Anggun menggelengkan kepalanya perlahan dan berkata, "Kami masih belum bisa menemukannya. Namun ada seorang pemulung yang sempat mengatakan dia melihat seorang anak kecil dibawa masuk ke dalam mobil."Mata Daniel seketika langsung membulat dengan sempurna, itu artinya putranya memang benar-benar diculik."Dimana informannya? Bawa kemari!" perintah Hendrawan. Anggun dengan cepat langsung mengangguk-anggukkan kepalanya dan berlalu keluar. Beberapa detik berikutnya dia langsung masuk kembali dengan seorang pria paruh baya bertubuh ringkih yang berpenampilan sedikit lusuh.Hendrawan dengan cepat langsung mendekat dan mencoba untuk bertanya meski pria itu tampak sedikit ketakutan, "Apa benar Anda melihat seorang anak kecil dibawa masuk ke dalam mobil?"Pria itu menganggukkan kepalanya perlahan. "Benar, saya sempat melihat seorang wanita membopong anak kecil dan memasukkannya ke dalam mobil."Ada perasaan aneh yang kini melintas di dalam hati Daniel. Pria itu dengan cepat langsung mengeluar
"Nadia, ini salah Tante. Harusnya tadi kita nggak sibuk di sini dan temani Sean."Nadia yang mendengar itu seketika langsung menggelengkan kepalanya perlahan sambil mengusap pundak Martha, sambil menenangkannya, "Tante, ini bukan saatnya bagi kita untuk saling menyalahkan." Dengan tatapan matanya yang semakin serius, gadis itu kembali menambahkan, "Tante juga nggak tahu kalau hal seperti ini akan terjadi, bukan? Sebaiknya sekarang kita berpikir jernih sedikit dan mencari cara untuk menemukan Sean.""Nadia benar, Ma." Hendrawan yang sejak terdiam kini tampak menatap istrinya itu dan mencoba untuk tak membuatnya terlalu khawatir. Dia berbalik menatap Nadia dan berkata lagi, "Kita harus bisa berpikir dengan sini karena para penculik saat ini pasti juga mencari cara agar tak tertangkap.""Om, benar." Nadia menganggukkan kepalanya perlahan dan berbalik menatap ke arah wanita paruh gaya yang sejak tadi berjalan mondar-mandir, dia memintanya untuk duduk, lalu kembali bicara sambil menatap lek
"Hei! Cepat bawa anak ini masuk," perintah seorang wanita pada pria berbadan besar yang baru saja keluar dari mobil.Pria berbadan besar itu tampak mendengus kesal, namun dia tetap melaksanakannya dan kini membuka pintu mobil tepat dimana bocah lelaki itu duduk. Namun saat pintu terbuka lebar, pria itu tampak mengerutkan keningnya sambil menatap lekat Sean dan berkata, "Dia belum bangun juga?""Belum. Sepertinya biusnya manjur," tutur wanita yang kini tampak membuka pintu dan bersiap untuk turun.Mendengar itu, dia tak banyak bicara dan langsung mengeluarkan Sean. Pria itu dengan cepat langsung membawa bocah lelaki itu ke dalam gendongannya dalam sekejap mata.Setelah menutup pintu, dia berjalan memasuki sebuah rumah yang cukup terpencil dan tampak tak terlalu terawat.Sean yang sejak tadi sebenarnya sudah bangun dan tetap berpura-pura pingsan itu membuka matanya sedikit. Jantungnya terasa berdebar semakin kencang ketika sadar dia kini telah berada jauh dari rumah. Sean pun membatin, '
"Berhenti bermimpi, Monica. Mau sampai kapanpun, Sean berada dalam pengawasanku."Monica yang mendengar penuturan mantan suaminya itu justru terkekeh pelan. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan sambil menatap lekat Daniel dan berkata, "Kamu lupa sama perjanjian kita, huh?" Dengan dengan nada bicaranya yang terdengar semakin mengejek, wanita itu kembali menambahkan, "Kamu selalu mengingat tentang perjanjian yang kita buat dulu sebelum berpisah. Jadi aku sangat yakin kalau kamu pasti masih mengingatnya dengan jelas." Dia tersenyum tipis dan menegaskan perkataannya, "Siapapun yang lalai, tidak akan diberi hak lagi untuk mengasuh Sean. Dulu, kamu memang selalu berpikir bisa menjaganya dengan baik. Tapi apa ini?"Rahang Daniel mengeras ketika dia mendengar penuturan mantan istrinya itu. Namun sebelum dia bisa bereaksi, Monica dengan angkuhnya kembali bicara seolah-olah dia telah menang, "Kamu telah salah langkah karena mencoba untuk membuangku, Daniel." Dengan syarat pandangan matany
