Gibran dan Windy memegang es krim ditangannya masing-masing, Gibran memesan es krim rasa cekelat, sedangkan Windy ia memesan es krim rasa Vanilla.
"Terimakasih kak, kau sudah mentraktirku es krim." ucap Gibran."Sama-sama adek ganteng, jangan sedih lagi ya." jawab Windy.Gibran menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, mereka berdua menikmati es krimnya sambil sesekali tertawa. Katrina mencari Gibran kesana kemari namun tidak juga menemukannya, saat turun dari mobil Katrina melihat Gibran berlari dengan cepat sampai ia kehilangan jejaknya."Anak ini kemana sih? gatau apa omanya nyariin sampai pegel gini? kalo David tahu , bisa murka dia hiihh membayangkan wajahnya saja sudah ngeri." gumam Katrina bergidik ngeri.Katrina kembali mencari Gibran ke setiap sudut taman, lama mencari akhinya Katrina menangkap sosok Gibran yang sedang memakan es krim bersama seorang gadis disampingnya. Katrina langsung saja menghampiri Gibran, dia tidak ingin kehilangan lagi jejaknya."Gibran." panggil Katrina.Gibran membalikkan tubuhnya mencari sumber suara neneknya yang memanggil namanya, Katrina langsung saja memeluk tubuh Gibran karena telah berhasil menemukannya."Ya Allah nak, kamu kemana aja? oma nyariin kamu sampai ke ujung dunia ternyata kamu disini toh, bikin oma panik aja." ucap Katrina merasa lega."Oma please, jangan lebay kayak gitu." ucap Gibran."Anda neneknya anak ini?" tanya Windy."Iya betul, terimakasih kau telah menemani cucuku yang nakal ini." ucap Katrina."Tidak perlu berterimakasih, aku tadi tidak sengaja bertabrakan dengannya jadi sebagai ucapan permintaan maafku aku mentraktirnya makan es krim." ucap Windy dengan sopan."Terimakasih sudah mentraktirnya ya, maafkan cucuku jika dia sudah merepotkanmu." ucap Katrina."Sama sekali tidak nyonya, cucu mu ini baik dia sama sekali tidak merepotkanku." ucap Windy."Gibran ayo kita pulang, nanti ayahmu mencarimu jika terlalu lama disini." ajak Katrina."Baik oma, kakak aku pamit pulang dulu ya, kapan-kapan kita bertemu lagi." ucap Gibran pada Windy."Tentu saja anak ganteng, kapan-kapan kita main bareng oke." ucap Windy."Aku dan cucuku pulang dulu ya, terimakasih." pamit Katrina."Silahkan nyonya, bye Gibran." ucap Windy melambaikan tangannya pada Gibran.Katrina membawa Gibran pergi dari taman, sedangkan Windy masih asyik menikmati suasana taman yang masih banyak orang yang berdatangan. Gibran kini sudah berada di dalam mobil bersama Katrina, hari menjelang sore sudah waktunya ayahnya pulang jadi Katrina langsung mengantarkan cucunya ke rumah David karena jika Gibran tidak pulang tepat waktu bisa dipastikan David mengeluarkan taringnya.Windy memutuskan untuk kembali ke rumahnya, rumah yang terlihat ramai namun kosong di dalamnya. Mengapa begitu? karena ia dan orangtuanya tidak begitu dekat, orangtuanya selalu saja membandingkan dirinya dengan kakaknya yang seorang artis pemain film terkenal di negaranya. Setiap harinya Windy selalu mendapat ceramah dari kedua orangtuanya, jujur saja Windy sudah begitu muak berdiam diri dirumahnya. Taman adalah tempat yang bisa memberikan ketenangan baginya disaat ia diterpa masalah, Windy bekerja menjadi pelayan di restoran terkenal di kotanya setiap hari ia bekerja dan lebih memilih menyibukkan dirinya sendiri daripada pulang ke rumahnya."Males banget gue pulang ke rumah, apalagi tuh si caper lagi di rumah