happy weekend semua
"Ayo kita pulang sekarang." Nadia segera bangkit berdiri setelah dia merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Tak ada lagi rasa khawatir yang membuatnya jadi sedih. Rasanya beban yang selama ini ada dipundaknya sudah terangkat.Daniel mengangguk pelan, dia mengikuti langkah Nadia dan sesekali menatapnya. Ketika melihatnya tersenyum, Daniel juga ikut senang.Namun Nadia tiba-tiba saja hampir kehilangan keseimbangannya, dia memekik ketika kakinya tanpa sengaja menyandung batu.Untungnya Daniel dengan sigap langsung menangkapnya, "Hati-hati, kamu bisa jatuh."Jantung Nadia berdebar kencang. Bagaimana tidak? Saat ini jarak diantara mereka berdua sangat lah dekat. Bahkan Nadia bisa merasakan embusan napas hangat Daniel. "I-iya, lain kali aku akan berhati-hati." Nadia segera menarik tubuhnya kembali. Perasaan canggung muncul begitu saja sampai membuat dirinya jadi bingung.Daniel memandang gadis itu dengan perasaan campur aduk dan kini hanya bisa menggelengkan kepala perlahan. "Gimana jadiny
"Aku harap kamu akan memenangkan sidang kali ini," ujar Nadia sambil mengulas senyum tipisnya.Daniel mengangguk pelan, dengan semua hal yang sudah disiapkannya sebelumnya, dia yakin aka menang. Terlebih lagi dia sudah mendapat kabar dari salah satu bawahannya kalau Bagaskoro telah angkat tangan dari masalah yang sedang dialami Monica. Itu akan lebih menguntungkannya."Kamu tenang aja, aku akan melakukan yang terbaik.""Aku percaya kamu pasti bisa."Daniel tak menjawabnya, dia justru mengelus puncak kepala Nadia. Lalu tak lama kembali melirik arlojinya sejenak. Waktu terasa berjalan sangat cepat dan dia tak mau terlambat sama sekali."Hati-hati di jalan, ya?"Daniel mengangguk pelan, dia segera berlalu setelah berpamitan.Nadia menatap mobil yang mulai menjauh dari area pekarangan rumah. Jantungnya masih saja berdetak semakin kencang dan wajahnya itu kembali merona ketika mengingat sikap romantis yang di perlihatkan secara gamblang oleh Daniel. Dia kembali mengelus kepalanya sendiri da
Daniel keluar dari mobil setelah sopirnya itu berhenti tepat di pelataran pengadilan. Dia merapikan jasnya dan melirik ke arah sang asisten pribadi yang mendekatinya.Dion memberikan sapaan sejenak dan berkata, "Bos, sidang akan dilaksanakan sekitar 15 menit lagi."Daniel menganggukan kepalanya perlahan setelah mendengar informasi dari Dion. Ternyata dia masih bisa datang tepat waktu ke pengadilan sebelum dimulai dan rasanya masih ada sedikit hal yang perlu dia ingatkan pada kuasa hukumnya."Apa pengacara kita juga sudah datang?""Sudah, Bos. Pak Bara ada di dalam."Daniel yang mendengar itu seketika langsung melangkahkan kakinya menuju ke kantor pengadilan. Di sana dia melihat kuasa hukumnya itu sedang mengobrol dengan beberapa orang. Bara yang juga kebetulan melihat Daniel, seketika langsung meminta izin pada para lawan bicaranya untuk pergi lebih dulu.Bara mendekati Daniel sambil tersenyum tipis dan menyapanya. "Anda sudah siap?" Tanpa basa-basi sedikitpun, Daniel langsung menany
Daniel saat ini sudah ada di ruang persidangan. Ada banyak orang yang berkumpul termasuk beberapa wartawan karena tentu saja mereka semua ingin mendapatkan berita eksklusif mengenai masalah yang sedang terjadi saat ini.Dion mendekatkan tubuhnya sejenak dan segera memberikan informasi pada atasannya, "Kami sudah meminta salah satu wartawan untuk menyiarkannya secara online."Daniel yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya perlahan karena ini memang tujuan utamanya agar tak ada satupun hal yang bisa disabotase oleh pihak Bagaskoro.Jika mantan ayah mertuanya itu masih berpikiran untuk melakukan hal licik, maka dia hanya bisa bermimpi saja.Pintu ruangan persidangan kembali terbuka dan kini menampakan sosok Monica. Ketika Monica melewati Daniel, Dia terlihat menyimpan amarah yang begitu besar dari sorot pandangannya.Tapi Daniel tak mempermasalahkan itu dan dia terus saja memasang raut wajah datar.Terserah apapun yang ingin dilakukan oleh Monica, dia sudah tak peduli lagi karena
