“Sayang, besok Joanna sudah berusia 21 tahun. Dia juga sudah lulus kuliah. Berarti sudah saatnya kan?” tanya Ratih pada suaminya, Sanjaya.
“Kamu benar Ratih. Aku akan atur pertemuan dengan Chandra besok.”
Ratih hanya tersenyum puas. Akhirnya, ia tak akan melihat wajah Joanna lagi. Jika Joanna bisa pergi sekarang juga, Ratih akan rela membantu Joanna untuk mengemasi barang-barangnya. Bahkan apabila Joanna hanya memerintah tanpa membantu, Ratih akan dengan senang hati menjadi pembantu gadis itu sehari.
“Besok sore, Chandra akan kemari, pemberkatan penikahan Chandra dan Anna akan dilaksanakan lusa. Untuk dokumen-dokumen lain juga akan diurus oleh pihak mereka. Akan tetapi, agak disayangkan kita harus kehilangan Anna.”
“Apa yang perlu kau sayangkan? Perjanjian ini sudah kita sepakati saat Anna berusia tujuh tahun. Jika tidak dipenuhi, kita akan ditendang ke jalanan sekarang juga oleh Chandra.”
“Aku tahu itu Ratih, Chandra mau mendukung kita besar-besaran dengan Anna sebagai imbalannya. Tapi, kamu tidak lupa kan kalau Anna anak yang pandai? Beberapa bisnis besar kita, Anna yang mengurusnya hingga menghasilkan keuntungan yang besar pula. Tommy saja masih kalah jauh dengan Anna.”
Sanjaya menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan. Anna adalah maskot keberuntungan bagi Sanjaya. Saat dia kesulitan, Chandra mau menopang bisnisnya dengan jumlah modal fantastis karena Anna. Tak hanya itu, Anna selalu membuatnya berdiri dengan bangga dimana pun ia berada. Di sekolah cerdas, pandai berbisnis dari usia yang bahkan belum menyentuh 18 tahun, serta penurut. Sungguh tidak bisa dibandingkan dengan dua anak kandungnya sendiri.
Namun, dia tetap harus merelakan Joanna. Jika tidak, Chandra akan menarik seluruh investasinya dan menyebabkan guncangan dahsyat untuk perekonomian keluarga Sanjaya.
“Ada Tommy dan Valencia, anak-anak kita yang akan meneruskan semua ini. Anak-anak kita pasti akan lebih hebat dari Anna. Sudahlah, Anna juga bukan anak kita, sudah saatnya dia membayar hutang budi pada kita yang sudah memberi dia tempat tinggal dan makanan,” kata Ratih kesal.
Suaminya itu selalu membela Anna, sehingga Tommy dan Valencia menganggap Sanjaya pilih kasih. Sikap Sanjaya yang selalu membanding-bandingkan itu membuat Ratih makin membenci Anna. Apabila Sanjaya sedang tak berada di rumah, Ratih dan kedua anaknya akan membuat Anna kesulitan.
‘Brrruuukkk…’
Terdengar suara dari luar ruang kerja Sanjaya. Sepasang suami istri itu segera keluar untuk melihat apa yang terjadi.
“Hiikksss… Pa..Ma.. Aku nggak mau menikah sama om Chandra, aku masih terlalu muda untuk menikah,” isak Anna yang terduduk di depan pintu. Joanna telah mendengar seluruh percakapan Ratih dan Sanjaya.
Ratih hanya diam, sama sekali tak berniat membantu Anna untuk berdiri.
“Ayo nak, bangun dulu, kita bicarakan ini di dalam,” kata Sanjaya seraya membantu Anna untuk berdiri.
Sanjaya mengambil sekotak tisu untuk Anna. Air mata dan ingus membanjiri wajah cantik Anna yang sudah dirawat Ratih dengan susah payah.
“Anna..hikkss..Anna.. tidak mau pa. Anna benar-benar tak ingin menikah dengan om Chandra. Dia sudah sangat tua, Anna tidak mau,” pinta Anna pada Sanjaya.
Joanna tidak asing dengan Chandra. Chandra adalah rekan bisnis Sanjaya. Meskipun sudah tua, Chandra termasuk tampan serta lembut dalam bertutur kata. Dulu, Chandra sering datang ke rumah mereka untuk berbicang dengan Sanjaya. Setelah menyapa sebentar, Anna akan diminta untuk menemani Alexander (anak Chandra) bermain. Anna tak menyangka sama sekali bahwa Chandra menargetkannya untuk menjadi ibu tiri Alex.