juga." gerutu Windy.Dengan langkah gontai Windy berjalan meninggalkan taman, dia berjalan menyusuri jalan raya dimana banyak kendaraan berlalu lalang. Windy berdiri ditepi jalan menunggu angkutan umum lewat, saat ia sedang menengok ke kanan dan ke kiri mencari angkot tiba-tiba saja ada mobil mewah yang melintas kearahnya dengan cepat, Windy memejamkan matanya saat mobil tersebut mencipratkan air tepat mengenai wajahnya."WOYY BERHENTI!!" teriak Windy.Windy mengejar mobil tersebut dan mencoba mengetuk-ngetuk kaca mobilnya, sebuah kebetulan lampu merah menyala membuat mobil mewah tersebut berhenti.Tok..Tok..Tok.."KELUAR!" teriak Windy sambil menggedor kaca mobil.Sang supir membuka kaca mobilnya, Windy menatap nyalang kearahnya membuat sang sopir ketakutan melihat tatapan yang dilayangkan Windy.Glek.."Lihat nih, wajah dan bajuku basah akibat ulahmu!" sentak Windy.Seorang pria yang duduk dibelakang kursi mobil menurunkan kacanya, dia mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan memanggil windy kearahnya."Kau kemarilah! ambil uang ini, dan urusan kita selesai." ucapnya.Dia kira Windy akan mengambil uangnya, pria itu salah besar Windy bukanlah orang yang gila harta. Windy merebut uang tersebut kemudian melemparkannya kedalam tepat di depan mata pria tersebut, marah? tentu saja, yang Windy butuhkan adalah permintaan maaf bukan uang."Apakah begini cara orang kaya menyelesaikan masalahnya? tidak semua masalah bisa di selesaikan dengan uang, kau pikir aku akan tergiur dengan uangmu? tidak sama sekali." tegas Windy.Pria tersebut adalah David Giomani Mahesa, dia menatap tajam kearah Windy baru kali ini ada yang berani melemparkan uang tepat dihadapannya. Bukannya takut Windy malah berkacak pinggang menatap tajam balik pada David dengan hidung yang kembang kempis, sang supir ketakutan melihatan perdebatan sengit tersebut, dia takut jika tuannya murka pada wanita yang sedang berdiri disamping mobilnya."Kurang ajar!" geram David."Apa? kau mau memarahiku? sini kalau berani, aku tidak takut dengan orang yang tidak punya sopan santun sepertimu!" tantang Windy.'Astaga nona, kau salah mencari lawan haduuh bagaimana ini' batin supir resah.David keluar dari mobilnya, ia berdiri tepat dihadapan Windy. Dia memasang kacamata hitamnya dan merapikan jasnya, David menatap remeh lada Windy. Windy tidak suka melihat tatapan David yang terkesan angkuh padanya, karena kesall Windy menarik dasi David sampai membungkuk telat didepan wajahnya."Jangan kau pikir karena kau kaya aku takut padamu? tidak, aku paling tidak suka pada orang yang seenaknya membeli kata maaf dengan uang, kata maaf itu sangatlah mahal harganya bahkan sebrapa banyak uang yang kau keluarkan tidak akan cukup untuk membelinya." tekan Windy."Dasar orang miskin, sudah miskin kau juga belagu." ucap David dingin.David menarik dasinya dari tangan Windy, dia melepaskan dasinya lalu melemparkannya ke jalan seakan ia jijik karena barang miliknya sudah disentuh orang lain. Melihat aksi David membuat Windy semakin meradang, dia dengan beraninya mengelap wajahnya menggunakan tangan David. David berusaha mendorong wajah Windy dan menarik tangannya, setelah puas mengelapkan wajahnya Windy pun tersenyum puas."Dasar wanita gila!" sentak David."Minta maaf atau aku akan meneriakimu cabul?" ucap Windy memberikan pilihan pada David.David membulatkan matanya, yang benar