“Kau!” geram Yas pada wanita itu.
“Apa?” Jennie menantang Yas dengan mengangkat nampannya. “Mau gue pukul pake ini?”
Saat ini Jennie tidak takut kehilangan pekerjaan, ia malah bersyukur jika seandainya ia dipecat dari perusahaan itu.
Yas mengeraskan rahangnya menahan amarah. Kemudian, pergi meninggalkan wanita itu dengan segera, ia tidak ingin lepas kontrol dan menyakiti seorang wanita.
“Saya bisa gila jika bertemu dengan wanita itu setiap hari,” ucapnya setelah masuk ke dalam ruang kerjanya. Saya harus menghindarinya jika ingin tetap waras.”
Yas sangat kesal dengan pegawai baru itu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena tuannya sendiri yang mempertahankan Jennie untuk tetap bekerja di perusahaan dengan alasan ingin memberi pelajaran.
“Semoga saja Tuan Gara tidak salah mengambil keputusan,” ucapnya dengan penuh harap. “Berurusan dengan wanita seperti itu sangatlah berba
Belum selesai mengucapkan kalimatnya, Yas langsung bungkam saat wanita yang sedang mereka bicarakan menerobos masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.Jennie datang dengan terengah-engah. Ia berlari dengan cepat supaya sampai tepat waktu.Keringat bercucuran dari keningnya, menetes membasahi wajah cantiknya.'Kenapa Jennie terlihat cantik?' ucap Yas dalam hatinya.Gara melihat jam yang melingkar di tangannya. Dengan seringai licik ia berkata, "Kurang tepat."'Kurang tepat apanya? Gue bawa motor ngalahin Rossi, sampai-sampai polisi yang lagi tidur aja gue lindes tanpa permisi. Nggak ada terima kasihnya sama sekali lo.' Jennie hanya bisa menggerutu dalam hatinya."Kamu terlambat lima detik," ucap Gara dengan santainya.""Ya Tuhan pengin banget ngabsen kebun binatang," gumam Jennie dengan pelan sambil menggertakkan giginya.Yas yang mendengar gumaman sang office girl hanya bisa menahan tawa. Walaupun merasa puas dengan apa yang s
“Makanannya udah habis, Bos, apa saya boleh pergi?” Jennie bertanya dengan sangat sopan, ia khawatir CEO manja itu akan memarahinya lagi.“Pergilah!” titahnya dengan ketus.Niatnya ingin membuat pegawai barunya sengsara, tapi malah ia yang tersiksa karena kepedesan dan kelaparan.Office girl itu segera membereskan bekas makannya. Lalu, ia bergegas meninggalkan sang CEO. Baru kali ini ia keluar dari ruangan itu dengan raut wajah bahagia.“Nggak apa-apalah gue ngebut demi makanan itu, toh gue sendiri yang makan,” ucapnya sambil melenggang pergi menuju pantry. “Rezeki emang nggak ke mana?”Wanita itu terlihat sangat bahagia. Ia berjalan sambil bersenandung.Sementara di ruangan sang CEO, pengusaha muda itu masih tidak percaya kalau Jennie sanggup menghabiskan makanannya.Padahal dirinya yang hanya memakan satu sendok saja, mulut dan perutnya terasa panas."Saya yakin dia
Jennie bangun dari duduknya, ia bergegas ke ruangan sang CEO untuk memohon supaya Tuan manja itu tidak mempermasalahkan tentang pesanan tadi.Ia tidak mau pengelola makanan yang sudah baik padanya mendapatkan masalah gara-gara dirinya.Wanita itu masuk tanpa mengetuk pintu atau mengucapkan salam terlebih dulu. Ia langsung masuk begitu saja yang membuat Gara dan Yas terkejut.Gara mengunyah makanannya dengan cepat, lalu menelannya. “Apa kamu tidak punya sopan santun? Masuk ke ruangan atasanmu tanpa permisi dulu!” omel Gara setelah menelan makanannya.“Maaf, Tuan, saya nggak tahu kalau Tuan lagi makan, nanti saya kembali lagi.”Jennie keluar lagi dari ruangan sang CEO tanpa menunggu ocehan sang bos.'Sepertinya saya tidak akan pernah tenang selama dia ada di perusahaan ini,' ucap Yas dalam hatinya.Belum satu hari wanita itu bekerja di perusahaan, tapi sudah berkali-kali mendatangkan masalah bagi bosn
Gara langsung memutus panggilan teleponnya tanpa menyahuti ucapan sang tante."Permintaan anda apa, Bos? Jangan yang mahal-mahal saya nggak punya uang!" tanya Jennie setelah Gara melepaskannya."Saat ini saya tidak ingin apa-apa. Saya akan menagihnya nanti," jawab Gara sambil tersenyum. "Sekarang keluarlah dari ruangan saya!""Baik, Bos."Jennie segera keluar dari ruangan bosnya. Setiap kali masuk ruangan itu bagaikan masuk kandang singa. Setelah semua yang terjadi dengan keluarganya, Jennie tidak takut apa pun, kecuali takut kehilangan adik dan ibunya. Hanya merekalah yang membuatnya tetap semangat menjalani hidup."Gue harus cuci tangan, dari tadi tangan gue diketekin terus," gumamnya sambil menciumi tangannya. "Eh ini wangi banget."Jennie berkali-kali menciumi aroma wangi ditangannya yang dikempit Gara."Biarin ah nggak gue cuci, mayan dah otak gue jadi seger nyium yang wangi-wangi begini," ucapnya sambil cenge
