Selamat pagi, sudah update ya, selamat membaca
Nadia sampai di rumahnya dengan perasaan yang masih diliputi oleh kebingungan serta ketakutan karena bagaimanapun juga sekarang ada lebih banyak pesan misterius. Bahkan entah dari mana orang misterius itu mengetahui nomornya."Bunda!" Sean berlari menghampiri ibu sambungnya itu dengan bersemangat. Tapi ketika berada tepat di dekatnya dia terlihat mengerutkan keningnya karena Nadia terlihat sedang kebingungan. "Bunda kok kelihatannya sedih? Bunda kenapa?" tanyanya polos.Nadia yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa tersenyum tipis dan berusaha untuk menyembunyikannya. Dia mengelus pelan puncak kepalanya dan berkata, "Bunda nggak apa-apa, Sayang. Bunda cuma ngerasa sedikit capek," tuturnya."Yah … Sean padahal mau ngajakin ke toko mainan. Oma sama Opa juga ada disini, Bunda," tuturnya dengan wajah yang sedikit cemberut karena kecewa padahal sudah ada banyak rencana di dalam kepalanya.Nadia merasa sedikit bersalah, tapi memang dia tak bisa memaksa. Ada sesuatu yang masih mengganjal tep
Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu dan dia merasa sangat penasaran. Sebenarnya apalagi yang sedang disembunyikan oleh Nadia?"Katakan saja yang sebenarnya, Nadia. Ada apa?"Nadia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Ada seseorang yang selama beberapa hari belakangan sering mengirimkan teror.""Teror?" Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu karena dia hampir tak percaya dengan perkataan Nadia. Tak ada laporan mencurigakan dari bawahannya. Jadi dia pikir semuanya aman. "Teror bagaimana yang kamu maksud?"Perlahan, Nadia mulai menceritakan segala hal yang terjadi pada Daniel. Dia tak menyembunyikan apapun lagi."Nadia, Kenapa kamu baru mengatakan hal ini sekarang?" Daniel merasa sangat kecewa karena Nadia telah menyembunyikannya sekian lama dan menanggungnya sendirian. "Padahal aku sudah sering mengatakan supaya kamu jujur padaku," tambahnya lagi sambil mengusap wajahnya.Nadia menggigit bibir bawahnya deng
Clarissa sejak tadi sibuk memeriksa ponselnya dan sesekali dia tampak menggigit ujung jarinya. "Kenapa nggak ada respon sama sekali?"Dipertanya dalam hati karena memang kedua sahabatnya kini justru mengabaikannya secara terang-terangan dan hanya memintanya supaya tidak melakukan rencana gila agar masalah di kemudian hari bisa dijauhi.Itu bukanlah hal yang diinginkan oleh Clarissa karena sekarang tujuannya ialah membuat musuhnya benar-benar bisa ditaklukan."Tumben lo sendirian aja?" Seorang pria tiba-tiba saja duduk tepat di hadapan Clarissa dan memandangnya dengan tajam.Kening Clarissa terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu ketika dia mengangkat pandangannya. "Alvin?" "Pasti lo sekarang lagi ngerencanain sesuatu, kan?" Alvin kembali melayangkan sebuah pertanyaan dan tak mengalihkan pandangan tajamnya sama sekali karena memang dia semakin merasa kesal dengan Clarissa. "Gue tahu lo itu kayak gimana, Sa. Lo nggak mungkin minta maaf gitu aja," tambahnya lagi.Clarissa t
"Hoi! Kenapa lo diam aja?" Alvin mengibaskan tangan yang tepat di depan wajah Clarissa dan memandangnya heran. Clarissa sedikit kaget dan dengan cepat langsung mengelak sambil mencoba tersenyum tipis supaya tidak terlihat cemburu di hadapan Alvin karena bagaimanapun juga ini pertama kalinya mereka mengobrol cukup lama setelah bertengkar."Hah? Abisnya gue heran aja karena lo tiba-tiba suka sama seseorang. Lo kan nggak biasanya kayak gini, Al."Alvin tertawa perlahan karena memang dia juga merasa aneh sebab jatuh cinta pada seseorang seperti Nadia yang bahkan sebenarnya bukan tipe perempuan yang diinginkannya."Sebenarnya gue juga nggak tahu alasannya, sih. Mungkin karena dia unik," tuturnya. Sambil mengingat-ingat kelakuan Nadia yang berhasil membuatnya jatuh cinta, Alvin sesekali tersenyum. "Dia tuh beda banget dari cewek kebanyakan yang sering ngedeketin gue. Gimana ya jelasinnya? Intinya gue nggak nemuin hal unik yang dia miliki di cewek lain."Clarissa tersenyum tipis sambil meng