saja masa orang terkaya dan tertampan di negaranya di teriaki cabul."Tidak akan!" tolak David."Kau! awas saja akan aku beri perhitungan padamu agar kita impas." ucap Windy tersenyum miring.Windy berjalan mendekat kearah David sambil tersenyum jahat, David berjalan mundur kebelakang dia harua waspada pada wanita gila dihadapannya.Brukk..Davin jatuh kedalam kubangan air kotor, sang supir langsung berlari membantu tuannya berdiri. Windy tersenyum puas kini ia dan David impas, baginya semua makhluk di muka bumi ini derajatnya sama dimata tuhannyaentah kaya ataupun miskin. "Akhirnya kita impas." ucap Windy tersenyum. "Brengsek!" umpat David. Windy langsung pergi meninggalkan David, dia berjalan dengan santainya meskipun bajunya kotor. David mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan malunya karena banyak pasang mata yang menatap kearahnya. "Tuan sebaiknya kita masuk, takutnya ada wartawan yang meliput." ucap supir bernama Udin.David menuruti ucapan Udin, dia langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam mobiknya dengan perasaan dongkol. 'Awas kau wanita sialan! akan ku balas semua perbuatanmu.' batin David. Udin melihat lampu yang sudah berubah warna menjadi hijau, ia segera melajukan mobilnya menuju kediaman David. Di sepanjang perjalanan David terlihat memasang wajah dinginnya, ia ingin segera sampai ke rumah
Windy menenteng tasnya mencari kontrakan untuk tempat tinggalnya, ia berjalan dengan gontai meratapi nasibnya dan menahab rasa sesak di dadanya yang terus menerus merasa terhimpit. "Kenapa nasibku seperti ini ya Allah?" keluh Windy. Saat berjalan menyusuri beberapa rumah Windy melihat tulisan 'Masih kosong kontrakan khusus wanita', Windy langsung saja masuk menanyakan siapa pemiliknya pada penghuni di sekitar kontrakan tersebut. "Permisi, kalau boleh tahu pemilik kontrakan ini dimana ya rumahnya?" tanya Windy pada seorang perempuan paruh baya."Oh itu, yang rumahnya warna kuning" jawab perembuan paruh baya tersebut. "Oh, Terimakasih bu." ucap Windy. Windy berjalan kearah rumah yang ditunjukkan, dia mengetuk pintu beberapa kali sehingga muncullah Wanita paruh baya dengan memakai kacamata diwajahnya. "Permisi, apakah benar ini yang punya kontrakan disini?" tanya Windy. "Betul neng, mau ngontrak disini?" tanyanya. "Emang satu bulannya berapa bu?" tanya Windy. "Satu bulannya 500
"Hallo tuan, kita bertemu lagi ternyata dunia ini sempit yah." ucap Windy. "Daddy kenal dengan kak Windy?" tanya Gibran."Tidak." jawab David singkat. David menatap Windy dengan tatapan yang tak bisa diartikan, Windy sudah pasrah jika David memecat dirinya atas kejadian kemarin. "Kakak," panggil Gibran. "Iya adek ganteng? eh, maksudku tuan muda apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Windy. "Kakak boleh suapi aku?" tanya Gibran. "Gibran!" tekan David. David menatap tajam kearah Gibran, Windy bingung harus melakukan apa jika ia pergi seniornya pasti marah padanya, tapi jika dia stay di ruangan VIP rasanya sesak harus berhadapan dengan David. "Sorry dad." ucap Gibran menunduk. Gibran menundukkan kepalanya sedih, dia memakan makanannya yang kini langsung tak berselera. 'Daddy aku hanya ingin disuapi oleh kak Windy, aku senang bisa dekat dengannya dia baik seperti seorang ibu' batin Gibran."Kau kembali bekerja, dan ingat! urusan kita belum selesai." ucap David dingin."I-iya tuan."
