hayo ... Siapa yang menunggu malam pertamanya Nadia dan Daniel? Jangan kecewa ya ... hehe
"Duh, gimana nih?" Nadia yang paling tampak melirik ke arah suaminya. Tapi Daniel justru tersenyum tipis seolah-olah ini bukanlah masalah yang begitu besar.Pria itu segera bangkit dari ranjang dan berjalan mendekati pintu. Dia lantas membukanya dan kini terlihat sosok bocah lelaki berdiri tepat di sana sambil memegang bantal gulingnya."Papa, Sean boleh tidur di sini?"Kening Daniel terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Pria itu lantas berjongkok sambil mengusap pelan kepala anaknya dan bertanya, "Kenapa? Apa Sean nggak bisa tidur?"Sean menganggukan kepalanya perlahan karena sejak tadi dia ketakutan akibat teringat dengan cerita horor yang sempat didengarnya ketika berada di sekolah."Boleh, kan, Pa?"Daniel terdiam sejenak. Pria itu justru melirik ke arah sang istrinya masih berada tepat di atas ranjang. Nadia yang tahu bahwa itu adalah kode dari suaminya seketika langsung menganggukkan kepalanya dan membiarkan putra sambungnya itu untuk ikut tidur bersama."Boleh,
"Kalau saja saat itu aku benar-benar menikah dengannya karena cinta, apa kami tak akan berakhir seperti sekarang?"Monica merenung selama beberapa saat, rasanya dia ingin menangis. Sekarang semuanya sudah terlambat dan menyesal pun percuma saja.Daniel telah menjadi milik wanita lain dan tampaknya dia sangat bahagia. Mana mungkin dia tega merusak pernikahan yang masih seumur jagung itu?Ketika dia sedang memikirkan itu tiba-tiba saja sosok wanita paruh baya yang tadi tengah tertidur, terbangun dan menatapnya. Monica langsung mengusap air mata yang mulai membasahi pipinya, dia mengerutkan keningnya dalam kebingungan.Perlahan wanita paruh baya itu bangkitan mendekatinya, malu tanpa basa-basi sedikit pun langsung duduk tepat di sampingnya."Kenapa malah duduk disini? Ini bukan–""Nak," potong wanita paruh baya itu sambil menoleh dan menatapnya lekat. "Kamu saat ini sedang menyesali semua perbuatanmu dulu dan membayangkan jika saja dulu tak melakukan kesalahan, benar kan?"Degh!Bagaimana
Nadia yang sedang menyantap sarapannya itu tampak melirik ke arah suaminya dengan malu-malu karena dia masih teringat dengan jelas kejadian pagi tadi ketika kepergok sedang bermesraan oleh Sean.Hanya dengan mengingatnya saja berhasil membuatnya merasa sangat malu.'Ugh … harusnya tadi aku menahan diri, sekarang rasanya jadi canggung,' batinnya.Bahkan Daniel juga sebenarnya merasakan hal yang sama tapi dia tetap berpura-pura tenang. Pria itu lantas menenggak minumannya dan melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya."Nadia, sepertinya kita harus berangkat sekarang."Nadia ikut melirik ke arah jam di pergelangan tangannya dan dia menganggukkan kepalanya perlahan karena hari sudah semakin siang. Tak mungkin rasanya jika dia harus datang terlambat ke kampus karena itu akan membuatnya jadi mengalami masa-masa yang buruk."Uhm, iya." Dia segera berbalik menatap putranya yang masih menyantap sarapannya dan berkata, "Sean, Bunda harus pergi duluan hari ini. Sean ke
Nadia mengerutkan keningnya tak percaya ketika mendengar pria itu mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan. "Halo? Kamu yang nabrak duluan, kok aku yang disalahkan? Dari tadi aku juga berdiri disini, tapi semua mahasiswa yang lewat bisa melihat dengan jelas dan berjalan dengan benar. Kalau sudah sadar melakukan kesalahan, paling nggak minta maaf. Apa kamu nggak tahu kalau aku hampir jatuh tadi?"Kesal, itulah yang dirasakan oleh Nadia. Apalagi dari tadi dia sudah berusaha untuk bersikap sopan. Tapi nyatanya pria yang telah menabraknya itu justru bersikap seenaknya. Dasar cowok nyebelin!"Apa?" Lelaki itu tampak sedikit kaget. Dia menghela napas berat dan bertanya dengan malas, "Lo anak baru, ya?""Emangnya kenapa? Apa bedanya mahasiswa lawas dan baru? Toh, kita sama-sama seorang pelajar. Jadi nggak perlu mencoba untuk menekanku dengan bersikap seperti ini." Nadia balik bersikap ketus. Dia menjadi semakin kesal karena lelaki ini justru mencoba untuk bersikap acuh. "Sekarang minta maaf!