Menikah berarti harus menjalankan kewajiban sebagai istri, termasuk berhubungan badan. Membayangkan tubuhnya akan dipegang oleh om-om tua dan tidak ia cintai, Anna benar-benar tidak sudi.
“Tidak bisa Anna, kamu harus menikah dengan Chandra, itu adalah perjanjian yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Jika tidak dipenuhi, kita semua akan menjadi gelandangan,” kata Ratih tegas.
“Anna tidak keberatan jika harus melepas semua kekayaan ini, kita masih bisa cari uang lagi. Anna benar-benar tidak ingin menikah dengan om Chandra ma, tolong…”
‘Plaaaakkkk’
Tamparan Ratih mendarat di pipi Anna, kencang sekali.
“Kau ingin menjadikan kami gelandangan? Kurang ajar sekali kamu, dasar anak tidak tahu diuntung. Sudah diberi tempat tinggal, makanan dan pendidikan. Tidak tahu terima kasih!” bentak Ratih.
Joanna tak berani berkomentar lagi, ia memelas ke Sanjaya, berharap Sanjaya akan membelanya. Joanna tahu bahwa di rumah ini, hanya Sanjaya yang menyayanginya. Ratih dan kedua kakaknya amat membencinya.
“Papa kecewa sama kamu Anna, tega sekali kamu berbicara seperti itu. Papa, mama dan kedua kakakmu tidak ingin jatuh miskin. Kamu harus menikah dengan Chandra sebagai balas budi terhadap kami. Seperti yang sudah kamu dengar tadi, kamu bukan anak kandung kami. Lebih tepatnya, kamu keponakanku, anak yang ditinggalkan kakak di depan pintu rumah sebelum dia meninggal.”
“Tapi..tapi.. aku juga berguna pa, aku bisa menghasilkan uang. Perusahaan-perusahaan yang aku urus sukses pa, papa benar-benar akan merelakanku?”
Air mata Anna kembali jatuh. Sekarang ia mengerti kenapa Ratih dan kedua kakak sangat membencinya, ia adalah eksistensi yang tidak seharusnya ada dalam keluarga ini. Sesayang apapun Sanjaya padanya, hanyalah sebatas alat transaksi dan pekerja yang berguna.
“Keuntungan yang kamu hasilkan masih sangat jauh dibandingkan dengan penawaran Chandra. Jika kalian menikah, Chandra berjanji akan selalu membantu keluarga kita selama dua puluh tahun ke depan dan memberikan satu tambang emas miliknya. Kau tidak lupa kan bahwa Chandra ini sangat kaya?”
Anna tak bisa berbicara apa-apa lagi, Chandra sangat mengingingkan dirinya sehingga memberikan penawaran yang sangat luar biasa. Tak hanya bantuan di masa lalu, masa depan keluarga ini juga amat terjamin dengan mengorbankan Anna seorang.
“Sekarang kamu masuk kamar, lusa kamu akan dijemput dan menikah. Persiapkan diri kamu, papa tidak mau melihat wajah bengkakmu di hari yang bahagia.”
Joanna yang sudah masuk kamar terus menangis meratapi nasibnya. Namun, ia tak ingin menyerah. Anna memiliki uang yang cukup di rekening pribadinya dan juga cukup pintar serta telah menjadi sarjana pula. Keluar dari sini, hidupnya masih aman 2-3 tahun ke depan tanpa bekerja.
Anna segera bangun dari tempat tidurnya, mengemasi beberapa helai pakaian dan dokumen penting seperti KTP, SIM, buku tabungan dan paspor. ATM pribadi dan ponsel tentu saja tak boleh tertinggal. Bawaannya harus sedikit agar ia dapat berlari dengan mudah. Selesai berkemas, Anna bergegas keluar.
“Sial!” umpat Anna.
Ternyata, pintu kamarnya terkunci. Sepertinya Ratih dan Sanjaya sudah memperkirakan hal ini. Satu-satunya jalan untuk kabur adalah balkon kamar. Tapi, ini lantai dua. Anna kembali memaksa otaknya untuk bekerja. Akhirnya, ia mengikat semua selimut dan bed cover yang ada di kamarnya.
