Melihat Raga menanyakan kabar ayahnya, bahkan tentang pekerjaan pria itu membuat tidak hanya Claudia yang terharu, melainkan Dera dan para pelayan yang sedang menghidangkan makanan. Rasanya seperti melihat seseorang tumbuh dewasa dengan cepat, padahal baru beberapa bulan lalu Raga menangis dan tidak mau makan saat Malven meninggalkannya untuk pekerjaan. Ruang makan malam ini ramai dengan celoteh Raga yang menceritakan banyak hal pada sang ayah, tentang aktivitas yang ia lakukan selama seminggu terakhir dan rencananya di malam tahun baru nanti. Claudia mendengarkan dalam diam, menikmati makanannya meski wajahnya mulai terasa berlubang karena Malven terus saja melirik padanya. “Bagaimana denganmu, Claudi? Ada kabar terbaru dari Deon?” Pertanyaan yang tiba-tiba diajukan Malven membuat Claudia tersedak dan hamper saja makanannya dikeluarkan lagi dengan tidak elit. Kenapa Malven bisa mengetahui nama itu? Bagaimana dia bisa tahu? ‘Apa aku menceritakan sesuatu tentang hidupku?’ Claudia
Satu kalimat yang Malven lontarkan sukses membuat Claudia menahan napas. Teman tidur? Itu artinya hubungan yang hanya terbatas pada kepuasan fisik saja, kan? “Seperti yang kamu tahu, aku membutuhkan seseorang untuk melampiaskan gairahku, tapi aku tidak mau memilih orang sembarangan untuk menjadi teman tidurku, bahkan meski itu hanya one nigt stand.” Kata-kata Malven seolah berdengung di telinga Claudia. Tidak pernah sekali pun seumur hidupnya Claudia membayangkan dirinya digunakan sebagai alat pemuas bagi seseorang, bahkan saat ia berada dalam hubungan yang romantis dengan Deon dulu, tidak pernah sekali pun Claudia menyerahkan dirinya. Lalu, apa ini? Kenapa mudah sekali bagi Malven meminta seseorang untuk menjadi ‘teman tidur’? “Saya minta maaf, Pak, sepertinya saya tidak bisa.” Claudia akhirnya menjawab setelah berhasil menahan air matanya agar tidak merembes. “Malam itu saya mendapat kabar kalau kekasih saya akan menikah dengan wanita yang dihamilinya, jadi malam itu saya sedang
Mata itu perlahan terbuka saat mendengar sebuah suara asing, jelas itu bukan alarm-nya yang biasa. Claudia mengerjap ketika kesadarannya terkumpul sempurna, keningnya mengernyit ketika melihat suasana yang tidak dikenal. Jam weker di atas nakas samping ranjang masih berbunyi, jelas itu juga bukan miliknya. Belum sempat Claudia mengulurkan tangan untuk mematikan alarm, sebuah tangan lain sudah lebih dulu melakukannya.Claudia tertegun saat mengingat jika semalam ia menyetujui tawaran yang Malven berikan dan kembali menghabiskan malam bersama. Kapan dia tertidur? Claudia tidak ingat kapan dia kelelahan dan hilang kesadaran."Masih terlalu pagi, tidurlah lagi."Suara serak dan berat itu menyapa telinga Claudia, mengantarkan getaran ke seluruh tubuhnya. Suara Malven yang baru bangun tidur dan terdengar malas itu sungguh tidak baik untuk didengarkan. Kenapa ayah dan anak sama saja, selalu memesona setiap kali bangun di pagi hari?"Sa-saya harus ...." Claudia yang ingin berpamitan karena h