Prangg..Windy tak sengaja menjatuhkan piring yang sedang ia cuci, perasaannya gelisah tak menentu. Senior di restoran langsung berkacak pinggang dihadapan Windy, dia begitu kesal melihat kecerobohan Windy yang memecahkan piring mahal yang sedang di cucinya. "Kamu becus kerja gak sih?! lihat akibat ulahmu piringnya pecah, emangnya kamu sanggup buat menggantinya hah?!" sentak Devi."Maaf mbak, aku tidak sengaja memecahkannya." ucap Windy."Aku tidak mau tahu, kau harus mempertanggung jawabkan ulahmu ini dan mengganti rugi piringnya!" ucap Devi semakin meninggikan suaranya. Windy lantas membersihkan tangannya dikucuran air keran wastafel, dia mengatur nafasnya yang kini mulai tersulut emosi tak terima dibentak oleh Devi selaku senior di tempatnya bekerja. "Bisa gak sih kalau ngomong itu pake cara baik-baik? gue ngerti kok gausah pake nyolot segala, gue ngehargain loe karena loe senior disini, dan satu hal yang harus loe tahu! loe bukan pemilik restoran ini, dan ya tanpa loe suruh gue
Selang beberapa jam kemudian. David menunggu Gibran tersadar dari pengaruh obat biusnya, dia memegang tangan putra semata wayangnya mencurahkan semua kasih sayang lewat sentuhan yang sangat jarang sekali ia lakukan. Gibran mulai menggerakkan matanya, perlahan matanya mulai terbuka lebar menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya."Boy, kau sadar." ucap David. "Da-ddy." panggil Gibran lemah. "Kau butuh sesuatu boy?" tanya David."A-air." ucap Gibran terbata.David mengambilkan segelas aie minum untuk Gibran, dia membantu anaknya untuk meminum minumannya menggunakan sendok."Jika ada yang sakit beritahu daddy." ucap David dingin. "Kakak." ucap Gibran. "Kakak? siapa yang kau panggil kakak?" tanya David bingung. "Tadi aku lihat kakak." jawab Gibran.Ceklek. Katrina dan Sean masuk kedalam ruang rawat Gibran, mereka langsung menghampiri cucu kesayangannya. "Cucu oma sudah sadar." ucap Katrina. "Kamu ini bikin opa khawatir boy." ucap Sean."Aauhhhh, ssshh." ringis Gibran. "Ya a
Alan menjalankan mobilnya menuju restoran milik David, dia mencari manager restoran guna mempermudah ia dalam mencari seseorang yang dimaksud oleh Gibran. "Teguh." panggil Alan.Alan tak sengaja melihat Teguh yang sedang berkeliling mengecek sekeliling restoran. Teguh yang merasa dipanggil pun membalikkan badannya kearah Alan, dia segera menghampiri Alan yang memanggil namanya. "Ada apa Alan?" tanya Teguh. "Tolong panggilkan manager restoran kesini." ucap Alan. "Ada perlu apa kau pada Aksal?" tanya Teguh. "Si boss nyuruh gue nyari perempuan yang tadi ngelayanin dia, sekarang tuan muda kecelakaan terus nanyain perempuan itu makanya gue dateng lagi kesini." jawab Alan. "Waduh Gibran kecelakaan? sebentar, gue panggilin pelayan yang lain aja pastinya mereka tahu siapa perempuan yang loe cari." ucap Teguh. "Yaudah cepetan." ucap Alan.Teguh pergi kebagian dapur dimana para pelayan berkumpul, dia memanggil salah satu pelayan untuk menghadap padanya."Devi." panggil teguh. Devi yang
Alan menatap foto yang tertera dalam biodata Windy, dia mencoba mengingat wajah Windy agar mempermudah ia dalam pencariannya. "Ada-ada aja nih tuan muda, biasanya kan dia paling anti sama orang baru? lah ini kenapa tiba-tiba pengen ketemu sama cewek ini?" heran Alan. Kruuukkk..Perut Alan sudah memberikan sinyal pertanda lapar, ia melihat kanan kiri jalanan mencari tempat makan, Alan tipikal orang yang tidak pilih-pilih makanan, menurutnya dimanapun ia makan selagi tidak beracun ia pasti akan memakannya. "Nah, itu ada warteg, makan dulu ah." ucap Alan. Alan menepikan mobilnya tepat di depan sebuah warteg, dia membuka pintu mobilnya keluar menuju warteg yang lumayan ramai pengunjung."Bu nasinya satu porsi. Lauknya kangkung, sambel, ikan asin, tempe sama kerupuk," ucap Alan pada pemilik warteg. "Minumnya air mineral, teh tawar, atau teh manis ?" tanya pemilik Warteg. "Teh manis bu." ucap Alan. "Silahkan duduk dulu, ditunggu ya pesanannya." ucap pemilik warteg dengan ramah. Ala
Gibran Mahesa, seorang anak kecil berusia 7 tahun mengidap penyakit Alopecia sejak ia berumur 4 tahun karena autoimun. Gibran kini duduk di bangku sekolah dasar internasional, teman satu kelasnya sering sekali membulinya karena rambutnya yang botak akibat penyakit yang di deritanya. Suatu hari, seperti biasanya ayah dari Gibran yang bernama David Giomani Mahesa mengantarnya ke sekolah. David adalah seorang single parents karena ia telah berpisah dengan istrinya sejak Gibran berusia 1 tahun, istrinya lebih memilih mengejar mimpinya dan pergi bersama selingkuhannya dibandingkan hidup dengan keluarga kecilnya. "Gibran, ayo nanti kamu kesiangan." ucap David datar. "Iya dad." sahut Gibran.Gibran duduk di belakang tepat disamping ayahnya yang selalu sibuk dengan tabletnya, supir menjalankan mobilnya meninggalkan rumah mewah milik David menuju sekolah Gibran. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, David adalah tipikal orang yang dingin dan tegas jadi jarang sekali ia berbicara
Alan menatap foto yang tertera dalam biodata Windy, dia mencoba mengingat wajah Windy agar mempermudah ia dalam pencariannya. "Ada-ada aja nih tuan muda, biasanya kan dia paling anti sama orang baru? lah ini kenapa tiba-tiba pengen ketemu sama cewek ini?" heran Alan. Kruuukkk..Perut Alan sudah memberikan sinyal pertanda lapar, ia melihat kanan kiri jalanan mencari tempat makan, Alan tipikal orang yang tidak pilih-pilih makanan, menurutnya dimanapun ia makan selagi tidak beracun ia pasti akan memakannya. "Nah, itu ada warteg, makan dulu ah." ucap Alan. Alan menepikan mobilnya tepat di depan sebuah warteg, dia membuka pintu mobilnya keluar menuju warteg yang lumayan ramai pengunjung."Bu nasinya satu porsi. Lauknya kangkung, sambel, ikan asin, tempe sama kerupuk," ucap Alan pada pemilik warteg. "Minumnya air mineral, teh tawar, atau teh manis ?" tanya pemilik Warteg. "Teh manis bu." ucap Alan. "Silahkan duduk dulu, ditunggu ya pesanannya." ucap pemilik warteg dengan ramah. Ala
Alan menjalankan mobilnya menuju restoran milik David, dia mencari manager restoran guna mempermudah ia dalam mencari seseorang yang dimaksud oleh Gibran. "Teguh." panggil Alan.Alan tak sengaja melihat Teguh yang sedang berkeliling mengecek sekeliling restoran. Teguh yang merasa dipanggil pun membalikkan badannya kearah Alan, dia segera menghampiri Alan yang memanggil namanya. "Ada apa Alan?" tanya Teguh. "Tolong panggilkan manager restoran kesini." ucap Alan. "Ada perlu apa kau pada Aksal?" tanya Teguh. "Si boss nyuruh gue nyari perempuan yang tadi ngelayanin dia, sekarang tuan muda kecelakaan terus nanyain perempuan itu makanya gue dateng lagi kesini." jawab Alan. "Waduh Gibran kecelakaan? sebentar, gue panggilin pelayan yang lain aja pastinya mereka tahu siapa perempuan yang loe cari." ucap Teguh. "Yaudah cepetan." ucap Alan.Teguh pergi kebagian dapur dimana para pelayan berkumpul, dia memanggil salah satu pelayan untuk menghadap padanya."Devi." panggil teguh. Devi yang