“Semoga sampai ke bawah…Semoga sampai ke bawah…Semoga sampai ke bawah…”
Anna terus berdoa dan berucap agar yang dikerjakannya ini tidak sia-sia.
“Yeeeessss, sampai…”
Tuhan mendengar doanya. Selimut dan bed cover ini pas menyentuh tanah. Dengan cepat Anna menuruni balkon kamarnya.
“Huuwwaaaa, nyaris jatuh. Untung saja aku bisa sampai ke bawah sebelum ikatan ini putus. Syukurlah.”
Jantung Anna belum bisa beristirahat. Belum selesai rasa tegangnya akibat hampir terjatuh tadi, ia baru sadar bahwa ini masih dini hari. Rumah dan halaman depannya masih gelap. Tetapi, ia tetap menguatkan hati, ini masih lebih baik daripada harus menikah dan menyerahkan tubuhnya pada Chandra.
Anna yang memilih sepatu paling kuat dan ringan itu sebisa mungkin berlari tanpa mengeluarkan suara.
“Aannnnaaaaaa!!! Mau kemana kamu?” teriak Ratih dari teras.
Anna ketahuan Ratih. Ratih memanggil semua penjaga di rumahnya untuk menangkap Anna. Ia sendiri juga ikut mengejar Anna dengan kaki telanjang. Tak peduli jika kakinya harus kotor atau terluka, sumber hartanya itu tak boleh lepas!Anna berlari sekuat yang dia bisa untuk keluar. Dia sudah bersiap untuk memanjat jika sudah tiba di gerbang. Namun, sayang sekali Anna tertangkap saat bersiap untuk memanjat.“Kamu akan tetap disini sampai hari pernikahan kamu tiba,” kata Ratih sambil mendorong Anna.Anna ditempatkan di gudang bawah tanah tanpa jendela bersama tumpukan barang-barang tak terpakai. Tempat ini memang selalu bersih karena sengaja diisi barang-barang bekas yang masih bisa dijual dengan harga tinggi. Jika Anna bukan sumber investasinya, Ratih tidak akan menempatkan Anna di gudang yang memang rutin dibersihkan ini. Apabila ingin ke toilet, penjaga di depan gudang akan mengantar Anna. Untuk makanan, penjaga juga akan membuka pintu sebentar untuk meletakkan makanan dan mengambil piri
Alexander yang mengenakan baju tidur dan telanjang dada itu, baru saja selesai mandi. Pria itu sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil berjalan menuju tempat tidur. Alex terlihat sangat tenang, tak terlihat rasa bersalah dari wajahnya karena sudah memasuki kamar pengantin sang ayah dan istri baru.“Mau ketemu istri, Na. Apa aku tidak boleh bertemu istriku?”“Istri? Siapa istrimu?” tanya Anna heran. Sekarang, Anna benar-benar berada di sudut tempat tidur dengan terbungkus selimut.“Kamu istriku, Na. Bukan istri ayah,” jawab Alex tenang. Pria itu sudah duduk di tempat tidur, agak jauh dari Anna. Ia tahu Anna pasti takut padanya.“Aku akan jelaskan sekarang. Tapi kau benar-benar harus janji untuk tidak berteriak.”Anna masih diam, dia hanya mengangguk.“Pertama, kamu harus percaya bahwa sihir itu ada.”“Apa maksudmu Lex?”Alex pun langsung mengusap wajahnya dari kanan ke kiri menggunakan tangan kanan. Anna terkejut dengan apa yang ada didepannya sekarang. Itu Chandra! Alex ber
Tok..tok..tok..Anna yang baru tidur pukul 05:00 pagi itu dibangunkan oleh suara ketukan pintu.“Hmmm… siapa?” tanya Anna dengan suara yang masih serak.“Ini saya nyonya, saya datang membawakan nyonya baju. Terus tuan juga mengajak nyonya sarapan bersama,” ujar asisten rumah tangga yang Anna belum tahu namanya.“Ya sudah, masuk saja bi.”Wanita paruh baya itu pun masuk ke dalam kamar Anna dan membantunya berdiri. Anna dibawa ke kamar mandi dan dibiarkan untuk bersiap-siap sendiri. Menunggu Anna selesai mandi, wanita yang tak muda lagi itu merapikan tempat tidur dan menyiapkan keperluan Anna seperti sisir, jepit rambut, aksesoris, skincare dan alat make-up.“Ohh iya bi, saya belum tahu nama bibi kemarin,” kata Anna yang baru saja selesai mandi. Pakaian gadis itu sudah berganti dan dengan santai mengeringkan rambut menggunakan handuk.“Saya Sri, nyonya. Panggil saja mbak Sri, biasanya tuan panggil saya begitu.”Anna hanya tersenyum.“Iya mbak Sri, terima kasih ya sudah siapkan keperluan
