Selamat Hari Raya idul adha 1444 H
Rahang Luna terasa mengetat. Ini bukan saatnya untuk saling menghormati. Dia merasa kesal. "Terserah lo mau ngomong apaan, Sa. Gue beneran udah capek. Lo mungkin bisa diem aja pas dihina sama Alvin, tapi gue nggak. Kalau lo masih kayak gini juga, sorry … mending kita nggak usah sama-sama.""Apa maksud lo?" Clarissa mengerutkan keningnya tak percaya setelah mendengar perkataan Luna. "Lo mau pertemanan kita bertiga jadi hancur?" tanyanya lagi sambil menatap ke arah sosok perempuan berambut pendek lurus sebahu itu."Bukan gue yang mau, tapi lo sendiri yang bikin persahabatan ini jadi hancur." Luna tahu kalau ini bukanlah saat yang tepat untuk mengutarakan isi hatinya. Tapi selama ini dia selalu mencoba untuk memaklumi Clarissa dan membelanya meskipun salah. Clarissa tampak tak percaya dan kini justru memandang sahabatnya itu dengan arogan. "Kenapa lo malah jadi nyalahin gue? Lo sendiri yang mau ngancurin persahabatan kita bertiga dan sekarang malah memutar balikan fakta?""Mungkin lo sam
Freya meremas tangannya perlahan. Dia sungguh merasa muak dengan segalanya. Apalagi Clarissa tak sadar akan kesalahannya. "Sa, coba pikirin lagi. Apa lo berteman dengan kita berdua karena tulus?""Apa?" Clarissa terkejut ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu. "Lo mikir apa sih? Ya udah jelaskan gue pasti berteman sama kalian itu tulus."Freya yang mendengar jawaban itu justru tersenyum sinis. Tak mungkin baginya untuk percaya begitu saja dengan perkataan Clarissa, apalagi selama ini selalu diperlakukan dengan semena-mena dan jika dipikirkan lagi memang dia hanya dijadikan seperti kacung.Clarissa yang bisa membayangkan ekspresi wajah Freya, kini mengerutkan keningnya dan berkata, "Apa lo nggak percaya sama kata-kata gue? Gimana caranya gue bikin lo percaya?"Freya yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya diam tanpa mengatakan apapun. Dia menghela nafas perlahan dan kembali melipat kedua tangannya tepat di depan dada. "Kalau lo emang mau buktiin, cari tahu caranya sendiri. Lo
"Apa lo serius?"Luna menganggukan kepalanya perlahan. "Mungkin Clarissa sebelum cerita soal ini tapi kita berdua sempat bertengkar gara-gara Alvin." Dia menghela napas sejenak sebelum akhirnya menjelaskan semuanya pada Freya dan menambahkan, "Gue merasa hal kayak gini nggak bisa diremehin sama sekali karena Alvin udah keterlaluan.""Emang! Gue aja heran. Tapi selama ini lo kelihatannya baik-baik aja pas Clarissa udah bertingkah kayak budaknya Alvin." Freya ikut merasa marah karena bagaimanapun juga namanya kini ikut terseret akibat masalah yang sama. Luna juga sebenarnya merasa sangat lelah dan kini dia mengaduk minumannya dengan perasaan hampa. "Jujur sebenarnya itu nggak mau berteman kita jadi kayak gini. Tapi gue beneran capek banget, Clarissa nggak mau dengerin gue dan dia terus aja bertingkah tolol di hadapan. Gue juga tahu kalau dia suka banget sama Alvin, tapi harusnya karena masalah ini dia sadar dong."Andai Alvin tidak mengatakan sesuatu yang keterlaluan, Luna pasti masih b
"Eh? Kalau dia emang nggak tertarik sama siapapun, kenapa dia malah kemarin sengaja ngasih tahu perasaannya sama Nadia?"Luna yang mendengar pertanyaan itu hanya mengangkat kedua bahunya dengan acuh karena memang dia tak mengetahui jawabannya. "Jujur Alvin emang akhir-akhir ini agak beda. Tapi masa iya sih dia beneran suka sama Nadia?"Jika dipikirkan kembali rasanya tak mungkin sama sekali karena Alvin selama ini memang selalu mencoba untuk menjauh dari semua gadis yang mencoba untuk mendekatinya."Nadia juga cuma gadis biasa kan," tambahnya lagi sambil menyeruput minumannya.Freya yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas lelah. "Clarissa sama Nadia kalau dibandingin juga nggak ada apa-apanya. Si Nadia atau siapalah itu kelihatan biasa aja ya nggak sih?""Iya, gue setuju sama kata-kata lo barusan. Ya pikirin aja, Alvin cukup populer dan kayaknya nggak mungkin deh kalau dia pacaran sama cewek cupu."Sekelas Alvin pasti memiliki kriteria wanita yang cukup tinggi. Bahkan Clarissa ya
