Dengan hati penuh rasa syukur, Agatha menyampaikan terima kasih pada orang tuanya yang kini berada di atas sana, "Terima kasih, Ma, Pa, karena doa dan dukungan kalian selalu mengiringi langkahku. Kalian memberi kekuatan untuk menyelesaikan masalah hidup ini dengan baik. Aku merasa hadirnya kalian di setiap langkah perjalanan hidupku." Berkat kepercayaan dari langit, Agatha merasa didorong untuk terus maju dan mengatasi tantangan hidupnya dengan penuh keyakinan.Jayden, yang tak bisa tidur, memutuskan untuk pergi ke dapur mencari sedikit ketenangan. Namun, langkahnya terhenti ketika tanpa sengaja melihat Agatha di balkon. Mata mereka bertemu dalam keheningan malam yang hanya ditemani gemericik daun dan cahaya remang-remang.Sejenak, Jayden merasakan kehadiran Agatha di bawah cahaya bulan. Suasana yang tenang dan penuh makna membuatnya memutuskan untuk bergabung, mungkin menemukan jawaban atau kelegaan dalam keheningan bersama.Tanpa sepatah kata pun, Jayden berdiri di sebelah Agatha de
"Kelihatannya aku memang tangguh, padahal sangat rapuh." Agatha tersenyum seolah tahu apa yang dipikirkan Jayden. "Lagi pula orang mana yang tidak pernah mengeluh dan merasa takdirnya tidak adil hanya karena hidup dengan serba kekurangan?" Agatha menggeleng. "Jelas Tidak ada."Jayden terdiam dan mendengarkan. Tiba-tiba entah kenapa perasannya ikut sakit mendengar penjelasan itu. Ia seakan-akan tidak terima gadis di sebelahnya itu harus merasakan kerasnya kehidupan. Seandainya jayden bertemu Agatha lebih awal, ia tidak akan membuatnya merasakan penderitaan yang dalam."Orang lain terkadang ingin menjadi kuat sepertiiku. Padahal mereka tidak tahu Kalau bisa meminta, aku malah ingin menjadi gadis yang lemah, tapi hidup berkecukupan dan tinggal bersama keluarga yang bahagia."Jayden menyentuh lembut bahu Agatha, matanya penuh kehangatan. "Agatha, setiap langkah yang kamu ambil, setiap cerita yang kamu bawa, semuanya membuatmu menjadi wanita yang luar biasa. Kamu tidak sendirian. Kita bis
Mereka berdua saling pandang, merasakan kekuatan dalam hubungan mereka yang semakin kokoh di tengah cobaan hidup.Jayden tersenyum geli melihat respon Agatha. "Aku khawatir kamu mungkin merasa terlalu berat mendengar ceritaku, tapi ternyata kamu sangat peduli. Terima kasih, Agatha."Agatha tersenyum. "Tentu saja, Jayden. Kita di sini untuk saling mendukung, bukan? Meskipun kita punya masa lalu yang rumit, kita bisa membuat masa depan yang lebih baik bersama."Jayden mengangguk setuju. "Betul. Dan aku beruntung memiliki seseorang sebaik kamu di sisiku. Bersama-sama, kita bisa mengatasi segala hal."Dalam senyuman hangat, mereka melanjutkan obrolan, merencanakan hari-hari yang akan datang, dan menemukan kenyamanan dalam kehadiran satu sama lain. Hubungan mereka terus berkembang, menjadi tanda kekuatan dan dukungan dalam menghadapi segala liku kehidupan.Agatha membatin lega, merasa memiliki kesempatan untuk terus menyukai Jayden. "Akhirnya, mungkin ini saatnya untuk benar-benar membuka h
Jayden menatap Agatha dengan penuh kehangatan. "Agatha, ini luar biasa. Aku senang kau mulai mengingat. Kita bisa mencari tahu lebih banyak lagi tentang masa lalumu bersama-sama."Dengan perasaan campur aduk, Agatha dan Jayden memutuskan untuk menjelajahi kenangan yang tersembunyi. Proses penyembuhan dan pemulihan ingatan Agatha menjadi perjalanan baru bagi mereka berdua, yang membuat hubungan mereka semakin erat.Dengan senyuman, Agatha berkata, "Aku berterima kasih padamu, Jayden. Siapa sangka, mencari tahu tentang masa lalu bisa membawa kebahagiaan seperti ini."Mereka berdua melanjutkan hari mereka dengan rasa syukur dan semangat baru untuk menjalani perjalanan yang tak terduga ini bersama-sama.Saat Agatha menceritakan bahwa ia pernah mengalami kecelakaan dan hilang ingatan, Jayden terkejut. Matanya mencerminkan campuran antara kebingungan dan kepedulian."Agatha, mengapa kamu tidak pernah memberitahuku tentang ini sebelumnya?" tanya Jayden dengan nada khawatir.Agatha menghela n
