"Mama!" Sean tampak sumringah ketika melihat ibunya itu. Memang sejak beberapa hari yang lalu dia berencana untuk datang ke penjara supaya bisa menengok Monica.Monica yang juga bertemu dengan putranya Itu tampak bahagia karena dia memang sangat merindukannya. "Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Walaupun jarak diantara mereka berdua kini terhalang sebuah kaca, setidaknya bisa membuat rasa rindu itu terpenuhi dan terbayarkan.Monica melirik ke arah sosok istri baru dari mantan suaminya itu dan tersenyum tipis karena Nadia selalu menepati janjinya untuk meluangkan waktu supaya bisa mengajak Sean datang ke penjara. Dari syarat pandangannya itu mengisyaratkan sebuah rasa terima kasih yang besar.Sepanjang pertemuan itu Monica dan Sean mengobrol cukup lama. Nadia sesekali juga ikut menanggapi karena memang saat ini hubungannya tak terlalu buruk dengan Monica."Uhm, omong-omong terima kasih dengan buku yang sudah kamu berikan waktu itu."Nadia terlihat mengerutkan keningnya ketika mende
"Mama mau ngomong."Nadia mengangguk pelan dan segera duduk tepat di samping ibu mertuanya. "Kenapa, Ma?""Harusnya Mama yang tanya sama kamu, Nadia. Muka kamu dari tadi kelihatan aneh. Ada yang kamu sembunyikan, ya?" Martha segera mengintrogasi menantunya itu karena tak mau hal buruk terjadi. Apalagi Nadia selalu saja bersikap seolah bisa melakukan segalanya sendirian.Nadia terdiam sejenak. Sejujurnya dia tak mau membahas masalah ini sama sekali dengan mertuanya karena tahu pasti akan ada bencana besar. Tapi dia juga tak mau menyembunyikannya terus-menerus karena Martha pasti akan mencoba untuk mengintrogasinya lagi dan lagi.Perlahan tapi pasti, dia mulai menceritakan segala masalah yang saat ini tengah terjadi mengenai Daniel dan Chloe.Wajah Martha yang awalnya tenang itu seketika langsung berubah dan dia terlihat sangat kesal. "Ya ampun … kok bisa ada wanita yang nggak tahu malu banget kayak gitu sampai-sampai datang ke kantor cuma mau nemuin suami orang?!" Martha menggebrak mej
"Kenapa kamu gelisah?" Daniel bertanya pada sang istri yang saat ini berada tepat di dalam pelukannya. Nadia sedari tadi terus saja menggeliat seolah-olah dia tak bisa tidur oleh sesuatu dan Daniel yang menyadarinya pun ikut merasa bingung.Wajah Nadia kini berubah dihiasi dengan gurat kemerahan karena salah tingkah. Walaupun memang dia sudah menikah dengan Daniel, rasanya tetap saja aneh ketika bermesraan seperti ini."Nggak apa-apa, cuma belum terbiasa."Daniel tersenyum tipis ketika mendengar jawaban istrinya itu dan dia kembali memeluknya erat. "Untuk saat ini aku masih belum bisa menemukan pelaku dari pengirim teror yang membuat kamu merasa ketakutan. Tapi aku pasti akan terus mencoba untuk menemukannya," tuturnya sambil mengelus kepala Nadia.Nadia mengenal nafas berat karena memang dia sedari awal sudah menduga bahwa masalah ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan begitu saja. Ada banyak hal janggal yang membuat mereka semakin kesulitan untuk menemukan pelaku yang sebenarn
Seperti yang biasa dilakukan oleh Nadia, Dia turun beberapa meter sebelum jarak semakin dekat dengan pintu gerbang kampusnya. Dia terlihat sedikit kerapatan karena memang ada beberapa tugas praktikum yang dibawanya. Daniel yang berada di mobilnya itu hanya bisa memperhatikan sambil menghela nafas berat karena sang istri terus saja menolak bantuannya."Duh, repot juga …" lirih Nadia. Pandangannya kini beralih kembali menatap mobil sang suami yang masih saja parkir seolah-olah mengamatinya. Nadia segera memberikan kode pada suaminya itu untuk berlalu pergi karena memang ada rapat penting yang harus dilakukannya. Seolah Daniel sadar akan kode yang dilakukan oleh Nadia, Dia segera berlalu pergi dengan perasaan yang masih belum nyaman.Nadia tersenyum tipis ketika melihat mobil suaminya itu, dia lantas kembali melangkahkan kakinya mulai memasuki area kampus.Ternyata bukan dia saja yang saat ini sedang kerepotan membawa tugas praktikum, tapi para mahasiswa satu jurusan dengannya juga mel