"Tidak! Itu tidak benar!" Bagaskoro berteriak sambil menggelengkan kepalanya. Dia tak mau jadi tersangka kedua setelah Monica.Namun, Monica tak merasa takut sama sekali ketika dia melihat tatapan tajam itu. Dia sudah mencoba untuk jadi berani, melawan sekali seumur hidup adalah impiannya sejak lama.Meski dia memang harus berada di dalam penjara, setidaknya semua orang yang terlibat juga harus merasakan hal yang sama. Bukan dia saja.Dibalik keberaniannya itu, Monica tetap memiliki kebencian tersendiri pada Daniel. Apalagi mengingat mantan suaminya itu akan menikah lagi. Tapi percuma saja jika dia berpikir untuk mengalahkannya, mustahil.Daniel jelas akan mengoyaknya semakin hancur. Jadi, Monica hanya bisa memanfaat kebaikan Daniel. Para wartawan kini berbalik menatap Bagaskoro, tentu saja untuk mencari jawaban yang sebenarnya karena Monica sudah melemparkan bukti kuat."Tuan Bagaskoro, berikan pendapat Anda. Apa benar Anda memang terlihat masalah ini dari awal?"Para wartawan itu la
Nadia tersenyum tipis dan saat ini bisa bernapas dengan lega setelah dia melihat siaran langsung mengenai persidangan yang baru saja dilalui oleh Daniel."Syukurlah kalau semuanya baik-baik saja. Sepertinya pihak kami juga akan menang," lirihnya.Dia sempat merasa khawatir karena Daniel pagi tadi terlihat cukup tegang. Namun ternyata tetap berhasil dan kini semua tuduhan buruk yang sempat mengarah padanya langsung berbalik.Dia kembali tersenyum dan melirik ke arah bocah lelaki yang tidur di pangkuannya itu. "Sean, mulai sekarang kamu nggak perlu merasa khawatir lagi, Nak."Di saat yang sama suara sebuah mobil berhenti di pelataran rumah terdengar. Nadia mengerutkan keningnya sejenak dan ternyata dugaannya itu memang benar karena seseorang yang baru saja pulang adalah Daniel.Daniel melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan pria itu mempercepat langkahnya ketika melihat Nadia. Dia melirik ke arah putranya yang tidur tepat di pangkuan Nadia dan bertanya, "Sejak kapan dia tidur?""B
Bagaskoro mengusap wajahnya dengan kasar setelah mendengar informasi dari sekretaris pribadinya itu dan dia memang sudah menebak kalau kejadian ini pasti akan menimbulkan kehidupan besar sampai membuat perusahaannya ikut terguncang.Tapi dia tak menyangka kalau masalah ini akan menyebar begitu cepat sampai para karyawannya juga ikut-ikutan berdemo. Itu membuatnya merasa semakin pusing."Sialan … pastikan kamu urus masalah ini sebisa mungkin dan berikan saja peringatan pada para karyawan yang terus-menerus mencoba untuk meminta haknya agar diam!"Sang sekretaris yang ada di ujung telepon sana hanya bisa menghela nafas berat karena dia sudah melakukan segala cara supaya membuat kondisi perusahaan menjadi jauh lebih tenang. Tapi sayang itu tak semudah yang diharapkan karena para karyawan semakin menuntut dan juga membuat para wartawan di luar jadi ikut-ikutan heboh."Baik, Tuan. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu."Setelah mendengar jawaban dari sekretaris pribadinya itu
"Kakak," panggil Sean sambil menarik ujung baju Nadia dan membuat gadis itu seketika langsung menoleh sambil mengerutkan keningnya. "Apa Sean boleh ketemu sama Mama?""Apa?" Nadia merasa tak percaya dengan Indra pendengarannya sendiri dan mencoba untuk memastikannya lagi. "Sean beneran mau ketemu sama Mama? Sean nggak ngerasa takut lagi?"Sean menganggukan kepalanya perlahan, dia yang sedang duduk di atas kasur Itu menatap Nadia dan menambahkan, "Sean cuma mau lihat Mama."Ada kesedihan yang tergambar sangat jelas di wajahnya. Sean selama ini sangat merindukan sosok seorang ibu dan tentu saja meskipun telah mendapatkan perlakuan yang buruk dari Monica, dia tak serta-merta membencinya begitu saja.Nadia menghela nafas perlahan dan kini duduk tepat di sampingnya sambil mengelus kepalanya perlahan. "Sean kalau memang mau ketemu sama Mama, Kakak akan coba bicara sama Papa Sean.""Makasih, Kak." Sean tersenyum tipis dan dengan cepat langsung memeluk Nadia. Setelah Nadia menjadi pengasuhnya