikumpulkan ia pun membuka suaranya."Mohon minta waktunya sebentar, perhatian untuk semuanya. Hari ini kita akan kedatangan pemilik restoran saya harap kalian jaga sikap dan layani ia sebaik mungkin dan jangan membuat kesalahan, jika salah satu diantara kalian melakukan kesalahan maka pekerjaan kalian taruhannya." ucap Manager.Para karyawan menganggukkan kepalanya serentak, karyawan yang sudah mengenal siapa pemilik restoran seketika wajahnya berubah pias. bagaimana tidak, David terkenal dingin dan juga kejam bilamana ada salah satu diantara mereka melakukan kesalahan maka tidak ada ampunan baginya."Sri kenapa yang lain kayak tegang mukanya pas denger pemilik restoran mau dateng?" tanya Windy pada temannya."Loe gak tau aja, bos kita ini orangnya gak ada toleransi kalau salah ya salah dan gak ada ampunan alias dipecat langsung, makanya mereka pada takut." jawab Sri.Windy manggut-manggut mendengar ucapan Sri, dia belum pernah bertemu dengan pemilik perusahaan jadi dia tidak tahu siapa orangnya dan seperti apa sikapnya. Manager restoran membubarkan semua karyawan untuk kembali bekerja, sedangkan ia berdiri di depan untuk menyambut kedatangan David selaku pemilik perusahaan.Mobil yang ditumpangi oleh David sudah sampai di restoran, dia keluar disambut oleh manager restoran."Selamat datang tuan David." sapa manager."Hemm." jawab David dingin.David melangkahkan kakinya masuk sambil menggandeng tangan anaknya, dia mengedarkan pandangannya melihat setiap pengunjung yang datang dan duduk di mejanya masing-masing. Windy tak sengaja melihat manager berjalan bersama orang yang tak asing di ingatannya, dia menajamkan penglihatannya dan mengingat-ingat wajah siapa orangnya."Oh ya ampun, jangan bilang kalau dia pemilik restoran ini?" gumam Windy panik.Windy langsung berjalan menghampiri Sri rekan kerjanya, dia menyenggol lengan Sri kemudian menutup wajahnya dengan nampan."Sri yang jalan bareng manager siapa? jangan bilang kalau itu boss kita?" tanya Windy."Emang iya Win, dia kan boss kita, emangnya loe belum tahu?" jawab Sri.'Mampus gue' batin Windy.David berjalan kearah ruangan VIP yang disediakan khusus untuknya, dia tidak suka makan diruangan terbuka dan ramai orang yang melihat kearahnya. Manager restoran memberikan daftar menu pada David, Gibran memesan beberapa menu kesukaannya sedangkan David hanya memesan steak dan juga jus jeruk.Beberapa menit kemudian.Windy dipanggil oleh seniornya, dia diperintahkan untuk mengantarkan makanan untuk David."Windy, tolong antarkan makanan ini ke ruang VIP." ucap Senior."Tapi kak Devi kenapa aku? kan ada senior yang lainnya?" protes Windy."Mereka lagi sibuk, bukannya kamu juga lagi free? cepat antarkan nanti boss marah dan kita semua kena imbasnya." tegas Devi.Dengan berat hati Windy mengambil semua pesanan ke ruang VIP bersama salah satu rekan kerjanya, Windy sudah pasrah jika harus kehilangan pekerjaannya karena dia begitu ingat kejadian kemarin yang mana ia mengerjai David sampai terjatuh di kubangan air kotor.'Semoga tuh orang lupa sama gue' batin Windy.Windy sedikit menundukkan kepalanya agar wajahnya tidak terlihat Oleh David, ia menata semua makanan diatas meja. Gibran menelisik wajah Windy seperti mengenalnya, saat Windy menyodorkan piring pesanannya dia baru mengingat siapa orangnya."Kakak." panggil Gibran pada