Pagi ini, Anna, Alex dan Robert sudah bersiap untuk berangkat menuju kerajaan naga laut. Seperti yang sudah Alex sampaikan, begitu tiba, mereka akan langsung merias diri dan bersumpah setia di hadapan Dewi Exi. Berdasarkan penjelasan Alex, Dewi Exi adalah Dewi yang memberkati dan menjaga bangsa naga laut.Begitu sampai, Anna takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Persis seperti istana fantasi yang tergambar dalam cerita fiksi. Rumah luas dengan interior klasik, banyak ruang serta banyak pelayan yang menyambut kedatangan mereka. Kastil ini masih di darat, pinggir pantai lebih tepatnya. Sebelumnya, Anna berpikir bahwa kerajaan naga laut ini akan berada jauh di dalam laut. Anna yang heran pusing iseng bertanya pada Alex."Karena tempat tinggalmu di darat, apa itu berarti kau tak bisa bernafas dalam air?" bisik Anna."Pertanyaan macam apa itu, tentu aku bisa."“Selamat datang Yang Mulia…” ucap para dayang dan pelayan serempak, membuat Anna tak lagi melanjutkan pecakapannya deng
Anna merasa haus. Akan tetapi, badannya juga tidak mengizinkan Anna beranjak dari tempat tidur. Kasur ini seolah memiliki magnet, Anna benar-benar di posisi yang sangat nyaman dengan bantal guling dalam pelukannya. Meski fisiknya nyaman dan tenang, suasana hati Anna seperti petasan yang meledak-ledak. Ia terus terngiang-ngiang sentuhan bibir Alex yang lembut. Anna benar-benar ingin berteriak sekarang juga, ia senang sekaligus gugup, bagaimana ia harus bersikap di depan Alex.Usai pemberkatan pernikahan dan penobatan, mereka mengadakan perjamuan untuk para rakyat dan baru saja selesai sekitar setengah jam lalu. Sekarang, waktu sudah menunjukkan pukul 23:00. Sepanjang perjamuan, mereka berdua tak memiliki kesempatan untuk berbincang. Para pekerja istana dan rakyat selalu mengajak mereka untuk berinteraksi nyaris tanpa henti. Meski lelah, Anna bahagia pernikahannya mendapat berkat dari banyak orang. Ia tak berhenti untuk tersenyum.“Lex, boleh minta tolong ambilkan air putih?” tanya Anna
Alex diam, ia tak menanggapi kalimat Anna. Alex menduga istrinya sedang manja dan ingin mendengar kalimat-kalimat gombal. Jika kondisi Anna diterjemahkan ke dalam bahasa anak-anak kekinian Jakarta, tipe bahasa cinta atau yang lebih dikenal sebagai ‘love languange’ Anna adalah ‘Words of Affirmation’. Alex merasa bahwa ia tak perlu lagi mengulanginya. Sebelum menikah, ia sudah mengutarakan bahwa tak ingin Anna berada dalam bahaya sehingga bersedia ditolak. Alexander tetap berpendirian bahwa 'bertindak' adalah bukti cinta yang sempurna, ia tak suka jika harus banyak bicara, terutama mengulang kalimat yang sudah pernah ia katakan.Alex pun hanya membenamkan kepalanya di pundak Anna dalam keadaan masih menindih istrinya. Tak hanya itu, Alex juga meletakkan tangan Anna dikepalanya untuk diusap-usap. Melihat tingkah manja suaminya, pipi Anna seketika membentuk gelembung tanda merajuk.“Karena kau tak menjawab pertanyaanku, aku tak mengizinkanmu untuk mencium dan melakukan hubungan suami-istr