"Camilan? Cokelat?" Jayden mengamati setiap gerak gerik Agatha."Cokelat?" Agatha berpikir sebentar, tapi kemudian menggeleng. "Tapi sekarang kita sedang belanja kebutuhan, Jay. Cokelat bisa aku beli kapan-kapan.""Cokelat buat camilan kamu waktu datang bulan juga termasuk kebutuhan. Biasanya saat itu kamu suka makan yang manis-manis supaya mood kamu stabil, kan? Dari pada beli dadakan bukannya lebih baik menyediakan stok lebih awal."Langkah Agatha reflek berhenti. "Ah, benar juga. Kenapa kamu bisa kepikiran ide cemerlang itu, ya? Padahal aku baru ingat bulan ini aku belum dapat."Jayden tersenyum kecil. "Kamu harus mencatat tanggalnya setiap bulan supaya bisa bersiap-siap.""Astaga, kamu jadi peka begini, ya, Jay." Agatha menahan senyum, lalu berhenti di depan rak cokelat batang yang beraneka merk dan rasa. "Mau cokelat juga?""Boleh."Agatha mulai mengamati setiap cokelat yang ada di depannya itu. "Kamu mau rasa apa? Original? Green tea? Stroberi?" Jayden terkekeh pelan. "Apa saja
Agatha duduk di meja kantin dengan wajah gelisah, lalu akhirnya mengungkapkan pada Aluna, "Sebenarnya, aku bekerja sebagai pengasuh untuk anak CEO, Jayden Byhantara. Kami tinggal bersama di apartemen mewah." Aluna memandang Agatha dengan heran. "Serius? Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?" Agatha menjawab, "Aku khawatir akan merubah hubungan kita, tapi aku tidak bisa menyembunyikannya lebih lama." Aluna menggumam. "Jadi kamu berbohong padaku selama ini?" Wajahnya berubah dari keheranan menjadi kekesalan. "Aku selalu mengira kita berbagi segalanya, Agatha. Mengapa kamu tidak percaya padaku?"Agatha terdiam sejenak, mencoba menjelaskan. "Aku takut kehilanganmu sebagai teman. Jayden ingin menjaga kerahasiaan ini."Aluna meresapi kata-kata Agatha dengan ekspresi ragu. "Ini bukan hanya masalah kerahasiaan, Agatha. Ini tentang kepercayaan. Aku merasa dikecewakan."Agatha melihat mata Aluna dengan penyesalan. "Aluna, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud menyembunyikan i
"Aku rasa dia memang selalu mengerti tentangmu?" Aluna mengangkat bahunya dnegan alis setengah terangkat.Agatha mendelik saat Aluna tersenyum menggoda. Ia pun berdecak kecil. "Yah, aku harap juga begitu. Meskipun kemungkinannya sangat kecil?""Ya ampun. Sejak kapan Agatha yang aku kenal tidak percaya diri seperti ini? Bukannya sudah jelas bahwa lelaki itu menganggapmu spesial? Kalau tidak, mana mungkin dia mengantar jemputmu setiap hari." Agatha terkekeh geli. "Sepertinya kamu sangat kekekuh ingin aku pergi ke rumahmu, ya.""Tentu saja! Ini pertama kalinya aku mengajakmu ke rumah! Dan sebuah keberuntungan karena ibuku mengizinkan!Agatha tertawa dan mengangguk-angguk. "Baiklah , aku akan mengirim pesan pada Jayden. Berdoalah semoga dia cepat membacanya.""AAMIIN!" balas Aluna kencang, membuat agatga langsung menutup mulutnya dan seketika tertawa renyah melihat Aluna membelalakkan mata.Sedangkan Jayden yang berada di kantor hendak pulang untuk menjemput Anna dan agatga tiba-tiba men
"Permisi, Om. Selamat malam?"Jonatan mengangkat wajahnya dari layar ponsel ketika mendengar suara yang ia kenal itu. Sedetik kemudian sudut bibirnya tertarik ketika melihat seorang gadis cantik berpakaian rapi sedang berdiri di hadapannya dengan senyuman anggun. "Grace, ya? Silakan duduk," suruh Jonathan mempersilahkan. Grace mengangguk sopan dan mendudukkan diri di depan Jonathan. "Sudah tahu, kan, alasan saya memanggil kamu ke sini?" ucap Jonathan setelah meletakkan ponselnya ke meja."Untuk membicarakan sesuatu yang penting?"Jonathan tersenyum. "Saya teman ayah kamu. Lebih tepatnya saya calon mertua kamu, Grace.""Ah, maaf, Om? Apa saya tidak salah mendengar?" Grace terkejut, tapi berusaha menahan raut wajahnya agar tetap tenang di hadapan orang penting ini."Tentu tidak. Kamu memang perempuan yang akan saya jodohkan dengan anak saya."Jantung Grace rasanya sanhat berdebar kencang. Sampai-sampai ia tidak bisa mengeluarkan suara lagi untuk menjawab. Wajah di depannya ini tidak a