Windy.Windy refleks mengangkat wajahnya dan menatap kearah Gibran, David heran kenapa anaknya memanggil pelayan dengan sebutan kakak.'Lah kok bocah ini ada disini, sama si boss lagi' batin Windy heran.Deg!"Kau!" ucap David menunjuk kearah Windy."Hallo tuan, kita bertemu lagi ternyata dunia ini sempit yah." ucap Windy. "Daddy kenal dengan kak Windy?" tanya Gibran."Tidak." jawab David singkat. David menatap Windy dengan tatapan yang tak bisa diartikan, Windy sudah pasrah jika David memecat dirinya atas kejadian kemarin. "Kakak," panggil Gibran. "Iya adek ganteng? eh, maksudku tuan muda apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Windy. "Kakak boleh suapi aku?" tanya Gibran. "Gibran!" tekan David. David menatap tajam kearah Gibran, Windy bingung harus melakukan apa jika ia pergi seniornya pasti marah padanya, tapi jika dia stay di ruangan VIP rasanya sesak harus berhadapan dengan David. "Sorry dad." ucap Gibran menunduk. Gibran menundukkan kepalanya sedih, dia memakan makanannya yang kini langsung tak berselera. 'Daddy aku hanya ingin disuapi oleh kak Windy, aku senang bisa dekat dengannya dia baik seperti seorang ibu' batin Gibran."Kau kembali bekerja, dan ingat! urusan kita belum selesai." ucap David dingin."I-iya tuan."
Prangg..Windy tak sengaja menjatuhkan piring yang sedang ia cuci, perasaannya gelisah tak menentu. Senior di restoran langsung berkacak pinggang dihadapan Windy, dia begitu kesal melihat kecerobohan Windy yang memecahkan piring mahal yang sedang di cucinya. "Kamu becus kerja gak sih?! lihat akibat ulahmu piringnya pecah, emangnya kamu sanggup buat menggantinya hah?!" sentak Devi."Maaf mbak, aku tidak sengaja memecahkannya." ucap Windy."Aku tidak mau tahu, kau harus mempertanggung jawabkan ulahmu ini dan mengganti rugi piringnya!" ucap Devi semakin meninggikan suaranya. Windy lantas membersihkan tangannya dikucuran air keran wastafel, dia mengatur nafasnya yang kini mulai tersulut emosi tak terima dibentak oleh Devi selaku senior di tempatnya bekerja. "Bisa gak sih kalau ngomong itu pake cara baik-baik? gue ngerti kok gausah pake nyolot segala, gue ngehargain loe karena loe senior disini, dan satu hal yang harus loe tahu! loe bukan pemilik restoran ini, dan ya tanpa loe suruh gue
Selang beberapa jam kemudian. David menunggu Gibran tersadar dari pengaruh obat biusnya, dia memegang tangan putra semata wayangnya mencurahkan semua kasih sayang lewat sentuhan yang sangat jarang sekali ia lakukan. Gibran mulai menggerakkan matanya, perlahan matanya mulai terbuka lebar menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya."Boy, kau sadar." ucap David. "Da-ddy." panggil Gibran lemah. "Kau butuh sesuatu boy?" tanya David."A-air." ucap Gibran terbata.David mengambilkan segelas aie minum untuk Gibran, dia membantu anaknya untuk meminum minumannya menggunakan sendok."Jika ada yang sakit beritahu daddy." ucap David dingin. "Kakak." ucap Gibran. "Kakak? siapa yang kau panggil kakak?" tanya David bingung. "Tadi aku lihat kakak." jawab Gibran.Ceklek. Katrina dan Sean masuk kedalam ruang rawat Gibran, mereka langsung menghampiri cucu kesayangannya. "Cucu oma sudah sadar." ucap Katrina. "Kamu ini bikin opa khawatir boy." ucap Sean."Aauhhhh, ssshh." ringis Gibran. "Ya a