“Apa dia mempunyai banyak cadangan nyawa?” kata Gara ketika ada sebuah motor yang menyalip mobil yang ditumpanginya.“Sepertinya itu seorang perempuan, Tuan,” sahut sang asisten. “Dari postur tubuhnya kelihatan seperti perempuan.”“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan suaminya jika mempunyai istri yang suka kebut-kebutan di jalan.”Pria dingin itu menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyadari kalau sang mommy juga suka kebut-kebutan di jalanan.“Mungkin dia dan suaminya seorang pembalap,” sahut Yas sembari tersenyum canggung."Mungkin saja," jawab Gara, "Semoga suaminya kelak tidak kena serangan jantung melihat istrinya kebut-kebutan seperti itu.'Apa Tuan tidak mengetahui sejarah keluarganya kalau Nyonya sepuh dan Nyonya besar itu sering kebut-kebutan di jalan waktu beliau masih muda?'Gara tidak mengetahui kalau Mommy dan neneknya juga seperti itu. Ia hanya tahu ka
Tok tok tok"Tante ... kalau Tante tidak mau keluar, saya tidak akan mau ketemu Tante lagi."Menunggu lama di ruang tamu membuat Gara jenuh, akhirnya ia naik ke lantai dua untuk menemui sang tante.Ia marah bukan karena makanan yang begitu pedas, tapi ia marah karena sang tante berpihak kepada wanita yang sangat dibencinya."Tuh 'kan, saya yakin kamu pasti sudah menyakiti hatinya," tukas Aldin pada istrinya. "Dia tidak pernah marah seperti itu sama kamu."Entah apa yang dilakukan istrinya hingga keponakannya itu begitu marah. Selama ini ia tidak pernah melihat Gara bersikap seperti itu kepada istrinya."Biarin aja, nanti juga reda. Kalau aku keluar sekarang dia pasti ngomel-ngomel, nanti aja kalau dia udah nggak marah aku temui dia."Sisil tetap tidak mau menemui keponakannya, ia tidak mau berbicara dengan Gara karena pemuda itu karena sedang emosi."Ok Tante, kalau Tante tidak mau keluar, saya tidak akan datang lagi ke r
Gara sedang bersantai di teras belakang rumahnya. Halaman yang cukup luas itu ia jadikan taman untuk tempat bermain keponakannya.Ia sengaja menyuruh Yas membeli rumah dengan halaman yang luas untuk tempat bermain anak-anak.Namun, kini keponakan yang ia nantikan sudah tiada sebelum terlahir ke dunia.Suara dering ponselnya yang ada di atas meja, membuyarkan lamunan pria tampan itu. Ia pun mengambil benda pipih yang terus bergetar."Bara. Kenapa dia menelpon? Apa ada masalah lagi?" gumamnya sebelum menjawab panggilan telepon itu."Ada apa?" tanyanya setelah terhubung dengan adiknya.“Bang, kamu lagi sibuk ya?” tanya Bara kepada saudara kembarnya.“Tidak. Saya baru pulang dari kantor, memangnya ada apa?”“Aku tadi mendengar pembicaraan Tuan Indra dengan Daddy. Calon mertuaku itu ingin menjodohkanmu dengan putrinya."Walau tidak suka dengan perjodohan, tapi ia masih bersikap tenang
“Calon istri?”Yas membulatkan matanya sambil menadahkan tangan untuk menerima ponselnya.“Iya, carikan saya calon istri secepatnya!” titah Gara tidak terbantahkan.Ia sudah terlanjur bilang kepada orang tuanya kalau ia sudah mempunyai calon istri.Padahal ia belum mempunyai calon istri. Jangankan calon istri, pacar saja ia tidak punya.“Di mana saya harus mencarinya, Tuan?”Asisten CEO itu bingung di mana ia harus mencari wanita yang mau dijadikan istri oleh tuannya.Pasti banyak wanita yang mau dijadikan Nyonya Gara, tapi apakah sang tuan cocok dengan wanita pilihannya?'Apa saya harus membuka sayembara? Atau saya buka lowongan kerja untuk asisten pribadi Tuan, yang bisa mengurus semua keperluan Tuan Gara seperti seorang istri?'Gara mengangkat bahunya, lalu menjawab, "Saya juga tidak tahu di mana saya harus mencari calon istri yang baik.”Kini pria tampan itu pusi
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha