Grace tersenyum. "Aku suka tantangan. Kamu akan berubah pikiran suatu hari nanti."Jayden hanya tersenyum sinis tanpa memberikan respons lebih lanjut, sibuk dengan ponselnya seperti sebelumnya. Grace merasa tantangannya baru dimulai, meskipun dalam hatinya masih ada rasa kekecewaan yang sulit diabaikan."Lakukan saja sampai kamu merasa semuanya akan berakhir sia-sia," desis Jayden tanpa melirik dari layar ponselnya.Grace menyipitkan mata. "Apa kamu yakin aku bisa membuatmu merubah pendapat?"Jayden mengangkat bahu acuh tak acuh. "Coba saja jika itu membuatmu bahagia. Tapi jangan terlalu berharap."Grace tertawa, mencoba menyembunyikan ketidakpastiannya. "Kamu belum tahu kemampuanku, Jayden. Aku suka tantangan."Jayden hanya mengangguk setuju, tanpa benar-benar memberikan perhatian pada percakapan tersebut. Dalam diamnya, ia berpikir bahwa ini hanya pertemuan yang akan segera dilupakan, tidak menyadari bahwa mungkin ada kejutan di masa depan.Grace mengepalkan tangannya, lalu meneguk
"Tapi jika kamu menolak, sudah pasti aku akan membuatmu hidup menderita," lanjut Jonathan tegas dan penuh penekanan. "Jangan kamu kira aku main-main, Jay.""Sial? Kenapa orang tua ini selalu membuatku ingin mengumpatinya!" desis Jayden di dalam hati. Selama beberapa detik ia terdiam. Pikirannya seolah kosong dan belum menemukan jawaban.Satu yang ia pikirkan saat ini, yaitu Anna. Jika perusahaannya benar-benar hancur, ia tak yakin dengan masa depan gadis itu. Meskipun sebenarnya ia percaya bahwa tanpa bantuan dari Jonathan, ia bisa mengelola perusahaan dengan baik. Tapi masalahnya adalah jika pria itu melakukan sesuatu yang nekat, bukan hanya kehilangan perusahaan, tapi bisa-bisa orang kenalannya juga ikut terhasut dan pergi meninggalkannya. Jonathan pasti tidak akan membiarkan ia mempunyai partner kerja yang menguntungkannya.Jonathan hanya menghela napas ringan. "Kamu tahu sendiri, Jayden, bisnis ini perlu. Grace adalah bagian dari rencana itu.""Rencana apa, sih? Anda tidak bisa m
Dress vintage warna pastel di bawah lutut, dengan lengan pendek dan motif bunga-bunga kecil berwarna cokelat muda. Hanya dalam sekali tatap, orang bisa langsung memuji kecantikannya yang bak model Korea. Dan Grace sendiri tahu bahwa dirinya memang secantik itu. "Dia pasti akan menyukai kejutanku, kan?" gumam Grace sebelum langkahnya masuk ke dalam lift apartemen uang kebetulan hanya ada dirinya.Hari ini Grace sengaja ke apartemen Jayden untuk bertemu lelaki itu sekaligus ingin membawakan sesuatu sebagai bentuk perhatian. Setelah pertemuan pertama mereka malam itu, Grace ingin lebih tahu tentangnya."Aku tidak sabar melihat wajah terkejutnya nanti. Pasti sangat lucu." Grace terkikik geli dan tidak sabar untuk segera sampai di lantai atas."Ngomong-ngomong, aku baru tahu kalau apartemen yang sering aku lewati ini ternyata miliknya? Apa dia memang sekaya itu? Berapa, ya, umurnya?" tanya Grace di dalam hati. Ia memang baru tahu fakta itu setelah bertanya pada ayahnya."Dia masih terliha
Agatha yang baru pulang dari supermarket pun tersenyum geli. "Kenapa, nih? Apa kamu sudah sangat kangen padahal baru aku tinggal beberapa menit?""Iya! Aku kangen sekali!" Anna memeluk tubuh Agatha dengan penuh kegembiraan. Atmosfer yang tadinya tegang sedikit demi sedikit berubah menjadi hangat dengan kehadiran Agatha."Apa itu kamu, Jayden?" Grace menyahut dari dapur.Mendengar suara yang sepertinya tidak asing, jantung Agatha berdebar. Ia pun berjalan menuju dapur bersama Anna di sebelahnya yang tiba-tiba menggandengnya."Kamu?" serunya dengan campuran kejutan dan mungkin kebingungan saat melihat Grace, si seniornya di kampus, di dapur.Grace berbalik seketika saat dirasa suara perempuan terdengar olehnya. Matanya pun melebar melihat Agatha berdiri beberapa meter di hadapannya."Hah? Kenapa kamu bisa masuk ke sini?" tanyanya dengan kebingungan, mencoba mencari penjelasan atas kehadiran yang tak terduga ini."Aku yang seharusnya bertanya. Kenapa Kak Grace bisa ada di sini?" balas A