Alan menjalankan mobilnya menuju restoran milik David, dia mencari manager restoran guna mempermudah ia dalam mencari seseorang yang dimaksud oleh Gibran. "Teguh." panggil Alan.Alan tak sengaja melihat Teguh yang sedang berkeliling mengecek sekeliling restoran. Teguh yang merasa dipanggil pun membalikkan badannya kearah Alan, dia segera menghampiri Alan yang memanggil namanya. "Ada apa Alan?" tanya Teguh. "Tolong panggilkan manager restoran kesini." ucap Alan. "Ada perlu apa kau pada Aksal?" tanya Teguh. "Si boss nyuruh gue nyari perempuan yang tadi ngelayanin dia, sekarang tuan muda kecelakaan terus nanyain perempuan itu makanya gue dateng lagi kesini." jawab Alan. "Waduh Gibran kecelakaan? sebentar, gue panggilin pelayan yang lain aja pastinya mereka tahu siapa perempuan yang loe cari." ucap Teguh. "Yaudah cepetan." ucap Alan.Teguh pergi kebagian dapur dimana para pelayan berkumpul, dia memanggil salah satu pelayan untuk menghadap padanya."Devi." panggil teguh. Devi yang
Alan menatap foto yang tertera dalam biodata Windy, dia mencoba mengingat wajah Windy agar mempermudah ia dalam pencariannya. "Ada-ada aja nih tuan muda, biasanya kan dia paling anti sama orang baru? lah ini kenapa tiba-tiba pengen ketemu sama cewek ini?" heran Alan. Kruuukkk..Perut Alan sudah memberikan sinyal pertanda lapar, ia melihat kanan kiri jalanan mencari tempat makan, Alan tipikal orang yang tidak pilih-pilih makanan, menurutnya dimanapun ia makan selagi tidak beracun ia pasti akan memakannya. "Nah, itu ada warteg, makan dulu ah." ucap Alan. Alan menepikan mobilnya tepat di depan sebuah warteg, dia membuka pintu mobilnya keluar menuju warteg yang lumayan ramai pengunjung."Bu nasinya satu porsi. Lauknya kangkung, sambel, ikan asin, tempe sama kerupuk," ucap Alan pada pemilik warteg. "Minumnya air mineral, teh tawar, atau teh manis ?" tanya pemilik Warteg. "Teh manis bu." ucap Alan. "Silahkan duduk dulu, ditunggu ya pesanannya." ucap pemilik warteg dengan ramah. Ala
Gibran Mahesa, seorang anak kecil berusia 7 tahun mengidap penyakit Alopecia sejak ia berumur 4 tahun karena autoimun. Gibran kini duduk di bangku sekolah dasar internasional, teman satu kelasnya sering sekali membulinya karena rambutnya yang botak akibat penyakit yang di deritanya. Suatu hari, seperti biasanya ayah dari Gibran yang bernama David Giomani Mahesa mengantarnya ke sekolah. David adalah seorang single parents karena ia telah berpisah dengan istrinya sejak Gibran berusia 1 tahun, istrinya lebih memilih mengejar mimpinya dan pergi bersama selingkuhannya dibandingkan hidup dengan keluarga kecilnya. "Gibran, ayo nanti kamu kesiangan." ucap David datar. "Iya dad." sahut Gibran.Gibran duduk di belakang tepat disamping ayahnya yang selalu sibuk dengan tabletnya, supir menjalankan mobilnya meninggalkan rumah mewah milik David menuju sekolah Gibran. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, David adalah tipikal orang yang dingin dan tegas jadi jarang sekali ia berbicara