Nadia mengaduk minumannya itu dengan perasaan canggung karena entah mengapa sekarang dia justru berakhir berdua dengan Clarissa.Beberapa menit yang lalu, Clarissa memang menyatakan permintaan maafnya secara terang-terangan dan Nadia pun menerimanya tanpa sungkan.Tapi sekarang apa yang harus dia lakukan?Clarissa melihat lawan bicaranya itu sedang merasa bingung dan dia mengulas senyum tipis di wajah cantiknya sambil berkata, "Nggak usah gugup gitu. Gue juga nggak ada niatan buat ngelakuin hal yang jahat sama lo, kok.""Eh? Iya, Kak." Nadia menelan ludahnya itu dengan perasaan tak nyaman.Sesekali dia tampak melirik ke arah Clarissa dan mendapatinya seolah-olah tak merasakan apapun. Lalu mengapa dia harus merasa gugup sendirian?"Uhm, Kak. Apa aku boleh menanyakan sesuatu?"Clarissa menganggukan kepalanya tanpa ragu. "Sure! Emangnya lu mau nanyain apaan?""Kenapa Kakak tiba-tiba aja berubah dan minta maaf padaku?" Nadia sempat mendengar kisah serius mengenai sifat Clarissa dan tentu s
Nadia sampai di rumahnya dengan perasaan yang masih diliputi oleh kebingungan serta ketakutan karena bagaimanapun juga sekarang ada lebih banyak pesan misterius. Bahkan entah dari mana orang misterius itu mengetahui nomornya."Bunda!" Sean berlari menghampiri ibu sambungnya itu dengan bersemangat. Tapi ketika berada tepat di dekatnya dia terlihat mengerutkan keningnya karena Nadia terlihat sedang kebingungan. "Bunda kok kelihatannya sedih? Bunda kenapa?" tanyanya polos.Nadia yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa tersenyum tipis dan berusaha untuk menyembunyikannya. Dia mengelus pelan puncak kepalanya dan berkata, "Bunda nggak apa-apa, Sayang. Bunda cuma ngerasa sedikit capek," tuturnya."Yah … Sean padahal mau ngajakin ke toko mainan. Oma sama Opa juga ada disini, Bunda," tuturnya dengan wajah yang sedikit cemberut karena kecewa padahal sudah ada banyak rencana di dalam kepalanya.Nadia merasa sedikit bersalah, tapi memang dia tak bisa memaksa. Ada sesuatu yang masih mengganjal tep
Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu dan dia merasa sangat penasaran. Sebenarnya apalagi yang sedang disembunyikan oleh Nadia?"Katakan saja yang sebenarnya, Nadia. Ada apa?"Nadia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Ada seseorang yang selama beberapa hari belakangan sering mengirimkan teror.""Teror?" Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu karena dia hampir tak percaya dengan perkataan Nadia. Tak ada laporan mencurigakan dari bawahannya. Jadi dia pikir semuanya aman. "Teror bagaimana yang kamu maksud?"Perlahan, Nadia mulai menceritakan segala hal yang terjadi pada Daniel. Dia tak menyembunyikan apapun lagi."Nadia, Kenapa kamu baru mengatakan hal ini sekarang?" Daniel merasa sangat kecewa karena Nadia telah menyembunyikannya sekian lama dan menanggungnya sendirian. "Padahal aku sudah sering mengatakan supaya kamu jujur padaku," tambahnya lagi sambil mengusap wajahnya.Nadia menggigit bibir bawahnya deng
Clarissa sejak tadi sibuk memeriksa ponselnya dan sesekali dia tampak menggigit ujung jarinya. "Kenapa nggak ada respon sama sekali?"Dipertanya dalam hati karena memang kedua sahabatnya kini justru mengabaikannya secara terang-terangan dan hanya memintanya supaya tidak melakukan rencana gila agar masalah di kemudian hari bisa dijauhi.Itu bukanlah hal yang diinginkan oleh Clarissa karena sekarang tujuannya ialah membuat musuhnya benar-benar bisa ditaklukan."Tumben lo sendirian aja?" Seorang pria tiba-tiba saja duduk tepat di hadapan Clarissa dan memandangnya dengan tajam.Kening Clarissa terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu ketika dia mengangkat pandangannya. "Alvin?" "Pasti lo sekarang lagi ngerencanain sesuatu, kan?" Alvin kembali melayangkan sebuah pertanyaan dan tak mengalihkan pandangan tajamnya sama sekali karena memang dia semakin merasa kesal dengan Clarissa. "Gue tahu lo itu kayak gimana, Sa. Lo nggak mungkin minta maaf gitu aja," tambahnya lagi.Clarissa t