“Iii…ini… benar bayi Yang Mulia,” ucap seorang wanita paruh baya ketakutan berhadapan dengan Alex. Mendengar kabar mengejutkan tadi, Alex dan Anna langsung menuju tempat wanita yang Diego maksud berada. Di sinilah mereka, ruang kerja Alex. Ruangan luas serba coklat dengan satu meja, kursi dan dua sofa. Anna langsung menatap Alex sinis seolah meminta penjelasan apa maksud dari semua ini. Alex pun memegang tangan Anna, malangnya, langsung mendapat penolakan dari wanita itu. “Kau sudah siap menerima hukumanmu kan wanita tua?” tanya Alex tenang. “Aaa… Apa maksud Yang Mulia? Anak perempuan ini benar adalah darah daging Yang Mulia,” jawab wanita itu dengan tangan gemetar. Keringat dingin bahkan membanjiri wajah dan lehernya. Bayi yang tidur tentram di pelukan wanita itu pun ikut terguncang. “Dia bukan anakku. Aku tak pernah berhubungan dengan wanita selain istriku. Jelas sekali kau berbohong. Sekarang ceritakan padaku yang sebenarnya. Siapa bayi ini dan mengapa kau menyebutnya sebagai
Di tempat tidur, Anna terlihat sedang tidur pulas. Alex hanya ingin memandang istrinya dan berniat tidur di ruangan lain hari ini. Alex khawatir Anna masih belum siap bertemu dengannya.“Mengapa kau hanya diam di sana seperti orang bodoh?” tanya Anna.Anna yang semula berbaring dengan posisi miring, beranjak untuk duduk. Di tengah cahaya malam yang masuk ke kamar melalui jendela besar kamar mereka, Anna duduk di tempat tidur dengan selimut menutupi kakinya. Wajahnya pun terlihat lelah.“Kau berantakan sekali, mandilah dulu. Setelah itu, baru kita bicara,” kata Anna memandang suaminya yang masih berdiri di depan pintu.“Aku mandi dulu,” jawab Alex pelan dan melangkah keluar kamar.Begitu suara langkah kaki Alex menjauh, rasa tegang Anna baru menghilang. Anna masih sangat takut dengan kejadian tadi siang.Anna sudah sering melihat para pria dan wanita muda berhalusinasi akibat pengaruh narkoba hingga overdosis. Tak berhenti di sana, Anna juga sering berinteraksi dengan rentenir, preman,
Duuuuuaaaarrrr!! Duuuuuaaarrrrr!!Dave dan Julie yang masih memiliki kesadaran penuh itu menyerang Steven dengan tenaga yang tersisa.Duuuaaarrrrr!!!! Duuuuuaaarrrrr!! Duuuuuaaarrrrr!!Beberapa serangan mereka berhasil mengenai Steven hingga pria itu menjatuhkan Anna yang berada dalam genggamannya."Yang Muliaaaaaaa!!!" teriak Julie."SIAL!!" umpat Steven.Julie berusaha bangkit untuk meraih Anna. Namun, Steven yang seolah dirasuki setan menyerang Julie dengan membabi buta."Bangs*******ttttttttttttttttt! Beraninya kau menghalangiku!!" umpat Steven."Berani sekali kau!!""Mati kau!!"Umpatan pria itu sangat kencang hingga membuat penjaga yang tersisa di mansion berlari menghampiri mereka."SIAPA KAU?!" teriak salah seorang prajurit yang baru saja masuk.Prajurit yang masih sangat muda itu tentu saja tidak mengenali raja duyung.Akan tetapi, tanda sihir hitam yang menutupi wajah Steven cu
Usai kepergian Alex, Dave terdiam sejenak dan mengamati betapa kacaunya para wanita yang ada di ruangan ini. Dua pingsan dan satu berlutut ketakutan.Dave mengeluarkan alat komunikasinya dan meminta Julie kembali ke mansion Grand Duke secepatnya."Bangkitlah, tunjukkan padaku letak kamar Yang Mulia Ratu," perintah Dave pada Lucy.Akan tetapi, Lucy masih berlutut dan tertunduk ketakutan.Setelah ini aku tidak akan dibiarkan hidup kan? Aku akan mati kan?Memikirkan itu membuat badan Lucy bergetar hebat."Yang Mulia Raja sudah bilang tidak akan membunuhmu jika kau memberitahu keberadaan Yang Mulia Ratu. Kau sudah memberitahu beliau dan Yang Mulia Ratu ada di sini. Nyawamu aman. Cepatlah berdiri," ucap Dave sambil berjalan menggendong Anna."Kau ikat dan jaga dulu Grand Duchess. Aku akan kembali saat Julie sudah tiba," ucap Dave pada Vincent.Vincent hanya mengangguk dan menjalankan perintah.***Di sepanjang ja
