kira kira hal seperti apa lagi yang akan dilakukan oleh Chloe ya?
Daniel memicingkan matanya dengan tajam setelah dia mendengar perkataan Chloe. Dia tak menyangka sama sekali akan melihat wanita licik itu di kantornya dan bahkan sekarang secara terang-terangan mengajaknya untuk mengobrol seolah-olah tak ada masalah apapun yang terjadi di antara mereka.Daniel melirik ke arah asisten pribadinya dan diam dengan cepat langsung mendekat karena dia sadar atasannya saat ini tak mau membuang waktu lebih lama lagi hanya demi menghadapi sosok Chloe."Nona, kehadiran Anda di sini tidak diinginkan sama sekali dan mohon bersikap sopan karena kami tidak akan segera lagi untuk membawanya karena hukum sebab sudah mengganggu ketenangan orang lain."Chloe mengerutkan keningnya ketika perasaan marah tiba-tiba saja menyeruak dari dalam hatinya dan dia merasa sangat kecewa karena Daniel langsung menolak kedatangannya.Pandangan wanita licik itu kembali mengarah tepat pada Daniel dan dia melipat kedua tangannya di depan dada sambil berkata, "Daniel, kamu jangan lupa kala
"Nadia, apa yang kamu lakukan?"Suara Daniel telah berhasil mengejutkan Nadia. Dia segera menoleh dan tanpa sadar menjatuhkan ponsel suaminya itu. Brak!Daniel segera memandang ke sebuah ponsel yang jatuh ke lantai. Keningnya terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Bukankah itu ponselnya?Nadia gugup dan segera meraihnya sambil beralasan, "Maaf. Tadi ada pesan masuk, a-aku … aku penasaran jadi–""Nadia, hust!" Daniel segera meraih kedua bahu istrinya itu dan menenangkannya. "Kenapa kamu gugup hanya karena mengecek ponselku? Nggak apa-apa, aku nggak marah, kok."Ada perasaan lega yang kini muncul di dalam hati Nadia. Awalnya takut Daniel akan marah karena Nadia telah lancang membuka ponselnya. Tapi ternyata dia salah kaprah. Daniel bahkan kini berusaha menenangkannya."Bacalah, lagipula nggak ada satupun hal yang kusembunyikan darimu."Nadia sedikit canggung, namun dia tetap membuka pesan di handphone Daniel. Hanya dalam hitungan detik saja, matanya itu membulat sempurn
"Mama!" Sean tampak sumringah ketika melihat ibunya itu. Memang sejak beberapa hari yang lalu dia berencana untuk datang ke penjara supaya bisa menengok Monica.Monica yang juga bertemu dengan putranya Itu tampak bahagia karena dia memang sangat merindukannya. "Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Walaupun jarak diantara mereka berdua kini terhalang sebuah kaca, setidaknya bisa membuat rasa rindu itu terpenuhi dan terbayarkan.Monica melirik ke arah sosok istri baru dari mantan suaminya itu dan tersenyum tipis karena Nadia selalu menepati janjinya untuk meluangkan waktu supaya bisa mengajak Sean datang ke penjara. Dari syarat pandangannya itu mengisyaratkan sebuah rasa terima kasih yang besar.Sepanjang pertemuan itu Monica dan Sean mengobrol cukup lama. Nadia sesekali juga ikut menanggapi karena memang saat ini hubungannya tak terlalu buruk dengan Monica."Uhm, omong-omong terima kasih dengan buku yang sudah kamu berikan waktu itu."Nadia terlihat mengerutkan keningnya ketika mende
"Mama mau ngomong."Nadia mengangguk pelan dan segera duduk tepat di samping ibu mertuanya. "Kenapa, Ma?""Harusnya Mama yang tanya sama kamu, Nadia. Muka kamu dari tadi kelihatan aneh. Ada yang kamu sembunyikan, ya?" Martha segera mengintrogasi menantunya itu karena tak mau hal buruk terjadi. Apalagi Nadia selalu saja bersikap seolah bisa melakukan segalanya sendirian.Nadia terdiam sejenak. Sejujurnya dia tak mau membahas masalah ini sama sekali dengan mertuanya karena tahu pasti akan ada bencana besar. Tapi dia juga tak mau menyembunyikannya terus-menerus karena Martha pasti akan mencoba untuk mengintrogasinya lagi dan lagi.Perlahan tapi pasti, dia mulai menceritakan segala masalah yang saat ini tengah terjadi mengenai Daniel dan Chloe.Wajah Martha yang awalnya tenang itu seketika langsung berubah dan dia terlihat sangat kesal. "Ya ampun … kok bisa ada wanita yang nggak tahu malu banget kayak gitu sampai-sampai datang ke kantor cuma mau nemuin suami orang?!" Martha menggebrak mej