"Perempuan? Siapa?" Jayden mengernyit tak paham. Sebab tidak ada nama yang ada di benaknya setelah melihat ekspresi Anna. Perempuan yang tahu tempat tinggalnya di sini hanyalah Agatha, mama tirinya, dan Oma Sarah. Selain itu tidak ada yang Jayden beritahu."Aku lupa namanya, Pa! Tapi dia sangat jahat! Bahkan menjelek-jelekkan Tante Agatha! Saat pertama kali melihatnya pun, aku sudah tahu dia bukan perempuan baik! Dia juga bilang kalau dia akan menjadi istri papa! Bukankah dia sudah gila, Pa? Aku sangat-sangat membencinya!"Jayden terkesiap kaget. Ini kali pertama ia melihat raut Anna yang begitu kesal saat berbicara dengannya penuh menggebu-gebu. Dan yang membuat Jayden bingung tak paham adalah siapa perempuan yang dimaksud Anna itu. Tapi ia masih diam karena sepertinya Anna belum selesai mengadu."Papa harus melakukan sesuatu terhadap perempuan itu! Papa tidak mungkin mau menikah dengannya, kan? Tidak, papa tidak boleh menikah dengan perempuan jahat seperti dia!" pekik Anna terang-t
"Aku sangat putus asa, Agatha. Aku sudah tidak mempunyai ide lain yang bisa mengakhiri semuanya. Ini satu-satunya jalan yang tepat dan aku yakin akan berhasil," jelas Jayden dengan lemas.Agatha menghela napas. Ia tidak mungkin menolak untuk membantu Jayden mengingat sudah begitu banyak yang dilakukan lelaki itu untuknya. Tapi ide yang barusan menurutnya sangat gila."Apa sungguh tidak ada cara lain? Memangnya kamu yakin aku bisa membantu dalam hal seperti itu?""Aku yakin kamu bisa. Bukankah seorang Agatha Marvelly bisa melakukan segalanya selama ini?""Apa itu sebuah pujian agar aku luluh?"Jayden terkekeh. "Kalau aku saja yakin, kenapa kamu tidak? Ayolah, ini saat tepat untuk membalas perbuatan seniormu itu."Agatha mengambil segelas air yang masih sisa setengah di meja. Meneguknya perlahan untuk menjernihkan pikiran. Ia masih tidak percaya Jayden memintanya menjadi pacar pura-pura. Masalahnya, ia sendiri tidak pernah pacaran. Apalagi jika melihat raut Jonathan yang nanti akan mur
"Mengapa Jayden melakukan ini? Apakah ini rencananya sejak awal?" pikir Grace, bibirnya bergetar dengan rasa kecewa yang dalam.Meski senyum dipertahankan di wajahnya, namun dalam hatinya, ia merintih dalam kekecewaan. "Semua rencana masa depan yang aku impikan hancur begitu saja. Tidak bisakah aku mendapatkan kebahagiaanku sendiri tanpa harus melihat kehancuranku yang dipertontonkan seperti ini?"Grace menelan rasa kesal dan berusaha menahan tetesan air mata yang ingin mengalir. Seakan-akan senyumnya diwujudkan dengan harga yang mahal, hatinya mencoba meredakan rasa sakit yang memenuhi dada."Aku tak boleh menunjukkan kelemahan ini. Aku harus kuat," bisik hati Grace, mencoba meyakinkan dirinya sendiri sambil menyaksikan pertunjukan cinta yang tidak diinginkannya.Dalam hati, Jayden merasa kepuasan yang tak terkendali melihat reaksi orang tua Grace dan ayahnya, Jonathan. Melihat kebingungan dan kekecewaan di wajah mereka, ia merasa senang bahwa rencananya berjalan sesuai yang diingink
Jayden tersenyum polos. "Perjodohan itu tidak akan batal jika bukan kerja sama kita. Aku sangat berterima kasih atas usahamu kemarin. Bukankah aku harus memberi semacam hadiah untukmu yang sudah bekerja keras?"Agatha menghela napas. Sungguh tidak habis pikir dengan lelaki satu ini. "Itu berlebihan. Aku bahkan tidak merasa telah melakukan sesuatu pekerjaan yang berat. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan."Agatha melihat raut Jayden yang mendadak lesu menatapnya. Ia pun berdecak kecil. Entah sejak kapan Jayden menjadi seekpresif itu. "Jangan menatapku dengan melas begitu.""Lalu aku harus apa supaya kamu mau? Ayolah, usaha kita kemarin tidak akan berhasil tanpa akting kamu yang luar biasa. Aku tidak bisa membayangkan jika kamu menolak membantuku malam itu. Kamu juga tahu Anna hanya menyukai perempuan seperti kamu.""Jadi mana bisa aku menikah dengan perempuan yang dibenci Anna itu?" lanjut Jayden dengan muka penuh permohonan. "Maka dari itu aku teramat berterima kasih p