Luna merasa gelisah dan dia kembali memeriksa ponselnya. "Padahal Clarissa udah baca pesan gue dari tadi, tapi dia nggak bales sama sekali."Freya yang berada tepat di sampingnya itu hanya melirik dengan malas karena dia sudah menebaknya. Clarissa tak mungkin mau diajak bertemu ketika keadaan sedang menjadi panas seperti sekarang dan sudah bisa dipastikan dia akan tetap melakukan rencananya itu sesuai dengan tekadnya."Lun, percuma aja kita berjuang ajakin dia ketemu. Sekarang lihat sendiri kan gimana cara dia memperlakukan kita berdua?""Apa maksud lo?" Luna yang sudah menoleh tampak melarutkan keningnya. Freya mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh dan tersenyum tipis. "Kalau dia emang anggap kita sahabat, dia pasti ada sedikit gerakan lah buat perjuangin hubungan kita ini. Tapi apa yang dia lakuin? Dia selalu nunggu supaya kita sendiri yang mendekat. Emangnya ini yang dinamain sahabat?"Sudah sejak lama dia merasa muak dengan kelakuan Clarissa dan Freya merasa tak bisa berdiam dir
Daniel memicingkan matanya dengan tajam setelah dia mendengar perkataan Chloe. Dia tak menyangka sama sekali akan melihat wanita licik itu di kantornya dan bahkan sekarang secara terang-terangan mengajaknya untuk mengobrol seolah-olah tak ada masalah apapun yang terjadi di antara mereka.Daniel melirik ke arah asisten pribadinya dan diam dengan cepat langsung mendekat karena dia sadar atasannya saat ini tak mau membuang waktu lebih lama lagi hanya demi menghadapi sosok Chloe."Nona, kehadiran Anda di sini tidak diinginkan sama sekali dan mohon bersikap sopan karena kami tidak akan segera lagi untuk membawanya karena hukum sebab sudah mengganggu ketenangan orang lain."Chloe mengerutkan keningnya ketika perasaan marah tiba-tiba saja menyeruak dari dalam hatinya dan dia merasa sangat kecewa karena Daniel langsung menolak kedatangannya.Pandangan wanita licik itu kembali mengarah tepat pada Daniel dan dia melipat kedua tangannya di depan dada sambil berkata, "Daniel, kamu jangan lupa kala
"Nadia, apa yang kamu lakukan?"Suara Daniel telah berhasil mengejutkan Nadia. Dia segera menoleh dan tanpa sadar menjatuhkan ponsel suaminya itu. Brak!Daniel segera memandang ke sebuah ponsel yang jatuh ke lantai. Keningnya terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Bukankah itu ponselnya?Nadia gugup dan segera meraihnya sambil beralasan, "Maaf. Tadi ada pesan masuk, a-aku … aku penasaran jadi–""Nadia, hust!" Daniel segera meraih kedua bahu istrinya itu dan menenangkannya. "Kenapa kamu gugup hanya karena mengecek ponselku? Nggak apa-apa, aku nggak marah, kok."Ada perasaan lega yang kini muncul di dalam hati Nadia. Awalnya takut Daniel akan marah karena Nadia telah lancang membuka ponselnya. Tapi ternyata dia salah kaprah. Daniel bahkan kini berusaha menenangkannya."Bacalah, lagipula nggak ada satupun hal yang kusembunyikan darimu."Nadia sedikit canggung, namun dia tetap membuka pesan di handphone Daniel. Hanya dalam hitungan detik saja, matanya itu membulat sempurn
"Mama!" Sean tampak sumringah ketika melihat ibunya itu. Memang sejak beberapa hari yang lalu dia berencana untuk datang ke penjara supaya bisa menengok Monica.Monica yang juga bertemu dengan putranya Itu tampak bahagia karena dia memang sangat merindukannya. "Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Walaupun jarak diantara mereka berdua kini terhalang sebuah kaca, setidaknya bisa membuat rasa rindu itu terpenuhi dan terbayarkan.Monica melirik ke arah sosok istri baru dari mantan suaminya itu dan tersenyum tipis karena Nadia selalu menepati janjinya untuk meluangkan waktu supaya bisa mengajak Sean datang ke penjara. Dari syarat pandangannya itu mengisyaratkan sebuah rasa terima kasih yang besar.Sepanjang pertemuan itu Monica dan Sean mengobrol cukup lama. Nadia sesekali juga ikut menanggapi karena memang saat ini hubungannya tak terlalu buruk dengan Monica."Uhm, omong-omong terima kasih dengan buku yang sudah kamu berikan waktu itu."Nadia terlihat mengerutkan keningnya ketika mende