"Eh, ssst! Itu dia, kan?" Ketika Nadia melewati beberapa mahasiswa yang saat ini sedang berkumpul, dia bisa mendengar mereka membicarakannya secara terang-terangan dan bahkan ada beberapa yang menunjuknya.Nadia mengepalkan tangannya dengan erat yang saat ini sedang memegang buku dan menundukkan kepalanya sedikit supaya bisa mengurangi rasa tertekannya itu.Putri yang ada tepat di sampingnya langsung berbisik sambil mencoba untuk mengurangi bebannya, "Nadia, mendingan kita langsung pulang aja.""Iya," jawab Nadia. Dia juga sudah merasa terlalu lelah untuk bertemu dengan para mahasiswa yang secara terang-terangan menekannya seperti sekarang.Namun sayangnya tak semudah harapannya karena Nadia kini menghentikan langkahnya sebab dihadang oleh seseorang."Lo mau pulang?" Alvin yang menghadangnya itu segera bertanya sambil memasang raut wajah khawatir karena bagaimanapun juga dia ingin melindungi Nadia. "Biar gue anterin sekalian," ungkapnya.Ada sebuah gejolak yang kini muncul di dalam ha
Nadia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan kini hujan mengguyur kota seolah-olah ikut merasa sedih akan hal buruk yang telah dialaminya sedari pagi. Dia menggigit bibir bawahnya perlahan supaya bisa menekan perasaannya dan tak lagi merasa terlalu sedih.Semenjak pulang dari kampus, Nadia langsung mengurung dirinya di kamar dan setelah membersihkan diri, dia langsung naik ke atas kasur. Kepalanya terus saja terasa berdenyut nyeri. Rasa sakit itu tentu saja berasal karena pikirannya yang semakin kalut. "Gimana caranya aku bisa menemukan pelakunya?" Nadia mulai bertanya pada dirinya sendiri, dia tak mau berada dalam keadaan seperti ini.Ada banyak impian yang ingin diraihnya dan salah satunya adalah berkuliah. Nadia sudah mendapatkan kesempatan dan dia hanya perlu menjalaninya selama beberapa tahun ke depan hingga lulus. Tapi apa ini?Bahkan sejak awal dia masuk ke kampus, sudah ada beberapa masalah yang menimpanya secara bersamaan.Ketika Nadia sedang memikirkan itu tiba-tiba saja pin
Clarissa melemparkan ponselnya dengan asal ke atas meja karena kini dia menerima pesan dari Luna. Isi pesan tersebut seolah-olah membuatnya terpojok dan merasa marah."Padahal gue udah bilang kemarin, tapi mereka tetap aja ngotot buat nyalahin gue."Marah, itulah yang kini sedang dirasakan oleh Clarissa. Pandangannya kembali fokus ke depan karena saat ini ada dosen yang mengajar.Setelah memutuskan untuk menjauh sejenak dari kedua sahabatnya, Clarissa mencoba supaya tidak terlibat dengan siapapun lagi karena dia ingin menyudahi kecurigaan dari banyak orang.Walaupun memang tentu saja sulit karena selama ini dia sudah dianggap sebagai seorang tukang bully.Ketika Clarissa sedang merasa kesal seperti itu, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik kursi tepat di sampingnya. Lalu duduk dengan santainya dan kini menatapnya."Lo beneran bukan pelakunya kan?"Clarissa memandang Alvin dengan tajam. "Gimana lagi caranya gue buat jelasin ke elo? Gue nggak mau bahas ini terus-menerus, Al."Jengah
"Apa kamu yakin dengan hasilnya?" Daniel kini mengangkat pandangannya dan menatap sang asisten yang baru saja memberikan informasi padanya mengenai sosok peneror misterius. "Jadi penerornya itu memang ada di sekitaran kampus?" tanyanya lagi.Dion menganggukkan kepalanya tanpa merasa ragu sama sekali karena memang sebelumnya dia sudah memastikannya berkali-kali sebelum memberikan informasi ini pada sang atasan.Setelah dia dan para bawahannya mencoba untuk mencari tahu mengenai sosok penerus misterius yang selama ini sudah mencoba untuk mengganggu Nadia, Dion menemukan beberapa hal dan ternyata sosok misterius itu berhasil dilacak keberadaannya setelah melakukan pesan terakhir pada Nadia. Alamat IP yang terlihat menunjukkan bahwa peneror misterius mengirimkan pesan dari lokasi kampus."Benar, Bos. Pihak kita sudah melacaknya berkali-kali dan memang lokasinya samar-samar berada di daerah kampus tempat Nyonya Nadia berkuliah."Daniel menghembuskan nafas berat karena memang sadari awal di
