mantan lawan jadi teman, bisa nggak sih?
"Sudahlah! Hadiah yang sudah kamu berikan ke orang lain, nggak boleh diambil lagi. Ingat itu!"Nadia menggelengkan kepalanya perlahan sambil tersenyum tipis. "Kalau gitu simpan aja, lain kali aku akan datang dan membawakannya lagi.""Nggak usah," tolak Monica. Dia menghela nafas berat dan mengangkat pandangannya itu sambil berkata, "Kalau mau beri hadiah, kasih sesuatu yang jauh lebih berguna, dong. Make up misalnya," tuturnya.Kening Nadia seketika langsung berkerut. Make up?"Buat apa kamu menginginkan set peralatan make up? Emangnya kamu mau merias diri di penjara?"Monica seketika langsung terdiam. Dia baru tersadar akan tempatnya saat ini dan entah mengapa ada perasaan yang mulai muncul di dalam hatinya."Ah, itu … maaf. Aku nggak bermaksud untuk mengatakan sesuatu yang menyakitimu." Nadia buru-buru minta maaf ketika menyadari ekspresi masam mulai menghiasi wajah Monica.Namun Monica dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak. Apa yang kamu katakan tadi memang benar ada
"Jadi sel-ku dipindahkan?" Monica menatap sipir penjara yang baru saja memberikan informasi padanya. "Kenapa tiba-tiba saja pindah?" tanyanya lagi.Monica tahu kalau dia memang sempat mengalami hal buruk, tapi rasanya aneh karena dia diperlakukan seperti ini."Beruntung kamu bisa pindah, coba kalau tidak? Sekarang, baik-baik lah dengan teman satu selmu supaya kejadian seperti tadi tidak terjadi lagi."Tak dapat jawaban yang memuaskan, Monica memilih untuk diam. Dia juga malas untuk berdebat terlalu lama. Sekarang, dia merasa senang karena akhirnya terbebas dari Rina.Saat perjalanan menuju sel barunya, Rina dan para narapidana lainnya tampak menatapnya dengan tajam. "Pasti dia menyuap sipir penjara, nggak mungkin dipindahkan gitu aja!"Monica perlahan mulai melambatkan langkahnya ketika kembali mendengarkan omong kosong keluar dari mulut Riska. Dia seketika langsung memicingkan matanya dan merasa sangat tak suka dengan perkataannya barusan."Jelas! Dia punya uang dan dari awal sampai
"Gimana tadi? Mama bilang kamu pergi ke penjara," tutur Daniel sambil menatap sosok sang istri yang kini duduk tepat di atas ranjangnya.Nadia menganggukkan kepalanya perlahan dan mulai menjelaskan semua situasi yang tengah terjadi. Dia juga tak lupa memberitahukan mengenai masalah Monica."Maaf kalau sebelumnya aku nggak minta izin padamu lebih dulu. Aku cuma merasa khawatir dan langsung meminta keringanan pada sipir penjara menggunakan kekuasaanmu." Jujur saja di dalam lubuk hatinya yang paling dalam Nadia merasa bersalah karena telah memutuskan sesuatu tanpa meminta persetujuan dari suaminya lebih dulu.Tapi tentu saja dia telah memikirkan segalanya dan tak mau membiarkan hal buruk kembali menimpa Monica. Paling tidak dengan membuat Monica berpindah sel, dia bisa menjalani masa hukuman tanpa perlu tersakiti.Daniel mengenal nafas perlahan dan dia kini berjongkok tepat di hadapan istrinya. "Nadia, kamu nggak perlu meminta maaf hanya karena melakukan hal ini. Justru aku merasa senang
Nadia melirik ke arah sosok pria yang kini duduk tepat di sampingnya. Dia tampak mengerutkan keningnya sedikit karena Daniel dari tadi tidak melakukan apapun, padahal dia sudah memikirkan berbagai hal yang semakin rumit di dalam kepalanya itu.'Apa dia nggak ada inisiatif untuk melakukan sesuatu?' batinnya.Bagaimanapun juga ini adalah malam pertama yang akan mereka habiskan setelah menikah dan tentu saja, Nadia merasa semakin gelisah.Dia meremas tangannya perlahan dan kembali melirik ke arah sosok pria di sampingnya yang kini tampak melepas arloji di pergelangan.Daniel yang merasa telah diperhatikan seketika langsung menoleh sambil mengerutkan. "Apa ada sesuatu yang mau kamu katakan?""Ah, enggak!" Nadia dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. Dia merasa sangat malu. 'Mana mungkin aku mengatakannya secara langsung?! Ah! Kenapa dia nyebelin banget, sih?' batinnya kesal.Khusus malam ini, Nadia telah mempersiapkan berbagai hal. Dia membersihkan kamarnya dan merapikannya, lalu m