"Kakak lagi flu?" Pertanyaan yang Raga lontarkan membuat Claudia langsung memegang syal-nya. "Agak dingin tadi, jadi Kakak pakai syal, kayanya memang mau flu." Claudia menjawab sembari membantu mengancingkan kemeja Raga. Saat Claudia ke kamar Raga, anak itu sudah bangun dan sedang bergulingan di ranjangnya, bahkan ketika Claudia membawanya ke kamar mandi, Raga tidak benar-benar membuka matanya. Mungkin setelah selesai mandi rasa kantuknya akhirnya hilang dan Raga baru memperhatikan syal yang Claudia gunakan. "Mama juga selalu pake syal kaya gitu." Ucapan Raga membuat pergerakan Claudia yang sedang menyisir rambut Raga sempat terhenti, helaan napasnya terdengar ketika rasa bersalah kembali mencubit hatinya. Tentu saja mungkin syal yang Claudia kenakan sekarang juga milik Elodia. Tapi, jalan yang sudah Claudia pilih tidak bisa dibatalkan. Hubungan fisik yang ia dan Malven lakukan tidak hanya terjadi sekali dan masih bisa dibilang kesalahan, sekarang sudah benar-benar terlambat un
“Halo, Ma, hari ini aku dateng sama Kakak.” Claudia tersenyum simpul mendengar sapaan Raga di depan pusara ibunya. Untungnya Malven memberikan izin untuk Raga mengunjungi Elodia tanpanya, karena Claudia sudah terlanjur berjanji pada Raga kalau akan membawanya ke sini meski harus diam-diam.“Aku kemarin habis dari Jepang lho, Ma! Bareng Papa dan Kak Cla jugaa.”Claudia yang awalnya berada di tepat belakang Raga, perlahan mundur dan menjaga jarak saat mendengar cerita anak itu tentang kepergiannya ke Jepang. Rasa bersalah memenuhi hati Claudia yang telah melakukan sesuatu yang tidak pantas bersama Malven ketika di Jepang, bahkan semalam dan pagi ini.Saat Claudia menjanjikan akan membawa Raga menemui Elodia, ia belum melakukan kesalahan itu, juga belum menerima tawaran yang Malven ajukan. Sekarang ketika berada di depan pusara Elodia setelah tadi pagi merasakan sentuhan dan kehangatan bersama Malven, rasa bersalah yang sangat besar memenuhi benaknya.‘Maaf, Elodia, maafkan aku. Tapi ka
"Padahal waktu itu Kakak juga nyela kata-kataku." Ucapan lirih Raga membuat mengerjap. "Kapan?" tanyanya, tidak ingat pernah memotong perkataan Raga. Kalau Malven sih, jangan ditanya! "Semalem? Waktu aku tanya Deon itu siapa, Kakak langsung bilang 'Bukan!' padahal aku belum selesai ngomong." Claudia hampir tertawa saat meliht Raga memperagakan bagaimana cara Claudia memotong perkataannya semalam. Keningnya yang berkerut dengan alis sedikit naik saat mengatakan 'bukan' sungguh sangat menggemaskan. "Iya, Kakak salah, maaf. Lain kali ingatkan Kakak kalau melakukan sesuatu yang Raga pikir itu salah, ya?" Claudia kembali mencubit pelan pipi bulat Raga. "Oke, Kakak siap-siap aja!" Tawa Clauida berderai saat Raga menjawab dengan serius. Wajah anak itu selalu menyenangkan untuk dilihat seperti apa pun ekspresi yang sedang dibuat. "Maaf terlambat, apa aku membuat kalian menunggu terlalu lama?" Claudia dan Raga menoleh bersamaan saat seorang wanita memasuki ruangan. Claudia la
"Jadi, menurut Raga tidak apa-apa memakainya kapan pun, kan? Misal saat Kakak memakai perhiasan yang Raga belikan, ada orang jahat yang melihat, lalu mencelakai Kakak untuk mengambil perhiasannya, tidak apa-apa?" Claudia tersenyum saat melihat Rag tersentak, sepertinya apa yang Claudia sampaikan tidak pernah terpikirkan olehnya. "Lalu, bagaimana dengan kakak-kakak pelayan di rumah? Melihat Kakak yang baru bekerja tidak sampai tiga bulan memakai baju mahal dan perhiasan mewah, mereka akan berpikir apa ya tentang Kakak? Pencuri? Tukang korupsi? Mengambil uang Tuan Muda? Penggo--ekhm!" Claudia langsung berdeham saat kata 'penggoda' hampir saja keluar dari mulutnya. "Raga pernah lihat berita di televisi tidak? Banyaknya kejahatan dan pembunuhan yang terjadi biasanya disebabkan oleh apa yang korbannya kenakan. Perhiasan mahal dan pakaian mewah hanya akan mengundang orang jahat jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, berbeda ceritanya jika Kakak pergi ke pesta atau acara forma