"Kenapa kamu gelisah?" Daniel bertanya pada sang istri yang saat ini berada tepat di dalam pelukannya. Nadia sedari tadi terus saja menggeliat seolah-olah dia tak bisa tidur oleh sesuatu dan Daniel yang menyadarinya pun ikut merasa bingung.Wajah Nadia kini berubah dihiasi dengan gurat kemerahan karena salah tingkah. Walaupun memang dia sudah menikah dengan Daniel, rasanya tetap saja aneh ketika bermesraan seperti ini."Nggak apa-apa, cuma belum terbiasa."Daniel tersenyum tipis ketika mendengar jawaban istrinya itu dan dia kembali memeluknya erat. "Untuk saat ini aku masih belum bisa menemukan pelaku dari pengirim teror yang membuat kamu merasa ketakutan. Tapi aku pasti akan terus mencoba untuk menemukannya," tuturnya sambil mengelus kepala Nadia.Nadia mengenal nafas berat karena memang dia sedari awal sudah menduga bahwa masalah ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan begitu saja. Ada banyak hal janggal yang membuat mereka semakin kesulitan untuk menemukan pelaku yang sebenarn
Seperti yang biasa dilakukan oleh Nadia, Dia turun beberapa meter sebelum jarak semakin dekat dengan pintu gerbang kampusnya. Dia terlihat sedikit kerapatan karena memang ada beberapa tugas praktikum yang dibawanya. Daniel yang berada di mobilnya itu hanya bisa memperhatikan sambil menghela nafas berat karena sang istri terus saja menolak bantuannya."Duh, repot juga …" lirih Nadia. Pandangannya kini beralih kembali menatap mobil sang suami yang masih saja parkir seolah-olah mengamatinya. Nadia segera memberikan kode pada suaminya itu untuk berlalu pergi karena memang ada rapat penting yang harus dilakukannya. Seolah Daniel sadar akan kode yang dilakukan oleh Nadia, Dia segera berlalu pergi dengan perasaan yang masih belum nyaman.Nadia tersenyum tipis ketika melihat mobil suaminya itu, dia lantas kembali melangkahkan kakinya mulai memasuki area kampus.Ternyata bukan dia saja yang saat ini sedang kerepotan membawa tugas praktikum, tapi para mahasiswa satu jurusan dengannya juga mel
"Ya Tuhan, gimana bisa berita kayak gini tersebar?"Ketika Nadia sedang memikirkan hal itu tiba-tiba saja terdengar suara pintu toilet yang dibuka dari luar. Nadia yang awalnya tengah bertanya pada dirinya, lantas langsung menutup mulutnya rapat-rapat karena dia mendengar sesuatu."Eh, udah denger belum masalah anak jurusan kita? Si Nadia itu!" Salah satu mahasiswi mulai berbicara.Kemungkinan besar di depan wastafel sana ada tiga orang mahasiswa yang sedang mengobrol. Sebab Nadia mendengar obrolan mereka."Lah itu kan beritanya lumayan rame. Heran banget, tuh anak kenapa sering cari masalah? Pertama, dia terlibat masalah sama Kak Clarissa. Terus ada desas-desus bilang, dia deketin Kak Alvin. Eh sekarang malah dia kepergok jalan sama pria kaya. Kayaknya Nadia emang cewek nggak bener!"Jantung Nadia berdetak semakin kencang dan hatinya itu terasa berdenyut nyeri setelah mendengar hinaan yang telah berhasil menyudutkan namanya.Nadia sendiri paham bahwasanya dia tak bisa membuang tuduhan
"Dasar cewek gila!" Clarissa memaki sosok perempuan yang baru saja berlalu pergi. "Padahal gue nggak ngelakuin apa-apa, tapi dia malah nuduh kayak gini. Sialan!" desisnya.Dia memang sempat berencana untuk menghancurkan Nadia dan bagaimanapun caranya akan membuatnya keluar dari kampus ini. Tapi Clarissa benar-benar bukanlah seseorang yang mencoba untuk menyebarkan gosip murahan ini. Ketika Clarissa sedang memikirkan itu tiba-tiba saja dia merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang. Sontak dia langsung menoleh dan kini mendapati sosok Luna, sahabatnya.Luna memandangnya dengan tajam dan tanpa basa-basi sedikitpun langsung bertanya, "Apa lo yang nyebarin berita soal Nadia?""Apa? Heh, kenapa lo tiba-tiba nuduh gue kayak gini?"Freya yang juga ikut datang bersama dengan Luna, kini ikut berbicara karena sedari awal mereka semua sudah menduga bahwa masalah ini diciptakan oleh Clarissa. "Kan lo sendiri yang bilang bakalan pake segala cara buat bikin Nadia keluar dari kampus. Wajar dong kita