"Kau pergilah terlebih dulu, aku akan menyusulmu nanti," jawab Alex pada prajurit muda yang berlutut di hadapannya itu."Tapi Yang Mulia, anda harus pergi sekarang juga. Kondisi saat ini benar-benar genting," ucap lelaki itu.Lelaki itu benar-benar mengantar nyawanya untuk Alex. Ia benar-benar tidak peduli bahwa Alex akan membunuhnya saat itu juga. Hal terpenting baginya adalah ia harus menyelamatkan kerajaannya."Aku tak peduli segenting apa situasi istanamu sekarang. Karena saat ini, ada hal yang amat penting yang tengah aku kerjakan," ucap Alex.Setelah mendengar itu, sang prajurit muda memperhatikan sekitar. Lucy yang sedang berlutut ketakutan, serta Grand Duchess Hillary yang sudah sekarat."Tapi....." prajurit itu masih saja berniat memaksa Alex pergi."Aku akan pergi setelah urusanku di sini selesai. Sebaiknya kau tunggu atau pergi terlebih dulu. Sekali lagi kau berani membantahku, kau sendiri tau apa yang akan terjadi," jawab Alex.
18+Terdapat adegan kekerasan pada perempuan. Mohon kebijakan dari para pembaca sekalian."Mengapa harus di waktu seperti ini," ucap Noah geram.Noah terlalu familiar dengan hal ini, ketukan pintu yang agresif itu menandakan hal mendesak telah terjadi. Benar-benar di saat yang tidak tepat."Massuuukkkkkk!!" teriak Noah memerintahkan orang itu masuk.Ternyata, orang yang mengetuk adalah salah satu prajurit Karl."Yang Mulia Grand Duke... Haahhh... Haaaahhh..." ucap sang prajurit terengah-engah."Ada apa? Mengapa kau terburu-buru kemari?" tanya Noah kesal. Dia bahkan masih belum menemukan putrinya dan sudah harus mendengar kabar yang tidak diinginkan."Kita... Kerajaan kita diserang oleh para duyung... Yang Mulia Raja meminta anda segera ke sana untuk membantu," ucap prajurit itu."Apa katamu? Duyung? Arrrrggghhhh!! Mengapa harus di saat seperti iniiii!!!!" teri
"Bagaimana perkembangannya, Grand Duke?" tanya Alex pada Noah.Noah masih mencari di sekitar rumah karena ia yakin sekali bahwa pelakunya pasti Medeline dan wanita itu tidak pergi kemana pun.Tidak ada yang mungkin menculik Anna selain wanita itu.Noah langsung memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit itu. Pria itu bahkan belum sempat untuk tidur."Kau ada di mana istriku?" gumam Alex.Orang pertama yang juga Alex curigai adalah Medeline. Belum sempat Noah menjawab Alex, pria itu langsung pergi mencari Medeline ke ruang kerjanya.Namun belum sampai ke ruang kerja, ia langsung bertemu dengan Medeline."Salam pada Yang Mulia Raja Naga," ucap Medeline sambil membungkuk pada Alex."Di mana istriku?" tanya Alex tanpa basa-basi.Alex berusaha untuk menyembunyikan emosinya."Apa maksud anda, Yang Mulia? Saya tidak mengetahui keberadaan Yang Mulia Ratu," jawab Medeline yang menyembunyikan rasa takutnya.Meski bisa mengontrol ekspresi wajah, Alex tentu tidak dapat mengendalikan aura membunu