Gibran dan Windy memegang es krim ditangannya masing-masing, Gibran memesan es krim rasa cekelat, sedangkan Windy ia memesan es krim rasa Vanilla. "Terimakasih kak, kau sudah mentraktirku es krim." ucap Gibran. "Sama-sama adek ganteng, jangan sedih lagi ya." jawab Windy. Gibran menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, mereka berdua menikmati es krimnya sambil sesekali tertawa. Katrina mencari Gibran kesana kemari namun tidak juga menemukannya, saat turun dari mobil Katrina melihat Gibran berlari dengan cepat sampai ia kehilangan jejaknya. "Anak ini kemana sih? gatau apa omanya nyariin sampai pegel gini? kalo David tahu , bisa murka dia hiihh membayangkan wajahnya saja sudah ngeri." gumam Katrina bergidik ngeri.Katrina kembali mencari Gibran ke setiap sudut taman, lama mencari akhinya Katrina menangkap sosok Gibran yang sedang memakan es krim bersama seorang gadis disampingnya. Katrina langsung saja menghampiri Gibran, dia tidak ingin kehilangan lagi jejaknya. "Gibran." panggil
Davin jatuh kedalam kubangan air kotor, sang supir langsung berlari membantu tuannya berdiri. Windy tersenyum puas kini ia dan David impas, baginya semua makhluk di muka bumi ini derajatnya sama dimata tuhannyaentah kaya ataupun miskin. "Akhirnya kita impas." ucap Windy tersenyum. "Brengsek!" umpat David. Windy langsung pergi meninggalkan David, dia berjalan dengan santainya meskipun bajunya kotor. David mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan malunya karena banyak pasang mata yang menatap kearahnya. "Tuan sebaiknya kita masuk, takutnya ada wartawan yang meliput." ucap supir bernama Udin.David menuruti ucapan Udin, dia langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam mobiknya dengan perasaan dongkol. 'Awas kau wanita sialan! akan ku balas semua perbuatanmu.' batin David. Udin melihat lampu yang sudah berubah warna menjadi hijau, ia segera melajukan mobilnya menuju kediaman David. Di sepanjang perjalanan David terlihat memasang wajah dinginnya, ia ingin segera sampai ke rumah
Alan menatap foto yang tertera dalam biodata Windy, dia mencoba mengingat wajah Windy agar mempermudah ia dalam pencariannya. "Ada-ada aja nih tuan muda, biasanya kan dia paling anti sama orang baru? lah ini kenapa tiba-tiba pengen ketemu sama cewek ini?" heran Alan. Kruuukkk..Perut Alan sudah memberikan sinyal pertanda lapar, ia melihat kanan kiri jalanan mencari tempat makan, Alan tipikal orang yang tidak pilih-pilih makanan, menurutnya dimanapun ia makan selagi tidak beracun ia pasti akan memakannya. "Nah, itu ada warteg, makan dulu ah." ucap Alan. Alan menepikan mobilnya tepat di depan sebuah warteg, dia membuka pintu mobilnya keluar menuju warteg yang lumayan ramai pengunjung."Bu nasinya satu porsi. Lauknya kangkung, sambel, ikan asin, tempe sama kerupuk," ucap Alan pada pemilik warteg. "Minumnya air mineral, teh tawar, atau teh manis ?" tanya pemilik Warteg. "Teh manis bu." ucap Alan. "Silahkan duduk dulu, ditunggu ya pesanannya." ucap pemilik warteg dengan ramah. Ala
Alan menjalankan mobilnya menuju restoran milik David, dia mencari manager restoran guna mempermudah ia dalam mencari seseorang yang dimaksud oleh Gibran. "Teguh." panggil Alan.Alan tak sengaja melihat Teguh yang sedang berkeliling mengecek sekeliling restoran. Teguh yang merasa dipanggil pun membalikkan badannya kearah Alan, dia segera menghampiri Alan yang memanggil namanya. "Ada apa Alan?" tanya Teguh. "Tolong panggilkan manager restoran kesini." ucap Alan. "Ada perlu apa kau pada Aksal?" tanya Teguh. "Si boss nyuruh gue nyari perempuan yang tadi ngelayanin dia, sekarang tuan muda kecelakaan terus nanyain perempuan itu makanya gue dateng lagi kesini." jawab Alan. "Waduh Gibran kecelakaan? sebentar, gue panggilin pelayan yang lain aja pastinya mereka tahu siapa perempuan yang loe cari." ucap Teguh. "Yaudah cepetan." ucap Alan.Teguh pergi kebagian dapur dimana para pelayan berkumpul, dia memanggil salah satu pelayan untuk menghadap padanya."Devi." panggil teguh. Devi yang