Bukan membicarakan Malven? Claudia tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat mendengar perkataan Tabinta. Secara tidak langsung wanita itu memberitahu jika Malven bukanlah cinta pertama Elodia, dan itu benar-benar berita yang tidak ingin Claudia ketahui. "Bukankah Raga sedikit lama? Aku akan memeriksanya dulu--!" "Tidak perlu, Claudia, karyawanku sedang membantunya. Jangan khawatir, Raga sudah mengenal asistenku dengan baik." Tabinta mencegah Claudia yang ingin melarikan diri, seringainya terukir ketika melihat wajah wanita di sisinya tampak sedikit pucat. Claudia menggaruk kepala canggung, sejujurnya tidak mau tetap di sini dan melanjutkan pembicaran. Dia tidak mau dan tisak berminat untuk mengetahui masa lalu Elodia atau pun pria yang pernah wanita itu cintai. "Sampai di mana pembicaraan kita tadi?" Duh! Claudia tidak tahu harus bagaimana saat Tabinta sepertinya tetap ingin melanjutkan ceritanya. Kenapa wanita itu melakukan hal ini? Padahal katanya Elodia itu sahabatnya, tapi
"Apa kita akan kembali ke perusahaan, Nona?"Claudia mendongak dan menatap Shouki yang sedang menyetir di depan, menghela napas pelan sebelum mengangguk. "Kurasa ada baiknya untuk menyelesaikan pekerjaan saja."Shouki tidak langsung mengatakan sesuatu, membiarkan suasana hening menyelimuti sebelum menarik napas panjang. "Nona--maksudku Claudia, bukankah sebaiknya langsung datangi Tuan Malven saja? Jangan memikirkan sesuatu terlalu rumit, sebaiknya temui dan katakan jika dia telah membuatmu kesal karena tidak menepati janji."Claudia tertunduk, menatap kembali pada ponsel yang layarnya menyala, panggilan masuk dari Malven. Tadi Claudia langsung mematikan telepon setelah mengatakan jika ia sedang sangat sibuk, khawatir jika lebih lama mendengar suara Malven, amarahnya akan meledak.Akhir-akhir ini Claudia menyadari jika emosinya agak sulit dikendalikan. Detik-detik menuju pernikahan entah kenapa membuatnya ketakutan dan panik, padahal Claudia sendiri yang ingin menikah dan yakin jika l
Pernikahan Claudia dan Malven akhirnya disetujui oleh Regan, padahal pria itu belum tahu tentang kehamilan Claudia. Untungnya setelah Claudia mengatakan tentang kehamilan, Regan tidak menarik kembali restunya dan hanya menghela napas.Adhamar dan Devan bersikeras ingin mengurus persiapan pernikahan, meminta agar Claudia dan Malven menyiapkan diri juga fokus menyelesaikan pekerjaan sebelum mengambil cuti bulan madu. Pertemuan antar kedua keluarga langsung dilaksanakan dua hari setelah Regan memberi restu, dan begitu saja, tanggal pernikahan Claudia ditetapkan.Meski semua hal akan diurus oleh para kakek mereka, Claudia memutuskan untuk tetap memilih gaun pengantin dan desain undangan sendiri, termasuk foto prewedding. Sayangnya, Tabinta tidak mendesain gaun pengantin, jadi Claudia hanya memesan perhiasan darinya, untungnya ada produk baru yang belum dikeluarkan ke public hingga Claudia bisa memilikinya.Wanita itu juga menghubungi brand fashion D&C dan bersyukur saat ada beberapa gaun