Selang beberapa jam kemudian. David menunggu Gibran tersadar dari pengaruh obat biusnya, dia memegang tangan putra semata wayangnya mencurahkan semua kasih sayang lewat sentuhan yang sangat jarang sekali ia lakukan. Gibran mulai menggerakkan matanya, perlahan matanya mulai terbuka lebar menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya."Boy, kau sadar." ucap David. "Da-ddy." panggil Gibran lemah. "Kau butuh sesuatu boy?" tanya David."A-air." ucap Gibran terbata.David mengambilkan segelas aie minum untuk Gibran, dia membantu anaknya untuk meminum minumannya menggunakan sendok."Jika ada yang sakit beritahu daddy." ucap David dingin. "Kakak." ucap Gibran. "Kakak? siapa yang kau panggil kakak?" tanya David bingung. "Tadi aku lihat kakak." jawab Gibran.Ceklek. Katrina dan Sean masuk kedalam ruang rawat Gibran, mereka langsung menghampiri cucu kesayangannya. "Cucu oma sudah sadar." ucap Katrina. "Kamu ini bikin opa khawatir boy." ucap Sean."Aauhhhh, ssshh." ringis Gibran. "Ya a
Prangg..Windy tak sengaja menjatuhkan piring yang sedang ia cuci, perasaannya gelisah tak menentu. Senior di restoran langsung berkacak pinggang dihadapan Windy, dia begitu kesal melihat kecerobohan Windy yang memecahkan piring mahal yang sedang di cucinya. "Kamu becus kerja gak sih?! lihat akibat ulahmu piringnya pecah, emangnya kamu sanggup buat menggantinya hah?!" sentak Devi."Maaf mbak, aku tidak sengaja memecahkannya." ucap Windy."Aku tidak mau tahu, kau harus mempertanggung jawabkan ulahmu ini dan mengganti rugi piringnya!" ucap Devi semakin meninggikan suaranya. Windy lantas membersihkan tangannya dikucuran air keran wastafel, dia mengatur nafasnya yang kini mulai tersulut emosi tak terima dibentak oleh Devi selaku senior di tempatnya bekerja. "Bisa gak sih kalau ngomong itu pake cara baik-baik? gue ngerti kok gausah pake nyolot segala, gue ngehargain loe karena loe senior disini, dan satu hal yang harus loe tahu! loe bukan pemilik restoran ini, dan ya tanpa loe suruh gue
"Hallo tuan, kita bertemu lagi ternyata dunia ini sempit yah." ucap Windy. "Daddy kenal dengan kak Windy?" tanya Gibran."Tidak." jawab David singkat. David menatap Windy dengan tatapan yang tak bisa diartikan, Windy sudah pasrah jika David memecat dirinya atas kejadian kemarin. "Kakak," panggil Gibran. "Iya adek ganteng? eh, maksudku tuan muda apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Windy. "Kakak boleh suapi aku?" tanya Gibran. "Gibran!" tekan David. David menatap tajam kearah Gibran, Windy bingung harus melakukan apa jika ia pergi seniornya pasti marah padanya, tapi jika dia stay di ruangan VIP rasanya sesak harus berhadapan dengan David. "Sorry dad." ucap Gibran menunduk. Gibran menundukkan kepalanya sedih, dia memakan makanannya yang kini langsung tak berselera. 'Daddy aku hanya ingin disuapi oleh kak Windy, aku senang bisa dekat dengannya dia baik seperti seorang ibu' batin Gibran."Kau kembali bekerja, dan ingat! urusan kita belum selesai." ucap David dingin."I-iya tuan."