"Aku turun disini aja," tutur Nadia, sambil mengingatkan suaminya lagi karena dia memang tak mau diantar sampai ke dalam kampus.Seketika Daniel langsung menghentikan laju mobilnya dan beralih melirik sang istri dengan kening berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Kenapa? Bukannya sudah terlanjur juga mereka mengucapkan kamu? Lagi pula kalau mereka melihatnya secara langsung, mana mungkin mereka berani mengatakan sesuatu?"Daniel sudah merasa mual karena dia tahu dengan jelas istrinya itu berjuang sendiri dan melawan berbagai orang yang saat ini sedang mencoba untuk menekannya. Paling tidak dia ingin mengantar istrinya itu sampai ke dalam kamus karena kondisinya saat ini benar-benar lemah. Bahkan dia sudah mencoba untuk mencegah sang istri berangkat, sayangnya nasehatnya itu tak diterima karena dia saat ini tetap mau pergi ke kampusnya."Nggak apa-apa kok kalau aku turun di sini dan lagi pula nggak ada bedanya juga," tolak Nadia dan tersenyum tipis. "Kamu nggak perlu merasa kha
"Jangan seperti ini, Kak. Kakak hanya akan menyakiti diri sendiri kalau terus menyukaiku."Alvin terdiam karena memang dari awal dia sudah memutuskan dan sakit hati seperti ini bukan apa-apa baginya. "Apa lo nggak mau ngasih gue kesempatan?"Nadia menggelengkan kepalanya perlahan karena percuma saja jika dia memberikan harapan palsu untuk seseorang. Dari awal juga dia sudah mencoba untuk memperingatkannya bahwa hubungan seperti ini tak akan pernah terjadi."Aku permisi dulu, Kak."Nadia segera berbalik pergi. Namun tiba-tiba saja seseorang mendorongnya dan hampir saja membuatnya jatuh. Untung saja Alvin dengan cepat langsung menangkap tubuhnya."Heh? Jalan nggak pake mata apa?! Hati-hati dong!" Alvin berseru marah, jika saja dia tak bisa menangkap Nadia, maka gadis itu pasti sekarang sudah terjatuh. "Lo nggak apa-apa, kan?" tanyanya sambil melirik Nadia.Nadia nggak lengkap kepalanya perlahan dan langsung menarik tubuhnya kembali. "Makasih banyak, Kak." Ada perasaan jagung yang kini
"Jadi apa yang kakak ketahui?" Nadia langsung to the point sambil menatap Clarissa karena dia tak mau membuang waktu lebih lama lagi. Clarissa yang duduk tepat di seberangnya itu juga menatapnya dengan serius dan kini pun berkata, "Gue nggak tahu pastinya tapi dari beberapa informasi yang udah didapetin, orang yang sengaja nyebarin informasi mengenai lo itu ada di kampus ini."Kening Nadia terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Kakak tahu informasi ini dari mana? Apa informasinya bisa dipertanggungjawabkan?"Meski Nadia memang sempat berpikir bahwa orang yang mengancamnya itu berada di kampus ini, tapi dia masih belum memiliki bukti yang cukup kuat dan tentu saja hanya akan membuatnya terlihat buruk karena mencurigai seseorang.Clarissa menghela nafas berat dan menganggukkan kepalanya perlahan. "Gue emang belum berhasil nemuin pelakunya. Tapi lo cukup tau ini aja."Nadia terdiam, sebenarnya apa maksud Clarissa?Bukan hanya merasa bingung tapi juga penasaran karena mem
Nadia masih saja melamun sambil memikirkan semua perkataan Alvin dan juga informasi yang sempat diberikan oleh Clarissa. Untuk saat ini dia memang masih belum menemukan benang merah yang menyambungkan masalah dengan Putri karena rasanya juga tak mungkin sama sekali.'Putri satu-satunya orang yang ada di pihakku saat itu dan percaya meskipun ada banyak berita buruk. Dia tetap bersama denganku dan bahkan mendukungku. Gimana mungkin dia bisa dicurigai seperti ini?' batinnya.Dia tak bisa curiga begitu saja pada Putri. Nadia masih belum yakin dan dia menerima informasi ini juga hanya setengah saja.Nadia buru-buru menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran buruk itu. Semakin dia memikirkannya maka semakin banyak pula kecurigaan yang muncul dan dia merasa bersalah karena Putri lah yang selama ini selalu ada di pihaknya.Nadia menghela nafas berat saat mobil yang ditumpanginya itu mulai memasuki area rumah. Dia segera turun dan kini terlihat mengerutkan keningnya karena keadaan di rumah