Selama menunggu Malven dan Regan bicara, Claudia menunggu di ruang keluarga. Sudah dua jam sejak Malven memasuki ruang kerja Regan, tapi hingga kini belum ada tanda-tanda akan keluar. Claudia menghela napas panjang, sedikit khawatir.Kalau saja ayahnya tidak melarang, Claudia pasti sudah menemani Malven saat ini. Tapi, Regan mengatakan jika itu adalah pembicaraan antar laki-laki, jadi Claudia dilarang ikut campur.“Berapa lama lagi ayah akan mengintrogasinya?” Claudia menarik napas pelan, matanya melirik pada jam yang tertera di ponsel. Awalnya Claudia tidak sendirian karena Raga menemaninya bermain, tapi anak itu akhirnya tertidur setelah hampir satu jam, jadi Claudia memindahkannya ke kamar dan kembali ke ruang keluarga untuk menunggu Malven.“Tapi, kenapa lama sekali?” Claudia kembali mengeluh sembari menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap lampu gantung yang malam ini terlihat lebih jauh.Claudia sebenarnya merasa lelah dan perutnya sedikit kram. Mengingat perjalanan panjang yang
“Raga, Kakak pulang!” Claudia berseru setelah memasuki ruang keluarga, membuat Raga dan Regan yang sedang menyusun puzzle besar, langsung menoleh bersamaan. “Iya, selama datang kembali, Kak.” Raga membalas sapaan Claudia sebelum kembali fokus pada mainannya.Claudia cemberut pada rendahnya antusias Raga. Apa anak itu tidak merindukannya?“Raga … Kakak bawa sesuatu lho,” ucap Claudia sembari mendekat dan menggoyangkan kresek putih di tangannya. Claudia sempat mampir ke mini market untuk membeli beberapa es krim dan camilan kesukaan Raga. Biasanya Raga akan sangat senang karena ia jarang diizinkan makan makanan instan seperti itu. Tapi … kenapa tidak ada reaksi berarti?Raga hanya menoleh sebentar dan mengatakan ‘oh ya’ sebelum kembali berusaha menyusun puzzle, sama sekali tidak menyadari wajah keruh Claudia. Wanita itu meletakkan barang bawaannya sebelum mendekati Raga dan langsung menusuk pipi anak itu menggunakan jari telunjuknya.“Apa ini … Raga mengabaikan Kakak?” Claudia mengelua
“Biar aku yang menghubungi Devan, kalian tinggal yakinkan anak nakal itu saja.” Adhamar berkata saat mengantarkan Claudia dan Malven ke halaman, keduanya akan meninggalkan kediaman Adhamar hari ini.“Tapi, kalau ayah masih tidak mau memberi restu bagaimana?” Claudia bertanya pelan, agak cemas.“Kenapa menanyakan hal yang sudah jelas? Tentu saja kalian tidak akan bisa menikah. Meski aku masih tidak menyukai anak nakal itu, bukan berarti aku tidak mendengarkan pendapatnya. Berusahalah lebih giat, tapi aku yakin dia akan segera merestui. Dia bukan orang yang keras kepala.”Claudia menghela napas panjang. Anak nakal yang disebut kakeknya adalah Regan, meski Claudia tidak mengerti kenapa Adhamar selalu menyebut menantunya seperti itu.“Kalau begitu kami permisi dulu, Tuan Adhamar.” Malven mengangguk hormat, membukakan pintu mobil dan membiarkan Claudia masuk lebih dulu.Setelah memeluk kakeknya, Claudia langsung memasuki mobil dan segera disusul oleh Malven. Hari ini mereka akan kembali ha
Setelah memberitahu pelayan tentang tujuan mereka, Claudia dan Malven menelusuri jalan setapak dengan pohon-pohon besar di sepanjang jalan. Seperti yang Claudia katakan, hutan ini sangat rimbun dan terlihat seperti hutan sungguhan yang tidak terbatas luasnya.Meski begitu, Malven bisa melihat beberapa ranting dan daun bergoyang secara tidak wajar. “Apa di hutan ini ada ‘penunggu’ juga?” tanyanya sembari menatap lembut Claudia.Claudia yang tidak pernah melepas genggamannya dari Malven, mendongak dan tersenyum lebar. Sekarang ia mengerti apa maksud dari kata ‘penunggu hutan’ yang pernah Malven dan Arfa bicarakan. Orang-orang yang dilatih dan bekerja di bawah Adhamar, bertugas untuk menjaga keamanan tempat ini dengan memperhatikan siapa pun tamu yang datang.Tapi, meski Claudia bukan tamu asing, sejak kecil ia memang sudah dijaga diam-diam. Ada kalanya Claudia tersesat saat mengeksplor hutan dan salah satu penjaganya akan berpura-pura tidak sengaja lewat lalu membawa Claudia kembali ke