Selang beberapa jam kemudian. David menunggu Gibran tersadar dari pengaruh obat biusnya, dia memegang tangan putra semata wayangnya mencurahkan semua kasih sayang lewat sentuhan yang sangat jarang sekali ia lakukan. Gibran mulai menggerakkan matanya, perlahan matanya mulai terbuka lebar menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya."Boy, kau sadar." ucap David. "Da-ddy." panggil Gibran lemah. "Kau butuh sesuatu boy?" tanya David."A-air." ucap Gibran terbata.David mengambilkan segelas aie minum untuk Gibran, dia membantu anaknya untuk meminum minumannya menggunakan sendok."Jika ada yang sakit beritahu daddy." ucap David dingin. "Kakak." ucap Gibran. "Kakak? siapa yang kau panggil kakak?" tanya David bingung. "Tadi aku lihat kakak." jawab Gibran.Ceklek. Katrina dan Sean masuk kedalam ruang rawat Gibran, mereka langsung menghampiri cucu kesayangannya. "Cucu oma sudah sadar." ucap Katrina. "Kamu ini bikin opa khawatir boy." ucap Sean."Aauhhhh, ssshh." ringis Gibran. "Ya a
Prangg..Windy tak sengaja menjatuhkan piring yang sedang ia cuci, perasaannya gelisah tak menentu. Senior di restoran langsung berkacak pinggang dihadapan Windy, dia begitu kesal melihat kecerobohan Windy yang memecahkan piring mahal yang sedang di cucinya. "Kamu becus kerja gak sih?! lihat akibat ulahmu piringnya pecah, emangnya kamu sanggup buat menggantinya hah?!" sentak Devi."Maaf mbak, aku tidak sengaja memecahkannya." ucap Windy."Aku tidak mau tahu, kau harus mempertanggung jawabkan ulahmu ini dan mengganti rugi piringnya!" ucap Devi semakin meninggikan suaranya. Windy lantas membersihkan tangannya dikucuran air keran wastafel, dia mengatur nafasnya yang kini mulai tersulut emosi tak terima dibentak oleh Devi selaku senior di tempatnya bekerja. "Bisa gak sih kalau ngomong itu pake cara baik-baik? gue ngerti kok gausah pake nyolot segala, gue ngehargain loe karena loe senior disini, dan satu hal yang harus loe tahu! loe bukan pemilik restoran ini, dan ya tanpa loe suruh gue
"Hallo tuan, kita bertemu lagi ternyata dunia ini sempit yah." ucap Windy. "Daddy kenal dengan kak Windy?" tanya Gibran."Tidak." jawab David singkat. David menatap Windy dengan tatapan yang tak bisa diartikan, Windy sudah pasrah jika David memecat dirinya atas kejadian kemarin. "Kakak," panggil Gibran. "Iya adek ganteng? eh, maksudku tuan muda apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Windy. "Kakak boleh suapi aku?" tanya Gibran. "Gibran!" tekan David. David menatap tajam kearah Gibran, Windy bingung harus melakukan apa jika ia pergi seniornya pasti marah padanya, tapi jika dia stay di ruangan VIP rasanya sesak harus berhadapan dengan David. "Sorry dad." ucap Gibran menunduk. Gibran menundukkan kepalanya sedih, dia memakan makanannya yang kini langsung tak berselera. 'Daddy aku hanya ingin disuapi oleh kak Windy, aku senang bisa dekat dengannya dia baik seperti seorang ibu' batin Gibran."Kau kembali bekerja, dan ingat! urusan kita belum selesai." ucap David dingin."I-iya tuan."