"Hah! Kamu benar-benar buruk sebagai seorang ayah!"Daniel merasakan kemarahan ketika mendengar penuturan mantan istrinya itu yang kini justru menyalakannya. Tapi dengan cepat dia segera membalas dan membuat wanita itu seketika langsung terdiam, "Berkaca-lah, Monica."Hanya dengan sebuah kalimat sederhana saja sudah berhasil menampar wanita itu. Monica mengepalkan tangannya dengan erat. Namun sebelum dia bisa mengatakan sesuatu lagi, mantan suaminya itu telah berlalu pergi."Daniel!" Dia berteriak seraya berdiri dari sofa. Tatapan matanya terlihat semakin nyalang bersamaan dengan amarahnya yang menggebu-gebu tak beraturan. "Sialan! Kamu pasti akan menyesal!"Meski Daniel mendengar semua hinaan dari mantan istrinya, dia memilih diam dan tetap berjalan keluar dari villa.Tampak seorang bodyguard tergopoh mendekatinya dan bertanya, "Tuan, Anda sudah selesai berkunjung?"Seketika pria itu langsung menghentikan langkahnya. Dia terdiam sesaat sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya perlahan
"Monica ... Sepertinya belum sadar saat ini dia berhadapan dengan siapa."Nadia yang mendengar itu hanya bisa terdiam. Sorot pandangannya semakin tajam dan membatin, 'Daniel ... dia tak pernah terlihat semarah ini.'Hendrawan mengusap wajahnya dengan kasar. Dia pun berkata, "Kita harus segera bertindak."Daniel yang mendengar itu menganggukkan kepalanya perlahan. Martha juga setuju dengan penuturan suaminya dan berkata, "Pa, bagaimanapun caranya kita harus bisa menemukan Sean." Wanita paruh baya itu lantas melangkah dan menatap lekat putranya seraya menambahkan, "Daniel, Mama nggak akan diam saja. Jika benar dalang dibalik semua ini adalah Monica, Mama yang akan memberinya pelajaran!"Dari suaranya yang terdengar dominan itu, Martha menunjukkan kemarahan yang tak bisa dibendung lagi. Daniel pun tahu bahwa selama ini ibunya itu mencoba untuk menahan dirinya agar tak bertindak kelewatan pada Monica, mengingat status wanita itu adalah ibu kandung Sean.Tapi kali ini, Daniel juga setuju d
"Untuk saat ini, kalian hanya perlu menjaga Sean. Sisanya, biar aku yang tangani."Mendengar perintah dari sang atasan, wanita itu pun mengangguk pelan seraya berkata, "Baik, Nona." Dia menjeda ucapannya sesaat dan berbalik menatap Sean, lalu menambahkan, "Tuan Muda masih belum sadarkan diri sekarang.""Tak masalah, asalkan tubuhnya tanpa lecet, semuanya akan beres." Setelah mengatakan itu, Monica langsung memutuskan sambungan teleponnya.Wanita itu segera berbalik menatap supir dan memerintah, "Cepat lajukan mobilnya!""Baik, Nona." Pria itu segera menyalakan mesin mobil dan mengemudikannya menjauh dari area kantor.Sedangkan wanita yang duduk tepat di kursi belakang Itu tampak mengalihkan pandangannya ke kaca mobil. Ada sedikit kegelisahan di dalam hatinya ketika sadar bahwa dia tak boleh bertindak ceroboh. Dia pun membatin, 'Mereka sekarang pasti lagi nyari bukti, aku nggak boleh lengah.' Di bawah guyuran hujan yang deras, mobil berwarna merah menyala itu membelah jalanan. Malam in
"Terserah apa yang akan kamu lakukan, paling penting perusahaan harus diselamatkan." Setelah mengatakan itu, Bagaskoro segera memutuskan sambungan teleponnya. Sedangkan Monica kini berada dalam kemarahan karena tekanan yang terus saja diberikan oleh ayahnya."Sialan!" desisnya seraya melemparkan teleponnya itu ke samping. "Gimana caranya aku bisa perbaiki masalah ini?" gumamnya lagi seraya memikirkan kembali hubungannya dengan sang mantan suami yang semakin memburuk. "Argh! Padahal seharusnya hal kayak gini nggak terjadi," lirihnya frustasi.Dengan syarat pandangan yang semakin gelap, wanita itu mengusap wajahnya dengan kasar. Dia pun membatin, 'Daniel nggak bakalan mau menanamkan modal lagi,' pikirnya. Wanita itu tak bodoh dan tahu bahwa alasan mengapa perusahaannya itu mengalami kerugian tentu saja karena mantan suaminya itu saat ini tengah mencoba untuk menekannya.Dengan menggigit kuku-kuku jarinya, wanita itu pun kembali bergumam lirih, "Sialan kamu, Niel. Hanya karena kamu tah