Alex diam. Tiga lelaki yang ada di ruangan itu hanya bisa diam. Banyak orang berkata, tidak ada yang bisa menggambarkan rasa sakit seorang ibu saat ditinggalkan oleh anak mereka.Kini sepertinya mereka bertiga mengerti. Rasa sesak dan sakit yang nyonya Ravina rasakan seolah ikut menghujam dada mereka. Vincent bahkan memejamkan matanya sesaat.Mereka membiarkan nyonya Ravina meluapkan air matanya."Jika anda merasa berat, tak masalah jika kita melanjutkan perbincangan kita saat matahari terbit nanti. Bagaimana kalau kita istirahat dulu?" usul Dave pada Alex saat nyonya Ravina sudah mulai tenang.Alex mengambil tisu di meja yang tidak jauh dari mereka dan memberikannya pada nyonya Ravina."Terima kasih, Yang Mulia," ucap nyonya Ravina dengan suara yang kecil. Nyaris tidak terdengar.Karena Alex tak menjawab, Dave melirik Alex lagi meminta persetujuan.Sejujurnya, Alex tidak sabar. Namun, ia juga tidak bisa egois. Dia punya Anna, seorang
Nyonya Ravina terdiam sejenak."Kau raja naga ternyata," gumam nyonya Ravina."Hormat kepada raja naga," ucap nyonya Ravina sembari menundukkan kepala sebagai tanda memberi hormat."Aku cukup terkejut karena kau tidak mengetahui wajahku," ucap Alex."Wanita tua ini sudah tidak pernah terlibat lagi dengan urusan di luar sana, Yang Mulia. Untuk pertanyaan anda, bagaimana jika kita berbicara di rumah saya saja? Kalian bisa sekalian menginap," ucap nyonya Ravina.Alex diam sesaat dan memandangi sekitar, suasana masih gelap.Dengan kondisi nyonya Ravina yang baru saja pulih, akan lebih nyaman baginya untuk berbincang di tempat yang hangat.Pria itu pun mengalah, "Baiklah, kita akan berbicara di tempat anda nyonya."Kemudian, Dave membantu nyonya Ravina untuk berdiri.***Rumah nyonya Ravina benar-benar terletak jauh di dalam hutan. Tidak ada tanda-tanda makhluk lain yang hidup di sana selain binatang hutan."Melihat keadaan di sini, aku jadi penasaran seberapa luas hutan di dunia kita ini.
"SIAPA ITUUU?" teriak Dave.Mereka bertiga berhasil menghindari serangan tepat waktu.Dduuuuaaaaarrr!! Ddduuuaaarrr!!Namun bukan jawaban yang terdengar, hanya serangan demi serangan yang datang bertubi-tubi."Aku akan pergi mencari siapa yang menyerang kita," ucap Dave pada Vincent dan Alex.Dave langsung berlari menyusuri pepohonan. Sementara, Alex dan Vincent sibuk bertahan.Dddduuuuuaaarrr!!! Dddduuuuaarrrrr!!!! Dddduuuuuuaaaarrrr!!!!! Ddddduuuuuuaaarrr!!!!Serangan yang mereka dapat itu sangat cepat, kuat dan juga tepat. Hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang berpengalaman."SIAPA ITU? HEI! KELUARLAH! JANGAN JADI PENGECUT DAN HADAPI KAMI SECARA LANGSUNG!" teriak Dave lagi."HEEEIIIIII!!!!!"Dave benar-benar tak mendapat jawaban apapun. Ia terus berlari di antara suara keras dari serangan-serangan yang datang secara bertubi-tubi."Di mana kau?" gumam Dave.Lama kelamaan Dave sudah tidak lagi be
"Sampai kapan kau akan menghindariku?" tanya Medeline yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Noah.Terlihat kekecewaan mendalam dari wajah wanita itu. Di samping itu, kantung mata besar dan hitam yang menghiasi wajahnya kian memperburuk penampilan Medeline. Wanita itu tidak tahan lagi karena Noah terus menghindar. Di sisi lain, Noah juga benar-benar tidak ingin berbicara dengan Medeline."Selanjutnya kau wajib mengetuk pintu. Karena ke depannya aku akan kembali menjalankan tugas-tugasku, ruangan ini akan segera ramai," ucap Noah menoleh pada Medeline sebentar.Kemudian, pria itu lanjut membaca berkas yang ada di tangannya.Dalam ruang kerja, Noah tidak sendiri. Ada Oswald di sana yang juga sedang memegang berkas. Pria itu baru selesai memberi laporan pada Noah."Saya permisi, Yang Mulia," ucap Oswald.Oswald langsung pamit pada Noah dan Medeline."Aaahhh, aku tidak menghindarimu. Hanya saja, tidak ada yang harus kita bicarakan," tambah Noah.Mendengar penuturan Noah membuat Medeline be