Windy menenteng tasnya mencari kontrakan untuk tempat tinggalnya, ia berjalan dengan gontai meratapi nasibnya dan menahab rasa sesak di dadanya yang terus menerus merasa terhimpit. "Kenapa nasibku seperti ini ya Allah?" keluh Windy. Saat berjalan menyusuri beberapa rumah Windy melihat tulisan 'Masih kosong kontrakan khusus wanita', Windy langsung saja masuk menanyakan siapa pemiliknya pada penghuni di sekitar kontrakan tersebut. "Permisi, kalau boleh tahu pemilik kontrakan ini dimana ya rumahnya?" tanya Windy pada seorang perempuan paruh baya."Oh itu, yang rumahnya warna kuning" jawab perembuan paruh baya tersebut. "Oh, Terimakasih bu." ucap Windy. Windy berjalan kearah rumah yang ditunjukkan, dia mengetuk pintu beberapa kali sehingga muncullah Wanita paruh baya dengan memakai kacamata diwajahnya. "Permisi, apakah benar ini yang punya kontrakan disini?" tanya Windy. "Betul neng, mau ngontrak disini?" tanyanya. "Emang satu bulannya berapa bu?" tanya Windy. "Satu bulannya 500
Davin jatuh kedalam kubangan air kotor, sang supir langsung berlari membantu tuannya berdiri. Windy tersenyum puas kini ia dan David impas, baginya semua makhluk di muka bumi ini derajatnya sama dimata tuhannyaentah kaya ataupun miskin. "Akhirnya kita impas." ucap Windy tersenyum. "Brengsek!" umpat David. Windy langsung pergi meninggalkan David, dia berjalan dengan santainya meskipun bajunya kotor. David mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan malunya karena banyak pasang mata yang menatap kearahnya. "Tuan sebaiknya kita masuk, takutnya ada wartawan yang meliput." ucap supir bernama Udin.David menuruti ucapan Udin, dia langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam mobiknya dengan perasaan dongkol. 'Awas kau wanita sialan! akan ku balas semua perbuatanmu.' batin David. Udin melihat lampu yang sudah berubah warna menjadi hijau, ia segera melajukan mobilnya menuju kediaman David. Di sepanjang perjalanan David terlihat memasang wajah dinginnya, ia ingin segera sampai ke rumah
Gibran dan Windy memegang es krim ditangannya masing-masing, Gibran memesan es krim rasa cekelat, sedangkan Windy ia memesan es krim rasa Vanilla. "Terimakasih kak, kau sudah mentraktirku es krim." ucap Gibran. "Sama-sama adek ganteng, jangan sedih lagi ya." jawab Windy. Gibran menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, mereka berdua menikmati es krimnya sambil sesekali tertawa. Katrina mencari Gibran kesana kemari namun tidak juga menemukannya, saat turun dari mobil Katrina melihat Gibran berlari dengan cepat sampai ia kehilangan jejaknya. "Anak ini kemana sih? gatau apa omanya nyariin sampai pegel gini? kalo David tahu , bisa murka dia hiihh membayangkan wajahnya saja sudah ngeri." gumam Katrina bergidik ngeri.Katrina kembali mencari Gibran ke setiap sudut taman, lama mencari akhinya Katrina menangkap sosok Gibran yang sedang memakan es krim bersama seorang gadis disampingnya. Katrina langsung saja menghampiri Gibran, dia tidak ingin kehilangan lagi jejaknya. "Gibran." panggil
Gibran Mahesa, seorang anak kecil berusia 7 tahun mengidap penyakit Alopecia sejak ia berumur 4 tahun karena autoimun. Gibran kini duduk di bangku sekolah dasar internasional, teman satu kelasnya sering sekali membulinya karena rambutnya yang botak akibat penyakit yang di deritanya. Suatu hari, seperti biasanya ayah dari Gibran yang bernama David Giomani Mahesa mengantarnya ke sekolah. David adalah seorang single parents karena ia telah berpisah dengan istrinya sejak Gibran berusia 1 tahun, istrinya lebih memilih mengejar mimpinya dan pergi bersama selingkuhannya dibandingkan hidup dengan keluarga kecilnya. "Gibran, ayo nanti kamu kesiangan." ucap David datar. "Iya dad." sahut Gibran.Gibran duduk di belakang tepat disamping ayahnya yang selalu sibuk dengan tabletnya, supir menjalankan mobilnya meninggalkan rumah mewah milik David menuju sekolah Gibran. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, David adalah tipikal orang yang dingin dan tegas jadi jarang sekali ia berbicara