Claudia memilih menunggu di ruang keluarga yang tidak jauh dari ruang kerja kakeknya, sedikit gugup dengan pembicaraan yang akan dilakukan Adhamar dan Malven. Bagaimana kalau kakeknya bersikeras tidak akan merestui seperti saat bersama Deon dulu?“Ah, harusnya aku tidak menurut begitu saja dan meninggalkan mereka.” Claudia bergumam sembari menggoyangkan kaki, tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.“Minum tehnya dulu, Nona. Apa perlu saya bawakan camilan lain? Atau Nona ingin makan?”Pertanyaan pelayan yang menghampiri sambil membawa nampan berisi secangkir teh dan sepiring kukis, membuat Claudia menghela napas pendek. Benar, tidak ada yang akan berubah hanya karena ia bergumam sendirian di sini, jadi lebih baik mengisi perutnya dengan sesuatu yang hangat.“Terima kasih, tapi bisakah ganti tehnya dengan kopi? Aku ingin kopi hitam tanpa gula,” ucap Claudia saat menyadari bahwa perutnya mual mencium harum yang menguar dari teh. “Lalu, aku sedang tidak ingin kukis. Bawakan saja sesuatu
Sindiran tajam dan dengusan Adhamar membuat suasana ruangan itu hening. Tidak ada yang bisa membantah, baik Claudia maupun Malven tahu pasti apa yang Adhamar maksud.“Memang benar kalau saya jatuh cinta padanya, tapi saya tidak pernah mengatakan itu, dan dia pun sama. Kami saling mencintai, tapi tidak sempat menyatakan perasaan masing-masing. Saya sibuk dengan beberapa urusan, lalu Zheva yang kebetulan punya pekerjaan di sini dan mengkhawatirkan kondisi saya, datang dan membuat hubungan kami berakhir dengan kesalahpahaman.”Malven menghela napas pelan. “Dia pergi meninggalkan saya tanpa sepatah kata. Saya membuatnya menangis patah hati, karena kekurangan saya dalam berkomunikasi membuatnya berpikir jika Zheva adalah wanita yang akan dijodohkan dengan saya. Satu bulan lalu, saya kehilangan arah karena wanita itu menghilang tiba-tiba.”Claudia menatap penuh perhatian pada Malven, berharap waktu yang akan mereka habiskan ke depannya akan menghapus sedikit demi sedikit rasa sakit karena k
Claudia menarik napas panjang saat pria berusia tujuh puluhan itu mengangkat pandangan dari buku di tangan. Adhamar tentu saja mengernyit melihat kedatangan cucunya yang tiba-tiba, apalagi setelah melihat tangan Claudia yang melingkari lengan Malven.Adhamar meletakkan bukunya di meja dan berdiri, menghampiri dua orang yang masih mematung tanpa mengatakan apa-apa.“Ayo bicara di dalam.” Claudia dan Malven segera menunduk sopan saat Adhamar berjalan lebih dulu sebelum mengekor di belakang. Tidak ada yang bicara selama perjalanan melewati beberapa koridor, ruang keluarga dan anak tangga menuju ruang kerja Adhamar. Sudah menjadi aturan tak tertulis untuk membicarakan hal penting hanya di ruang kerja Adhamar, tempat di mana tidak ada seorang pun yang akan menguping. Setelah memasuki ruang kerja dan pintu tertutup, Claudia segera melepas lengan Malven dan berjalan menuju sofa yang telah diduduki kakeknya. Ini adalah hal yang harus Claudia lakukan sekarang, duduk di sisi kakeknya dan mem