"Tak peduli apapun statusnya, kita sama-sama manusia. Saya nggak akan diam saja, Kak. Kakak juga sudah keterlaluan karena bersikap kasar dan seenaknya pada mahasiswa baru hanya karena merasa seorang senior. Ini bukan sikap senior yang baik."Hampir semua orang yang mendengar perkataan Nadia, langsung melongo tak percaya.Bahkan Clarissa tertegun karena Ini pertama kalinya ada seseorang yang berani bersikap sangat kurang ajar padanya. "Cewek gila … Lo pikir siapa berani ngatur-ngatur gue, hah?!""Nama saya Nadia Maharani. Kenapa, Kak? Apa ada yang salah dari perkataan saya barusan?" Tak ada ketakutan sedikitpun yang mewarnai wajahnya karena dia memang telah mengutarakan isi hatinya secara gamblang dan berharap bisa menyadarkan semua orang yang kini merasa ketakutan. Jika tak ada seseorang yang berani untuk membuka suara dan terus-terusan saja terdiam meskipun diperlakukan seenaknya maka sudah jelas sikap para kakak tingkat ini akan terus kelewat batas.Clarissa mengepalkan tangannya de
Mata Nadia membulat dengan sempurna ketika melihat surat dokter yang dimilikinya itu dirobek. Padahal surat itulah yang merupakan sebuah bukti kalau dia memang tak mengikuti kegiatan ospek karena ada masalah.Matanya yang dipenuhi oleh kekecewaan itu segera menatap lekat Clarissa. "Kakak keterlaluan!"Clarissa yang mendengar itu justru mengerutkan keningnya karena dia memang tak merasa bersalah sama sekali walaupun telah melakukan hal yang cukup mengejutkan dan kini beberapa mahasiswa juga menatapnya dengan heran. Bukan Clarissa namanya kalau dia tidak memberikan pelajaran pada lawannya. Apalagi lawannya ini saja tadi mencoba untuk bertingkah menyebalkan dan membuatnya merasa sangat kesal."Heh anak cupu! Jangan banyak omong, deh! Makanya, kalau disuruh minta maaf, tuh ikutin aja. Sekarang malah nuduh orang keterlaluan, nggak masuk akal banget, sih?!"Clarissa menganggukan kepalanya ketika mendengar suara sahabatnya itu yang mulai membelanya. Luna memang selalu ada di pihaknya, sama se
Monica melirik ke arah dua tahanan yang saat ini sedang sibuk membersihkan sel dan entah mengapa mereka tak memintanya untuk membantu.Syifa yang baru saja selesai menyapu Itu tampak menoleh dan mengerutkan keningnya karena sadar bahwa sejak tadi dia tengah diperhatikan. "Kenapa, Kak?"Monica menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya. Dia tak mau dianggap peduli karena memang tujuan utamanya saat ini hanyalah menjalani masa hukuman.Namun Dewi dan Syifa sepertinya memiliki pemikiran yang berbeda karena mereka tetap berniat untuk mendekati Monica."Kalaupun kamu nggak mau membersihkan sel ini, setidaknya bersihkan bagian tempatmu beristirahat. Nggak bagus tempat yang kotor digunakan untuk tidur," ujar Dewi.Monica melirik sekilas dan dia dengan cepat langsung merebut sapu yang berada di tangan Syifa, tanpa mengatakan apapun.Jemari panjangnya yang anggun itu perlahan-lahan mulai mengayun dan menyapu semua kotoran di tempatnya tadi. Memang benar rasanya kurang nyaman ketika be
Clarissa menatap sosok Nadia, dari kejauhan dan terlihat jelas dari sorot pandangannya itu menyimpan kebencian. Dia tak pernah merasa semarah ini ketika berurusan dengan seseorang. Tapi Nadia telah berhasil membuatnya merasa sangat marah karena Alvin juga membelanya."Sa, ngapain?" Luna menepuk pelan pundak sahabatnya itu sambil mengerutkan keningnya dan mengikuti arah pandangannya. "Lo dari tadi kelihatan nggak fokus dan ngeliatin cewek ngeselin itu terus," tambahnya."Gimana gue nggak ngeliatin dia? Lo tau sendiri kalau ini pertama kalinya ada anak baru yang berani ngeremehin gue, kan?"Luna menghela nafas berat karena perkataan sahabatnya itu memang benar. Sepasang bola mata yang terlihat dipenuhi dengan amarah kembali mengarah pada Nadia dan Clarissa mengepalkan tangannya dengan erat sambil menggertakkan giginya. "Gue nggak bisa diem aja kayak gini, Lun. Si Alvin juga ngapain belain cewek ngeselin itu, sih?!""Udah, mendingan kita susun rencana aja. Jangan main kotor kayak gini," b