"Duh, gimana nih?" Nadia yang paling tampak melirik ke arah suaminya. Tapi Daniel justru tersenyum tipis seolah-olah ini bukanlah masalah yang begitu besar.Pria itu segera bangkit dari ranjang dan berjalan mendekati pintu. Dia lantas membukanya dan kini terlihat sosok bocah lelaki berdiri tepat di sana sambil memegang bantal gulingnya."Papa, Sean boleh tidur di sini?"Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Pria itu lantas berjongkok sambil mengusap pelan kepala anaknya dan bertanya, "Kenapa? Apa Sean nggak bisa tidur?"Sean menganggukan kepalanya perlahan karena sejak tadi dia ketakutan akibat teringat dengan cerita horor yang sempat didengarnya ketika berada di sekolah."Boleh, kan, Pa?"Daniel terdiam sejenak. Pria itu justru melirik ke arah sang istrinya masih berada tepat di atas ranjang. Nadia yang tahu bahwa itu adalah kode dari suaminya seketika langsung menganggukkan kepalanya dan membiarkan putra sambungnya itu untuk ikut tidur bersama."Boleh,
"Kalau saja saat itu aku benar-benar menikah dengannya karena cinta, apa kami tak akan berakhir seperti sekarang?"Monica merenung selama beberapa saat, rasanya dia ingin menangis. Sekarang semuanya sudah terlambat dan menyesal pun percuma saja.Daniel telah menjadi milik wanita lain dan tampaknya dia sangat bahagia. Mana mungkin dia tega merusak pernikahan yang masih seumur jagung itu?Ketika dia sedang memikirkan itu tiba-tiba saja sosok wanita paruh baya yang tadi tengah tertidur, terbangun dan menatapnya. Monica langsung mengusap air mata yang mulai membasahi pipinya, dia mengerutkan keningnya dalam kebingungan.Perlahan wanita paruh baya itu bangkitan mendekatinya, malu tanpa basa-basi sedikit pun langsung duduk tepat di sampingnya."Kenapa malah duduk disini? Ini bukan–""Nak," potong wanita paruh baya itu sambil menoleh dan menatapnya lekat. "Kamu saat ini sedang menyesali semua perbuatanmu dulu dan membayangkan jika saja dulu tak melakukan kesalahan, benar kan?"Degh!Bagaimana
Nadia yang sedang menyantap sarapannya itu tampak melirik ke arah suaminya dengan malu-malu karena dia masih teringat dengan jelas kejadian pagi tadi ketika kepergok sedang bermesraan oleh Sean.Hanya dengan mengingatnya saja berhasil membuatnya merasa sangat malu.'Ugh … harusnya tadi aku menahan diri, sekarang rasanya jadi canggung,' batinnya.Bahkan Daniel juga sebenarnya merasakan hal yang sama tapi dia tetap berpura-pura tenang. Pria itu lantas menenggak minumannya dan melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya."Nadia, sepertinya kita harus berangkat sekarang."Nadia ikut melirik ke arah jam di pergelangan tangannya dan dia menganggukkan kepalanya perlahan karena hari sudah semakin siang. Tak mungkin rasanya jika dia harus datang terlambat ke kampus karena itu akan membuatnya jadi mengalami masa-masa yang buruk."Uhm, iya." Dia segera berbalik menatap putranya yang masih menyantap sarapannya dan berkata, "Sean, Bunda harus pergi duluan hari ini. Sean ke
Nadia mengerutkan keningnya tak percaya ketika mendengar pria itu mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan. "Halo? Kamu yang nabrak duluan, kok aku yang disalahkan? Dari tadi aku juga berdiri disini, tapi semua mahasiswa yang lewat bisa melihat dengan jelas dan berjalan dengan benar. Kalau sudah sadar melakukan kesalahan, paling nggak minta maaf. Apa kamu nggak tahu kalau aku hampir jatuh tadi?"Kesal, itulah yang dirasakan oleh Nadia. Apalagi dari tadi dia sudah berusaha untuk bersikap sopan. Tapi nyatanya pria yang telah menabraknya itu justru bersikap seenaknya. Dasar cowok nyebelin!"Apa?" Lelaki itu tampak sedikit kaget. Dia menghela napas berat dan bertanya dengan malas, "Lo anak baru, ya?""Emangnya kenapa? Apa bedanya mahasiswa lawas dan baru? Toh, kita sama-sama seorang pelajar. Jadi nggak perlu mencoba untuk menekanku dengan bersikap seperti ini." Nadia balik bersikap ketus. Dia menjadi semakin kesal karena lelaki ini justru mencoba untuk bersikap acuh. "Sekarang minta maaf!