"Ya Tuhan, gimana bisa berita kayak gini tersebar?"Ketika Nadia sedang memikirkan hal itu tiba-tiba saja terdengar suara pintu toilet yang dibuka dari luar. Nadia yang awalnya tengah bertanya pada dirinya, lantas langsung menutup mulutnya rapat-rapat karena dia mendengar sesuatu."Eh, udah denger belum masalah anak jurusan kita? Si Nadia itu!" Salah satu mahasiswi mulai berbicara.Kemungkinan besar di depan wastafel sana ada tiga orang mahasiswa yang sedang mengobrol. Sebab Nadia mendengar obrolan mereka."Lah itu kan beritanya lumayan rame. Heran banget, tuh anak kenapa sering cari masalah? Pertama, dia terlibat masalah sama Kak Clarissa. Terus ada desas-desus bilang, dia deketin Kak Alvin. Eh sekarang malah dia kepergok jalan sama pria kaya. Kayaknya Nadia emang cewek nggak bener!"Jantung Nadia berdetak semakin kencang dan hatinya itu terasa berdenyut nyeri setelah mendengar hinaan yang telah berhasil menyudutkan namanya.Nadia sendiri paham bahwasanya dia tak bisa membuang tuduhan
"Dasar cewek gila!" Clarissa memaki sosok perempuan yang baru saja berlalu pergi. "Padahal gue nggak ngelakuin apa-apa, tapi dia malah nuduh kayak gini. Sialan!" desisnya.Dia memang sempat berencana untuk menghancurkan Nadia dan bagaimanapun caranya akan membuatnya keluar dari kampus ini. Tapi Clarissa benar-benar bukanlah seseorang yang mencoba untuk menyebarkan gosip murahan ini. Ketika Clarissa sedang memikirkan itu tiba-tiba saja dia merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang. Sontak dia langsung menoleh dan kini mendapati sosok Luna, sahabatnya.Luna memandangnya dengan tajam dan tanpa basa-basi sedikitpun langsung bertanya, "Apa lo yang nyebarin berita soal Nadia?""Apa? Heh, kenapa lo tiba-tiba nuduh gue kayak gini?"Freya yang juga ikut datang bersama dengan Luna, kini ikut berbicara karena sedari awal mereka semua sudah menduga bahwa masalah ini diciptakan oleh Clarissa. "Kan lo sendiri yang bilang bakalan pake segala cara buat bikin Nadia keluar dari kampus. Wajar dong kita
"Lo keterlaluan, Clarissa!" Bukan Freya yang berteriak, melainkan Luna. Dia merasa sangat kecewa karena perkataan Clarissa yang seolah merendahkannya. Napasnya kini memburu naik turun bersamaan dengan kekecewaannya yang semakin menggebu-gebu. "Apa lo sekarang lagi mencoba untuk meremehkan persahabatan kita bertiga dan juga ngerendahin gue sama Freya? Gila lo ya?!"Clarissa merasakan tubuhnya bergetar tapi dia tak berniat untuk meminta maaf sama sekali karena memang sudah terlanjur kecewa dengan Luna dan Freya.Dari awal dia sudah mencoba untuk tidak emosi, tapi kedua sahabatnya itu terus saja membuat emosinya jadi naik turun. Rasanya dia tak bisa bersabar lagi."Kenapa sekarang lo marah? Harusnya gue yang ngerasa kecewa karena nggak dipercaya."Luna mengepalkan tangannya erat. Namun ketika dia ingin mengatakan sesuatu lagi, Freya langsung mencegahnya dan menjadi penengah. Freya menggeleng pelan, lalu mengarahkan pandangannya ke Clarissa. Dari surat pandangannya itu memperlihatkan keke
"Apa? Jadi ada yang menyebarkan gosip soal kamu?" Daniel bertanya dengan nada khawatir. Dia menatap raut wajah sang istri yang terlihat sedih. Jelas Nadia pasti merasa tertekan karena masalah ini. Nadia menghela napas berat. Dia sebenarnya tak mau membebani suaminya karena masalah ini. Tapi dia harus menceritakannya karena ini bukanlah hal yang bisa ditanganinya sendiri dan dia membutuhkan bantuan dari Daniel.Nadia perlahan mengangkat kepalanya itu dan memandang suaminya sambil berkata, "Aku harus gimana? Aku takut kalau gosip ini terus menyebar dan sampai ke telinga dewan kampus."Bagaimanapun juga masalah ini harus segera diselesaikan.Daniel mencoba untuk menenangkan istrinya itu dan mengelus bahunya perlahan. "Aku akan cari solusinya. Gimana kalau kamu ambil cuti dulu sampai masalah ini melar?""Kayak ya itu bakalan bikin keadaan jadi makin buruk." Nadia segera menolak karena dia sudah bisa menebaknya. Gosip akan semakin membesar jika dia ambil cuti secara mendadak saat rumor te