Windy menenteng tasnya mencari kontrakan untuk tempat tinggalnya, ia berjalan dengan gontai meratapi nasibnya dan menahab rasa sesak di dadanya yang terus menerus merasa terhimpit. "Kenapa nasibku seperti ini ya Allah?" keluh Windy. Saat berjalan menyusuri beberapa rumah Windy melihat tulisan 'Masih kosong kontrakan khusus wanita', Windy langsung saja masuk menanyakan siapa pemiliknya pada penghuni di sekitar kontrakan tersebut. "Permisi, kalau boleh tahu pemilik kontrakan ini dimana ya rumahnya?" tanya Windy pada seorang perempuan paruh baya."Oh itu, yang rumahnya warna kuning" jawab perembuan paruh baya tersebut. "Oh, Terimakasih bu." ucap Windy. Windy berjalan kearah rumah yang ditunjukkan, dia mengetuk pintu beberapa kali sehingga muncullah Wanita paruh baya dengan memakai kacamata diwajahnya. "Permisi, apakah benar ini yang punya kontrakan disini?" tanya Windy. "Betul neng, mau ngontrak disini?" tanyanya. "Emang satu bulannya berapa bu?" tanya Windy. "Satu bulannya 500
Davin jatuh kedalam kubangan air kotor, sang supir langsung berlari membantu tuannya berdiri. Windy tersenyum puas kini ia dan David impas, baginya semua makhluk di muka bumi ini derajatnya sama dimata tuhannyaentah kaya ataupun miskin. "Akhirnya kita impas." ucap Windy tersenyum. "Brengsek!" umpat David. Windy langsung pergi meninggalkan David, dia berjalan dengan santainya meskipun bajunya kotor. David mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan malunya karena banyak pasang mata yang menatap kearahnya. "Tuan sebaiknya kita masuk, takutnya ada wartawan yang meliput." ucap supir bernama Udin.David menuruti ucapan Udin, dia langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam mobiknya dengan perasaan dongkol. 'Awas kau wanita sialan! akan ku balas semua perbuatanmu.' batin David. Udin melihat lampu yang sudah berubah warna menjadi hijau, ia segera melajukan mobilnya menuju kediaman David. Di sepanjang perjalanan David terlihat memasang wajah dinginnya, ia ingin segera sampai ke rumah
Gibran dan Windy memegang es krim ditangannya masing-masing, Gibran memesan es krim rasa cekelat, sedangkan Windy ia memesan es krim rasa Vanilla. "Terimakasih kak, kau sudah mentraktirku es krim." ucap Gibran. "Sama-sama adek ganteng, jangan sedih lagi ya." jawab Windy. Gibran menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, mereka berdua menikmati es krimnya sambil sesekali tertawa. Katrina mencari Gibran kesana kemari namun tidak juga menemukannya, saat turun dari mobil Katrina melihat Gibran berlari dengan cepat sampai ia kehilangan jejaknya. "Anak ini kemana sih? gatau apa omanya nyariin sampai pegel gini? kalo David tahu , bisa murka dia hiihh membayangkan wajahnya saja sudah ngeri." gumam Katrina bergidik ngeri.Katrina kembali mencari Gibran ke setiap sudut taman, lama mencari akhinya Katrina menangkap sosok Gibran yang sedang memakan es krim bersama seorang gadis disampingnya. Katrina langsung saja menghampiri Gibran, dia tidak ingin kehilangan lagi jejaknya. "Gibran." panggil
Gibran Mahesa, seorang anak kecil berusia 7 tahun mengidap penyakit Alopecia sejak ia berumur 4 tahun karena autoimun. Gibran kini duduk di bangku sekolah dasar internasional, teman satu kelasnya sering sekali membulinya karena rambutnya yang botak akibat penyakit yang di deritanya. Suatu hari, seperti biasanya ayah dari Gibran yang bernama David Giomani Mahesa mengantarnya ke sekolah. David adalah seorang single parents karena ia telah berpisah dengan istrinya sejak Gibran berusia 1 tahun, istrinya lebih memilih mengejar mimpinya dan pergi bersama selingkuhannya dibandingkan hidup dengan keluarga kecilnya. "Gibran, ayo nanti kamu kesiangan." ucap David datar. "Iya dad." sahut Gibran.Gibran duduk di belakang tepat disamping ayahnya yang selalu sibuk dengan tabletnya, supir menjalankan mobilnya meninggalkan rumah mewah milik David menuju sekolah Gibran. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, David adalah tipikal orang yang dingin dan tegas jadi jarang sekali ia berbicara