"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
"Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S
"Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir
"Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami
Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting
"Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da
"Bawa orangnya ke hadapan Bos!" Dion segera memerintahkan setelah dia berhasil menangkap pelaku yang sedari awal memang dicurigai telah meneror Nadia.Dua pasang bodyguard yang memang sudah berhasil menangkap pelakunya itu pun segera mematuhi perintah dari Dion, mendekat ke sebuah kereta versi berwarna hitam pekat.Nadia dan Daniel sedari tadi sudah menunggu tepat di dalam mobil. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang karena memang dia sangat ingin tahu pelaku yang telah tega membuatnya jadi dibenci banyak orang.Suara ketukan di kaca mobil telah menyadarkan Daniel dan Nadia. Daniel melirik ke arah sang istri sambil meremas tangannya perlahan karena dia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Nadia. Dia mencoba untuk tetap kuat dan juga tegar sambil tersenyum tipis, "Semuanya pasti baik-baik aja, Nadia. Keinginan kamu terkabul dan kita berhasil menangkap pelakunya. Kamu sudah siap untuk melihatnya?""Iya," jawab Nadia dengan singkat. Pandangan matanya itu terlihat semakin tajam dan
"Itu orangnya! Bener kan dia? Wah gila … nggak nyangka banget kalau dia cewek kayak gitu," tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Nadia dan memandangnya dengan tajam.Nadia yang kebetulan sedang melangkahkan kakinya setelah dia sampai di kampus itu pun tampak mengerutkan kening karena sadar saat ini menjadi bahan omongan.Ketika Nadia sedang merasa bingung seperti itu tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sedikit sepi."Kak Alvin? Lepasin!""Gue nggak bakalan lepasin lo di sini sebelum kita bisa bicara berdua," tolaknya. Alvin lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar bahwa sekarang tak ada terlalu banyak mahasiswa yang sedang memperhatikan. Dia langsung berbalik untuk menatap Nadia dengan lekat dan berkata, "Lo … ngapain lo malah datang ke kampus?""Apa?" Nadia merasa bingung dengan pertanyaan yang baru dilontarkan oleh Alvin dan sontak saja dia mencoba untuk menepis tangan pria itu karena tak suka jika disentuh seenaknya. "Kenapa pula
"Cukup!" Putri langsung memotong perkataan Nadia. Napasnya memburu naik turun bersamaan dengan emosi yang semakin menggebu-gebu. "Padahal aku baru aja maafin kamu, tapi sekarang malah kayak gini lagi. Kalau kamu emang nggak percaya, mendingan kita nggak usah temenan lagi aja."Sesuatu terasa sakit di dalam hati Nadia karena memang selama ini temannya hanyalah Putri.Tapi dia tak mencegahnya sama sekali dan melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Putri. Selalu meremas tangan kanannya sendiri dan menekan perasaannya sampai mengangkat kepalanya setelah sudah siap, "Maaf, aku harusnya emang nggak merasa curiga kayak gini. Tapi aku juga nggak akan memaksa kamu untuk tetap berteman denganku.""Oh?" Putri terlihat sedikit terkejut. Tapi dia kini tertawa sinis. "Harusnya dari awal aku dengerin perkataan teman-teman yang lain aja. Kamu emang nggak sepantasnya punya teman apalagi ada di kampus ini," tambahnya.Nadia seperti mendengar suara hatinya retak. Kenapa Putri sampai mengatakan h